Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berbagai Masalah Wanita dalam Pewayangan

2 Agustus 2020   21:27 Diperbarui: 2 Agustus 2020   21:27 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah berikutnya yang dihadapi wanita dalam pewayangan adalah masalah Dewi Madrim, isteri selir, yang tertimpa musibah karena suaminya meninggal saat bersama dia. Kematian suaminya karena karma, saat Prabu Pandu melihat kijang berdiam diri malah dipanah, padahal kijang tersebut sedang bermesraan. 

Akibatnya, ia disumpahi kijang yang tengah sekarat tersebut, kelak jika bermesraan dengan isterinya, ia pun akan mengalami kematian seperti dirinya.

Oleh karena saat itu Pandu ingin bermesraan dengan Madrim yang menemaninya berburu di hutan, Pandu pun tewaslah. Madrim pun harus mati menemani suaminya sesuai dengan tradisi India zaman lampau sebelum akhirnya dilarang sejak India dijajah Inggris.

Pada 4 Desember 1829, pemerintah kolonial Inggris secara resmi melarang ritual Sati dengan peraturan hukum Bengal Sati Regulation yang ditetapkan oleh Gubernur Jendral Lord William Bentinck. 

Ritual Sati dalam bahasa Sanksekerta disebut Sutee, adalah tradisi zaman lampau seorang janda yang ditinggal mati suaminya akan membakar diri bersama suaminya yang sedang dikremasi di atas bara api. 

Istilah yang berasal dari Dewi Sati tatkala suaminya meninggal ikut membakar diri agar bisa bereinkarnasi dan lahir kembali untuk menjadi suami isteri lagi. Semula Sati melambangkan kesukarelaan isteri sebagai pengabdian kepada suami. 

Namun, seiring waktu, tradisi tersebut menjadi pemaksaan. Secara tradisional, janda tanpa anak memang tidak memiliki peran dalam masyarakat dan dianggap sebagai beban, sehingga dia ditekan untuk menerima sati.

Ibu tiri Bisma dan ibu tiri Rama berperangai serupa. Mereka memiliki perjanjian yang serupa. Mereka memiliki perjanjian yang mengikat dengan sang raja saat akan dinikahi, yaitu menuntut anaknyalah yang kelak menjadi raja, bukan anak permaisuri. Permintaan yang membuat Bisma melajang selamanya serta Rama yang harus membuang diri ke hutan bersama isterinya.

Selanjutnya, Keikeyi, ibu tiri Rama mengingini putera kandungnyalah, Bharata, yang menjadi raja Ayodya. Prabu Dasarata yang terikat sumpah terpaksa menuruti permintaannya. Sebagai putra yang berbakti, Rama pun menjalani dengan ikhlas. Sita mengikuti suaminya diiringi adiknya, Laksmana, untuk memulai hidup di hutan.

Dalam Adiparwa dikisahkan secara singkat bahwa Dewabrata atau Bisma dicalonkan sebagai raja pengganti Prabu Santanu sebagai pewaris takhta Hastinapura.

Namun, beberapa tahun kemudian, Santanu jatuh cinta pada puteri nelayan, Setyawati. Ayahnya mengizinkan asalkan keturunan puterinyalah yang diberikan hak atas takhta Hastinapura.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun