Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Indonesia Bersih Hanya Jargon Jika Sampah Rumah Tangga Tak Dikelola

25 Desember 2021   10:22 Diperbarui: 26 Desember 2021   00:45 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setiap RT menghasilkan minimal 5-7 kg sampah setiap hari jika tak dikelola. (Dokumentasi pribadi)

Inti dalam UUPS Pasal 13 yang mengatur pengelolaan sampah kawasan harus diberlakukan hingga kawasan terkecil. Yaitu, kawasan rumah tangga sebagai penimbul sampah.

Sayangnya, selama ini pelaksanaan pasal 13 ini masih belum maksimal. Jangankan pengelolaan sampah di kawasan terkecil, sampah di kawasan besar saja belum terkelola dengan baik. Hasilnya seperti yang kita lihat sekarang ini, sampah menjadi masalah.

Berdasarkan UUPS Pasal 13 ini, sumber penimbul sampah adalah kawasan. Bentuk atau jenisnya adalah sampah rumah tangga (RT) atau sampah sejenis sampah rumah tangga. Ini sampah terbanyak di Indonesia. Penyumbang 60-70 persen dari agregat sampah.

Namun, hingga kini pengelolaan potensi sumber penimbul sampah terbesar itu secara umum masih stagnan. Kalau pun ada upaya pengelolaan, masih di tataran jargon "ayo pilah sampah" atau "jangan buang sampah sembarangan" atau "kebersihan sebagian dari iman". Secara teknis dan kenyataan, pengelolaan sampah di kawasan terkecil penimbul sampah bisa dikatakan belum ada.

Kawasan penimbul sampah terkecil adalah rumah tangga. Saat ini mayoritas rumah tangga Indonesia membuang sampah setiap hari. Sampah dibungkus kantong plastik besar. Kemudian mereka lemparkan ke TPS, ke selokan, sungai, pantai, laut atau lapangan tak bertuan yang sudah telanjur jadi tempat pembuangan sampah.

Asrul Hoesein dari Green Indonesia Foundation (#GiF), yakin jika infrastruktur pengelolaan sampah hingga kawasan terkecil rumah tangga tak dipenuhi, masalah sampah Indonesia tak akan beres.

Rumah tangga hanya butuh minimal dua tempat sampah terpilah. Tempat sampah anorganik dan komposter.

Berhenti Membuang Sampah Setiap Hari 

Dua wadah itu sudah sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan pemilahan sampah di setiap rumat tangga. Tempat sampah anorganik ukuran 90 x 60 sentimeter bisa dipakai untuk menampung sampah anorganik seminggu hingga sebulan. Isinya sampah anorganik seperti botol plastik, kertas, kaca, kain, besi, kardus dan lainnya.

Jika mau dipisahkan bisa juga dibuat wadah tabungan sampah ukuran 30 x 20 x 20 sentimeter. Tabungan sampah ini dapat dipakai untuk menyimpan sampah anorganik ukuran kecil. Bungkus permen, sedotan minuman, plastik penutup gelas air mineral, sachet sabun-sampo-minuman dan lainnya. #GiF sudah membuktikan, tabungan sampah bisa menampung sampah anorganik kecil selama 3-6 bulan.

Terakhir, tempat sampah organik: komposter. Dengan desain dan perlakuan yang benar, komposter ukuran ember cat 25 liter bisa menyimpan sampah organik rumah tangga minimal 2 bulan. Makin besar ukuran komposternya, makin lama juga bisa menahan sampah organik di rumah.

Dengan tong komposter ukuran 100 liter, bisa berbulan-bulan hingga setahun sampah organik akan tertahan di rumah. Tidak akan ada lagi prosesi buang sampah rumah tangga setiap hari.

Nah, kalau sampah sudah terpilah, namanya bukan lagi sampah. Kini statusnya berubah menjadi material daur ulang. Baik material daur ulang teknis, daur ulang biologis maupun daur ulang energi.

Material daur ulang teknis akan dibawa ke pusat atau pabrik daur ulang untuk dijadikan barang/benda lagi. Entah dipakai untuk bahan baku produk yang sama, atau dipakai untuk membuat produk turunan lainnya. Di sini masyarakat bisa mendapatkan kompensasi dari sampah anorganik.

Material daur ulang biologis bisa dipakai sendiri dari dalam komposter. Sampah organik yang sudah melalui proses dekomposisi dan diurai oleh mikroba sudah bisa langsung dipakai untuk media tanam. Sebab sudah menjadi kompos.

Ada kesalahpahaman selama ini. Kompos dikira pupuk dan pupuk dikira kompos. Sedikit meluruskan, kompos belum bisa dikatakan sebagai pupuk sebelum disempurnakan kandungan nutrisi di dalamnya untuk diserap tanaman.

Kompos lebih benar dikatakan sebagai media tanam meskipun di dalamnya ada nutrisi bagi tanaman. Unsur hara dalam kompos sangat kecil dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman. Maka itu harus ditambahkan unsur nutrisi lain pada kompos tersebut.

Kompos adalah bahan utama dalam proses daur ulang biologis sampah organik untuk dijadikan pupuk organik padat maupun cair. Tidak ada bahan baku pupuk organik sebaik sisa konsumsi organik rumah tangga atau sejenis rumah tangga. Sebab, kandungan di dalam sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga sangat beragam. Sama seperti yang dibutuhkan tanaman untuk bertumbuh dan berkembang.

Kompos dari rumah tangga atau sejenis rumah tangga akan diperbaiki unsur nutrisinya dalam proses daur ulang biologis. Setelah jadi pupuk organik, siapa pun bisa memakainya.

Ada transaksi lagi di sini. Pertanian dan perkebunan sangat membutuhkan pupuk organik untuk mengembalikan kondisi lahan yang selama ini kenyang pupuk kimia. Kebutuhan pupuk organik bersubsidi Indonesia sekitar sejuta ton, bisa terpenuhi dari bahan baku yang berasal dari sampah rumah tangga atau sejenisnya.

Belakangan pengelolaan sampah mulai mengarah pada energi. Menjadikan sampah sebagai bahan bakar dengan dijadikan sebagai pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).

Namun PLTSa bisa dinilai gagal karena karakter sampah Indonesia beda dengan sampah di asal teknologi PLTSa. Beda 360 derajat. Sehingga teknologi itu mangkrak. Padahal dana yang dikeluarkan bukan sedikit.

Setelah teknologi PLTSa dinilai gagal, muncul konsep Refuse Derive Duel (RDF). Sampah jadi bahan bakar dengan proses dijadikan briket. Bahannya bisa dari sampah anorganik juga organik.

Teknologi ini cukup menjanjikan untuk solusi persampahan. Masyarakat juga bisa diuntungkan sebagai penimbul sampah sekaligus penyedia bahan baku briket.

Daur ulang energi dari sampah dalam benak siapapun bisa jadi solusi andalan. Sampah yang sudah telanjur jatuh ke tanah atau di TPA sekali pun bisa dijadikan energi. Tempat sampah bisa jadi tambang energi terbarukan yang terus sumbernya terus berproduksi.(nra)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun