Mohon tunggu...
Dara Ginanti
Dara Ginanti Mohon Tunggu... Jurnalis - Sampoerna University - The University of Arizona

A Beginner in Writing

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen Fantasi - Andira dan Sebuah Awal (Mulanya Takhayul Bulan Suro Kalender Jawa)

13 September 2017   20:46 Diperbarui: 2 Maret 2018   14:05 1387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Apa katamu?! Hajar dia!" Dengan naik darah kami mulai memukuli si laki - laki tak tau diri itu. Dia tidak melawan. Tak lama wajahnya pun berubah babak belur. Kami sandarkan badannya ketembok dan mulailah kami beringas.

"Masih berani bilang kami ini malang, hah??" Kataku didepan wajahnya.

"Kau gadis yang telah membuat kesalahan besar, sangat malang."

"Beraninya kau mengatakan kata - kata itu padaku!" Tanganku mulai melayang dan mendarat diwajahnya, namun sebelum itu mendarat tangan sang laki - laki sudah memeganginya dulu. Dia mulai melawan dengan gerakan - gerakan bela diri yang sebelumnya tak dia perlihatkan. Dia hajar semua kawan - kawan berandalku hingga semuanya terjatuh ke aspal. Dia pegangi tanganku dan gantian aku yang tersandar ditembok. Wajah kami berjarak tak lebih dari dua jengkal dan aku bisa melihat jelas wajah tampannya yang setengah babak belur. Aku terdiam sejenak, melihat mata cokelat teduhnya yang tak mencerminkan kekejaman sama sekali, jauh berbeda dari milikku. Seperti milik seorang yang tak asing lagi.

"Hentikanlah apa yang kau lakukan, masa depanmu bisa saja hancur karena kelakuanmu sendiri," katanya dengan nafas terengah. Aku tidak terlalu mengerti dengannya, aku hanya terdiam mengagumi seseorang yang bahkan tak pernah kulihat sebelumnya. Aku terdiam dan luluh.

Dia melepaskan tanganku dari gengamannya dan berbalik. Dia mengambil tas hitamnya dan berjalan menjauh dari tempat kami nongkrong dengan kaki sedikit terpincang. Kami tak habis pikir dengan laki - laki itu, bisa - bisanya dia mengalahkan geng preman kami?

***

Pulang dengan uang jajan tak seberapa dari hasil palakan, aku langsung telentang dikasur lama kamarku. Nasib beruntung nampaknya sedang tidak memihak pada kami. Dari balik dapur, si wanita tua itu datang membawakan segelas teh. Dengan wajah lelah, dia menghampiriku.

"Kemana saja nak? Gurumu menelepon ibu lagi, dia bilang kau membolos. Tidak bisakah kau datang ke sekolah sekali saja tanpa meninggalkan pelajaran?"

"Kenapa sih bu, berisik saja mengurusi urusan orang lain!"

"Sampai kapan, nak? Yang kamu lakukan itu tidak benar!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun