Rangkaian bencana tersebut, menurut Direktur Eksekutif WALHI Kalbar, Nikodemus Ale, disebabkan oleh alih fungsi hutan yang masif dan berlebihan (overload). "Dalam rencana tata ruang Provinsi Kalbar, kawasan produksi hutan sebesar 6,4 juta hektare dari total wilayah 14,7 juta hektare, dan sisanya adalah kawasan non-produksi." "Tapi kenyataannya, luas kawasan investasi baik tambang, sawit, dan sektor kehutanan lain, sangat masif, lebih dari 12 juta hektare. Artinya, lahan eks hutan ini sudah overload, tidak mampu lagi menjamin keselamatan manusia dari ancaman bencana ekologis," kata Nikodemus.
Banyak hutan di era tahun 80 dan 90-an ditebang untuk kebutuhan industri kayu. Kayu-kayu tersebut diekspor ke luar negeri, karena waktu itu hutan dianggap sebagai komoditas ekonomi sehingga terjadi exploitasi besar-besaran. Akibat penebangan hutan secara massif ini mengakibatkan daya serap air menjadi jauh berkurang. Begitu air hujan turun dalam intensitas tinggi, langsung menuju sungai dan menyebabkan air meluap secara cepat, lalu membanjir pemukiman. Pohon-pohon yang ditebang di hutan, membuat daya serap air berkurang. Akibatnya, tanah yang ada di eks hutan terbawa ke sungai dan menjadi lumpur. Banyak sungai menjadi dangkal. Hal ini mempercepat laju air menghantam kawasan pemukiman.
Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengatakan, kerusakan DAS Kapuas yang telah mencapai 70% akibat pertambangan liar dan perkebunan telah memicu terjadinya bencana banjir. Data Balai Pengelola DAS dan Hutan Lindung Kapuas, mencatat lebih dari 1 (satu) juta Ha lahan kritis dari total 14 juta Ha luas DAS di Kalbar, dan mayoritas berada di DAS Kapuas.
Bupati Kapuas Hulu Fransiskus Diaan mengatakan banjir juga masih menggenangi beberapa desa di Kecamatan Semitau, Kapuas Hulu. Menurutnya, debit air terus naik akibat intensitas hujan yang tinggi beberapa hari lalu. Beberapa kecamatan terendam banjir seperti Silat Hilir, Semitau, Selimbau, Jongkong, Batang Lupar, dan sejumlah kecamatan pesisir Sungai Kapuas. Dampak bencana banjir di Kecamatan Semitau pada Nop. 2021, telah merendam 1.194 rumah warga dengan jumlah jiwa  terdampak sekitar lima ribu lebih, kata Fransiskus, Minggu (21/11).
Mengapa terjadi Banjir besar Sungai Kapuas hingga kota Sintang tergenang 1 bulan baru surut?, padahal Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Propinsi Kalbar besarnya 74,17 temasuk Peringkat baik (2017)! (Ref. IKLH Indonesia 2017 – KLHK 2018). Mungkinkah dalam 4 tahun (217-2021) telah terjadi konversi hutan besar-besaran, atau data KLHK waktu perhitungan IKLH th.2017 terutama terkait Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL) berada di sisi positip alias kondisi DAS Kapuas masih relatif baik.
- Identifikasi Solusi Mitigasi Risiko Banjir Sungai Kapuas.
-Ada dua (2) Kelompok Metode Mitigasi Risiko Bencana Banjir (pengendalian banjir / daya rusak air). Yang pertama (1) Upaya Non Struktural; yaitu upaya menahan atau meretensi semaksimal mungkin hujan ekstrim tertentu yang turun / jatuh di lahan DAS dengan (a) kegiatan rehabilitasi hutan  (reboisasi & penghijauan = penanaman pohon) dan lahan (Gerhan / pemulihan DAS) untuk memperbesar resapan/ infiltrasi/perkolasi air ke dalam tanah; (b) penerapan prinsip perubahan debit nol (Zero Delta Q) untuk mengurangi debit banjir serta (c) Peramalan dan Peringatan Dini Banjir, Penanggulangan, dan Pemulihan dampak bencana banjir.
Yang kedua (2) Upaya Struktural Fisik; yaitu upaya mengatur agar sisa air hujan ekstrim yang menjadi limpasan / aliran permukaan (run-off), jelas alur perjalanannya mulai dari hulu elevasi tinggi tertentu membentuk alur kecil dan anak sungai, menjadi sungai, yang dapat ditahan dalam waduk dengan membangun bendungan, kemudian dengan sungai yang dinormalisasi – dikeruk atau dibuat tanggul, debit banjir (Q) yang mengalir ke hilir sebelum mencapai daerah yang sering kebanjiran dapat dikurangi dengan Kanal - Kanal Banjir untuk mengalihkan sebagian debit banjir (mis. 0,5 Q) ke sungai – sungai yang dekat atau lansung ke laut. Sisa debit banjir akan mengalir masuk dataran rendah / pesisir terus menuju muara masuk ke laut secara ‘gravitasi’ (atau ‘pompanisasi’) dengan aman tanpa membanjiri (menggenangi) daerah hilir.
-Pemahaman penting! Kenapa dulu dinamai Pengendalian Banjir, namun sekarang Pengurangan (mitigation) Risiko Banjir? Argumennya Banjir berkaitan langsung dengan Curah Hujan yang sifatnya alamiah dan serba mungkin (stochastic) tidak mungkin dikendalikan tetapi hanya dapat dikurangi (mitigation). Mengapa yang dimitigasi Risiko, karena Risiko adalah Probabilitas (Pb) atau kemungkinan terjadi banjir ‘besaran tertentu’ di suatu sungai; disebut juga Flood Risk Management (mengelola risiko banjir). Rumusnya Pb = 1 / T, dengan T = periode atau kala ulang, satuanya Tahun.  Terlihat Banjir tahunan = Q1 dengan T = 1 à Pb 1/1 = 1 pasti terjadi. Banjir 10 tahun Q10 dengan T = 10 à  Pb = 1/10 = 0,1, jelas Q10 > Q1. Banjir 25 tahun Q 25 à Pb = 1/25 = 0,04, jelas Q25 > Q10. Banjir 50  tahun Q50 à Pb = 1/50 = 0,02, jelas Q50 > Q25. Pemilihan Debit Banjir Rencana/Rancangan (DBR - Q10 atau Q20 atau Q50) yang akan diterapkan untuk suatu sungai terkait erat dengan Biaya Investasi untuk membangun Sarana fisik pengatur banjir. Makin besar DBR yang dipilih akan memberi keamanan Daerah hilir  (areal perkotaan, perumahan, pertanian atau industri) yang lebih baik, namun bisa saja biaya investasi akan jauh lebih besar dari manfaat pengamanan y  ang diperoleh, ini berarti tidak layak secara ekonomi.
Â
-Metode Konvensional Mitigasi Risiko Banjir Sungai Kapuas (referensi Rencana PSDA WS Kapuas 2018).Â
Berdasarkan analisis banjir 2015 diperoleh catatan lokasi, luas, dan lama surut genamgan banjir selama ini, diketahui luas genangan terbesar dan terparah pertama berada di Kabupaten Sintang dan Melawi 2074 Km2, kedalaman 0,3 – 1 M, lama surut 1 – 1,5 jam. Daerah Kab. Sintang paling sering terjadi banjir adalah kota Sintang pertemuan (confluence) S, Melawi dengan S. Kapuas. Kemudian terluas kedua Kabupaten Kapuas Hulu 2206 Km2 dengan kedalaman 0,3 – 0,5 M, lama surut 0,5 – 1 jam. Daerah Kapuas Hulu yang terkena banjir adalah lahan pertanian, daerah irigasi dan rawa. Genangan terdalam: Kab. Landak luas 403 Km2, kedalaman 0,5 – 2 M. lama surut 1-2 jam; Kab. Kubu Raya luas 618 Km2, kedalaman 0,5 – 2 M, lama surut 1-2 jam; Kab. Sanggau luas 159 Km2, kedalaman 0,5 – 2 M, lama surut 1-1,5 jam; Kab. Sekadau luas 543 Km2, kedalaman 0,5 – 1,5 M, lama surut 1 – 1,5 jam. Kemudian genangan terlama adalah di Kota Pontianank luas 107 Km2, kedalaman 0,2 – 0,5 M, lama surut 1-3 jam, terakhir Kab. Mempawah luas 66 Km2, kedalaman 0,3 – 1 M, lama surut 1-2 jam. (Tabel 4.38 Daerah Genangan Banjir WS Kapuas, Buku Rencana PSDA WS Kapuas 2018)