Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bukan Tidak Jujur

12 November 2020   08:19 Diperbarui: 12 November 2020   12:35 357
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan cara belajar demikian, nilaiku bagus dan seringkali  masuk sepuluh besar di kelas. Itu karena sekolahku memang sekolah favorit tempat anak- anak orang kaya yang memiliki uang berlebih untuk les dan berbagai fasilitas lain yang mempercepat belajar mereka.  Upayaku belajar tiap hari tanpa les tambahan, masih kalah hasilnya dengan mereka. Akhirnya, dengan perasaan cemas luar biasa, aku berhasil berkuliah di keguruan seperti yang kuimpikan.

Kebiasaan berhemat uang saku yang merupakan keharusan, bukan semata aku ingin sering berganti- ganti baju agar modis, tapi  memang harus memaksa diri belajar menjahit dan mendesain bajuku. Mengapa? Postur tubuhku yang mungil tapi memiliki dada big size, sungguh merepotkan ketika memilih baju. Kalau kupilih ukuran L, berisiko harus membongkar lengan untuk memotong panjang bahu kemudian masih harus mengecilkan bagian pinggang agar tidak tampak kedodoran. 

Kalau kupilih baju ukuran M, memang pas untuk tubuhku, tapi tampak penuh sesak di bagian dada. Akhirnya  aku tidak pernah membeli pakaian jadi, lebih baik kujahit sendiri daripada  selalu diributkan oleh ukuran M dan L. Kalaupun harus membeli pakaian jadi yang sudah memiliki pola standar secara umum, aku selalu membongkarnya di sana-sini demi menyesuaikan dengan bentuk tubuhku.

Suatu ketika, ada baju pesta berbahan chiffon putih berenda sebagai rompi. Baju ukuran M, saat kucoba tanpa rompi, pas betul karena di sisi kiri kanan gaun bertali satu itu ada benang karet. Pada saat harus menutupi gaun dengan rompi, masalah pun muncul karena rompi ukuran M itu jadi tidak bisa tertutup rapi. 

Seorang teman yang saat itu memang sedang berjalan- jalan bersamaku di mall, diam- diam menukar rompi berukuran M tersebut dengan ukuran L. Rompi tersebut segera diberikan padaku yang sedang kebingungan di ruang ganti, kemudian dengan cepat kubawa ke kasir tanpa ketahuan. Kenangan terindah kesetiakawanan seorang teman walau itu kesalahan, membuat baju itu kusimpan sampai kini.

Berawal dari sekadar berhemat uang saku karena dipusingkan ukuran baju, akhirnya menjadi kebiasaan. Kebiasaan berhemat berbelanja baju dengan cara menjahit sendiri, membuatku tidak kesulitan membayar uang muka dan cicilan sebuah real estate bahkan mobil sebagai sarana transportasi dalam bekerja. 

Selain itu, aku memang mengajar di beberapa tempat. Setelah mengajar di SMP yang merupakan tempat SK awal sebagai PNS turun, aku masih mengajar di beberapa sekolah swasta. Dengan demikian, berangkat petang karena masih sangat pagi berlanjut dengan tiba di rumah juga petang saat senja menjelang, bukan sesuatu yang mengherankan.

Akhirnya mobil kujual untuk membuka home industri garmen, karena aku merasa kelelahan juga  harus mengajar di beberapa tempat. Home industri yang merangkap menerima jasa penjahitan busana ternyata berjalan pesat, sehingga harus menambah beberapa karyawan, bahkan pekerjaan awalku pun kutinggalkan.

Mobil yang terjual bisa segera kubeli lagi setelah cicilan rumah semakin berkurang. Dalam kesendirian, bergaya hidup mewah keluar masuk mall bermobil ditambah dengan kesibukan sebagai pengusaha garmen, membuatku nyaris lupa waktu. waktu sedemikian cepat melesat  tanpa terasa telah membawaku ke angka usia 45 tahun. Hal yang tidak terlalu kupikirkan, bahkan saat bertemu teman yang bergurau,

 "Andaikan tidak Kaulepaskan pekerjaanmu, tentu uangmu semakin banyak. Gaji guru yang bersertifikasi kini sepuluh jutaan lho."

"Aku kesulitan membagi waktu. Biarlah posisiku digantikan mereka yang lebih potensial,"jawabku sambil teringat kesendirianku jika bertemu dengan teman-temanku yang satu per satu sudah memamerkan anak-anaknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun