Gagasan Gubernur Bali, Wayan Koster, untuk menutup distributor plastik sekali pakai (PSP) di seantero Bali cukup menarik perhatian. Banyak pro dan kontra mengenai pernyataan tersebut.
Dari sisi regulasi, rencana Wayan Koster berpotensi merugikan dirinya sendiri secara politik. Potensi lainnya, Wayan Koster kemungkinan akan kalah jika produsen plastik di Indonesia atau khususnya Bali bersatu "melawannya" secara hukum. Wayan Koster berpotensi kalah jika para pengusaha plastik.
Pernyataan Wayan Koster mengenai rencananya akan menutup distributor plastik disampaikan dalam Fogus Group Dicussion (FGD) virtual. Pelaksana FGD tersebut adalah Program Studi (Prodi) Magister Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada (UGM) pada Kamis, 23 Desember 2021.
"Saya sudah berpikir, di mana tempat penjualan distributornya di Bali ini, paling tidak di Bali dulu yang menjadi agennya, ini saya mau cari, mau suruh tutup saja. Kalau di luar Bali, (itu) di luar jangkauan wilayah hukum saya. Paling tidak Bali yang akan saya garap. Tahun 2022, terus terang saya mau mengejar ini di mana lokasinya," kata Koster, dikutip dari detik.com.
Menyambung pernyataan itu, Wayan Koster menyesalkan masyarakatnya di desa-desa yang sulit ditertibkan. Menurut dia, masyarakat tetap masih banyak memakai tas kresek dan pipet (sedotan). Dia berkesimpulan, perilaku masyarakat yang demikian disebabkan masih ada yang menjual plastik. "Kalau sudah tidak ada yang menjual kan tidak ada yang makai lagi tas kresek," tegasnya.
Apa yang disampaikan Wayan Koster mungkin sesungguhnya adalah reaksinya terhadap kebijakannya sendiri terkait pelarangan penggunaan plastik. Dia memang relatif cepat merespon kondisi Bali yang banyak sampah plastiknya pada 2018 lalu. Sekitar 3 bulan setelah dilantik, dia menerbitkan dan memberlakukan Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai.
Tampaknya peraturan itu tak banyak berdampak pada kondisi persampahan di Bali. Wayan Koster kelihatannya cukup geram dengan kondisi itu. Maka tak mengherankan jika dia kemudian menyatakan akan menutup distributor plastik di Bali.
Terbit dan diberlakukannya Pergub Bali Nomor 97 Tahun 2018 oleh Wayan Koster memang cukup fenomenal. Dia langsung banyak dielu-elukan oleh aktivis lingkungan anti plastik. Bukan hanya di Bali, Wayan Koster bahkan hingga terkenal sampai keluar negeri karena kebijakannya tersebut.
Namun, data dan kenyataan membuktikan bahwa kebijakan dan peraturan di atas kertas itu tak berdampak banyak. Kondisi sampah plastik di Bali tak menunjukkan gejala berkurang, justru kelihatan semakin bertambah karena ekspektasi pembatasan timbulan begitu besar dengan adanya Pergub Bali.
Tiga tahun berjalan, akhirnya Wayan Koster sendirilah yang menyatakan betapa Pergub itu tidak bekerja dengan baik. Hal itu sejalan dengan keyakinan para pemerhati persampahan dan regulasi persampahan. Karena kebijakan seperti yang dikeluarkan oleh Wayan Koster sesungguhnya tidak sejalan dengan asas-asas yang termaktub dalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).