Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Potensi Kekalahan Gubernur Bali Jika Digugat Produsen Plastik

27 Desember 2021   17:42 Diperbarui: 28 Desember 2021   01:23 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gubernur Bali, Wayan Koster yang menyatakan akan menutup distributor plastik PSP. (Sumber foto: regional.kompas.com)

Tapi kalau belum melakukan semua itu, jangankan menyatakan menutup distributor plastik, punya niat mengatakannya saja tidak boleh. Karena hal itu justru akan memperlihatkan ketidakmampuannya sendiri dalam mengelola pemerintahannya dalam mengelola sampah. Lalu, jika produsen plastik bersatu, kemungkinan dia akan kalah dalam gugatan hukum. Dan itu akan semakin mempermalukannya.

Bukan Hanya Pergub Bali yang Tidak Efektif

Di Indonesia bukan hanya Gubernur Bali yang menerbitkan dan memberlakukan kebijakan Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai yang berkonotasi "pelarangan penggunaan plastik". Ada 3 gubernur menerbitkan dan memberlakukan kebijakan yang sama, termasuk Gubernur Bali. Selain itu, ada 26 kabupaten/kota yang juga menerbitkan dan memberlakukan kebijakan serupa.

Nyaris semuanya kebijakan itu tidak efektif. Bukannya berkurang, volume sampah plastik justru meningkat. Terutama di masa pandemi Covid-19 yang secara teknis menyebabkan peningkatan penggunaan plastik di masyarakat. Secara alami sesungguhnya kebijakan para gubernur dan bupati/walikota itu tidak relevan dengan kondisi yang ada di masyarakat.

Solusi Pengelolaan Sampah Plastik

UUPS sudah secara gamblang memberikan solusi pada masalah sampah. Yang dimaksud sampah apapun. Baik sampah yang tidak ramah lingkungan maupun yang ramah lingkungan. Regulasi pengelolaan sampah induk itu telah memuat asas-asas yang sangat berwawasan ekologi, ekonomi, dan sosial. 

Dalam regulasi itu juga diatur hak, kewajiban, dan tanggung jawab semua pihak yang terkait persampahan secara profesional dan proporsional. Mulai dari masyarakat sebagai penimbul sampah, pengelola sampah, pendaur ulang, industri daur ulang, produsen produk dan kemasan, serta peran pemerintah, semua sudah diatur.

Kebijakan yang tidak mengikuti UUPS memang secara ketatanegaraan belum disikapi oleh pemerintah pusat, namun di lapangan sudah secara otomatis tak bisa dijalankan. Salah satu penyebabnya karena sama sekali tidak relevan dengan kondisi yang ada. Sementara UUPS, meskipun dibuat, diterbitkan, dan diberlakukan pada 2008 hingga saat ini masih relevan dan bisa dijalankan jika mau. (nra)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun