"Anak-anak tolong dibiasakan mandiri tidak harus bergantung kepadaku,"lanjutnya senja itu, masih di pantai ini.
Pantai favorit kami tatkala ingin bercakap-cakap hal yang penting. Kami tentu akan berjalan menyusuri sepanjang pantai. Yang sulit terlupakan adalah lengannya selalu dilingkarkan ke bahuku.
"Jangan terlalu bersibuk sampai mengabaikan anak-anak. Bukankah aku pun membantumu mencari nafkah?" kilahku. Ada getar tak nyaman yang tiba-tiba melintas tanpa kuundang. Ketidaknyamanan yang menyulut jantung berdebaran.
"Hm...bukankah dulu aku pernah meminta izin berpoligami? Kamu pun sepakat dulu itu kan, Sayang?"katanya dengan lengan yang masih melingkar di bahuku.
 "Sudah adakah orangnya? Mana? Aku ingin lihat, ingin kenal. Barangkali aku mati cepat, bisakah ia menggantikanku sebagai ibu dari ketiga anakku?" ucapku beruntun.
"Tentu belum ada,"jawabnya,"Memangnya mudah mencari jika aku tidak banyak uang?" lanjutnya.
Dalam hati aku ingin menertawainya yang berniat mencari uang sebanyak-banyaknya demi keinginannya beristeri empat. Akan tetapi, tawa itu tertahan dalam hati. Yang kulakukan kemudian hanyalah mengingat lalu lalang para ibu, para wanita yang keluar masuk mall mencoba aneka baju sebelum membelinya. Niatan semula ingin membelikan baju untuk anaknya pun bisa saja berubah karena godaan untuk berbelanja.
Jika wanita hobi membeli baju baru, maka lelaki pun hobi memberi wanita uang pembeli baju baru. Aku mungkin merupakan pengecualian karena demi anak-anak, kuhemat uang belanjaku, kucukup-cukupkan selain mengatur menu agar tidak membosankan dimakan seharian, aku pun membiasakan menjahit bajuku.
"Bagaimana jika wanita-wanita itu pemboros nantinya?" jawabku spontan dengan nada kecemasan dibumbui kecemburuan.
"Tidak apa-apa. Karena itulah, aku akan mencari uang sebanyak-banyaknya demi menyenangkan wanita," jawabnya tetap dalam suara lembut yang membuatku tak kuasa marah kepadanya. Selama ini ia memang belum pernah membuatku marah.
Kemarahan kepadanya bahkan hampir putus hanya terjadi sekali. Saat itu ia dekat dengan seseorang, sebelum kenal denganku. Tatkala hatinya condong kepadaku, ia ingin meninggalkan pacarnya itu namun kesulitan mencari cara yang mudah dan wajar. Oleh karena itu ia memintaku untuk berpura-pura memburunya, berlagak sebagai pelakor agar hubungan mereka bubar.