"Tania. Ini rumahmu. Mobil itu juga milikmu. Keduanya pemberian ayahmu, pak Wira," kataku masih memeluknya. Ia terkejut di sela tangisnya.
"Kamu bohong!" suaranya diperkeras di sela tangisnya, "Kata mama, papa sudah bangkrut."
"Tidak. Papamu pekerja keras di samping takdirnya memang harus kaya. Beliau bisa bangkit lagi dari keterpurukan. Justru mamamu yang malah nggak berhasil mengembangkan usaha kendati ilmunya telah diperoleh dari papamu."
Ia tidak menjawab. Wajahnya tetap bersungut-sungut seolah kesal terhadap aturanku.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!