Selain itu, tantangan anggrek spesies dalam negeri adalah FOMO dan kebiasaan masyarakat kita yang masih lebih bangga akan produk dari luar negeri juga menjangkit di tanaman hias. Anggrek dari luar, spesies dan hibrid memang sangat menggoda. Jenis bunga, jumlah kuntum,corak warna dan ketahanan dalam perawatan menjadikan produk dari luar membanjiri pasaran anggrek. Branding dan iklan anggrek dari luar yang lebih menggebu membuat konsumen akan lebih tertarik membelinya.
Kebijakan pemerintah yang belum konsisten dan tidak terkoneksi antar instansi dalam menjaga keberlangsungan ekosistem anggrek juga patut kita cerna bersama. Kebijakan perlindungan ekosistem alam juga ekosistem perdagangan. Peran karantina tanaman dalam hal ini mutlak diperkuat, juga regulasi lain yang mempermudah mobilisasi tanaman anggrek antar pulau dan provinsi. Melalui mobilisasi yang sederhana, logistik anggrek tentu akan lebih mudah sampai dan dalam kondisi prima.
Peran Berbagai Pihak
Berbagai peran dalam konservasi dan pelestarian anggrek spesies sudah banyak dilakukan. Misal pemerintah menyadari bahwa tanaman anggrek adalah simbol kedaulatan bangsa maka salah satu jenis anggrek dijadikan ikon bangsa yaitu anggrek bulan putih (Phalaenopsis amabilis) yang dikenal dengan puspa pesona. Hal ini, karena tanaman anggrek bulan hampir ditemui di setiap pulau besar di Indonesia dan menjadi pesona flora Indonesia bersama bunga melati (Jasminum sambac) sebagai puspa bangsa dan Rafflesia arnoldii sebagai puspa langka. Hal ini sesuai Keputusan Presiden Nomor 4 tahun 1993.
Pesona anggrek bulan tetap dipertahankan dan dikenalkan pemerintah. Tanaman tersebut  diabadikan dalam gambar pecahan mata uang yang bisa kita temui di pecahan Rp.100.000 emisi terbaru. Hal ini menandakan bahwa pemerintah berusaha melindungi salah satu keragaman hayati dalam negeri sebaik mungkin agar dikenal seluruh lapisan masyarakat.
Pemerintah juga mengeluarkan regulasi lain untuk melindungi tanaman anggrek. Regulasi itu termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999, Peraturan Menteri Llingkungan Hidup dan Kehutanana Nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 dan Permen LHK NO.P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018. Selain itu, tanaman anggrek juga dilindungi CITES (The Convention on International Trade Species of Wild Fauna and Flora).Â
Guna mendukung upaya tersebut, pemerintah membangun laboratorium dan melakukan kajian maupun penelitian khusus anggrek seperti di Kebun Raya LIPI, riset dan konservasi tanaman di BRIN dan Balai Penelitian Tanaman Hias di Kementerian Pertanian. Upaya lain lintas kementerian dan sektor seperti penguatan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) juga karantina tanaman di berbagai tempat agar tanaman anggrek tidak diperjualbelikan secara asal dan tidak memperhatikan keseimbangan alam.Â
Upaya nyata juga sudah banyak dilakukan pihak lain. Berbagai kampus dan komunitas pencinta anggrek berdiri dan mengedukasi masyarakat melalui pameran, seminar, pelatihan dan upaya konservasi langsung di alam. Pencinta Anggrek Indonesia (PAI) sebagai wadah penggemar anggrek juga hampir berdiri di berbagai provinsi dan kota. Juga, penggemar lintas organisasi dan inter kampus atau alumni universitas dan fakultas pertanian.
Di tingkat penghobi, beragam cara juga dilakukan untuk mendukung dan melestarikan spesies anggrek Indonesia. Banyak bermunculan laboratorium dan nursery (pembenihan) tanaman khusus anggrek seperti di Jakarta, Bandung, Semarang, Malang dan daerah lain di Indonesia. Juga kebun atau kampung anggrek untuk wisata dan belajar anggrek.
 Artinya semua pihak sudah berupaya sesuai tupoksi masing-masih, tinggal menyelaraskan kebijakan supaya saling terintegrasi. Tidak kalah penting, upaya preventif pada masyarakat langsung agar semakin banyak yang terlibat. Karena ada anggrek yang dilindungi namun banyak juga anggrek yang boleh diperjual-belikan atau komersil seperti tanaman hias lain.