Bayangin saja, Inu itu seorang polisi anggota Reskrim berpangkat Inspektur Satu (Iptu). Jabatannya Kepala Unit atau Kanit. Dia punya beberapa anak buah. Ia cukup disegani anak buahnya. Ia juga type cowok yang sombong. Itu terlihat dari raut wajahnya yang kalem dan jarang tersenyum.
Tapi di hadapan Amanda? Semuanya hilang. Ia menjadi pribadi yang culun, menjadi pribadi yang menghiba-hiba. Menjadi pribadi yang rapuh.
''Kita seperti kemarin-kemarin ya?'', rayu Inu.
Kaki kanan Amanda menginjak tanah. Ia menggambar bulatan-bulatan dengan ujung sepatunya.
''Saya kesepian lhoh, tak ada wasap dari kamu, tak ada telepon dari kamu, tak ada komen-komen kamu di facebookku. Tak ada...''.
Amanda semakin membuang muka. Ia sangat sedih mendengar pengakuan dari Inu. Ia ingin menangis saat ini juga. Tapi ia tahan sekuat tenaga.
Sebetulnya, apa yang diutarakan Inu barusan, sama persis dengan apa yang terjadi di dalam hatinya. Gaduh riuh dengan rindu yang membuncah. Sebagian dunianya telah hilang. Tapi gadis modis dengan rambut kruwel-kruwel kemarin itu, telah mengganggunya. Telah membuat hatinya terluka.
Ia harus menjauhi Inu yang bukan siapa-siapanya. Baginya, Inu hanyalah seorang sahabat yang baik. Seorang narasumber yang penuh perhatian. Tak lebih.
Jauh di lubuk hatinya, ia ingin menjadikan Inu miliknya, kekasihnya. Tapi itu tidak mungkin, sangat tidak mungkin. Inu tidak pernah menyatakan perasaannya.
Senyum Inu yang pelit, wajah Inu yang jarang tertawa, telah membuat hati Amanda meleleh. Ia hanyut dalam sapaan Inu kala itu.
Senja ini, semuanya harus berakhir. Ia harus menjauhi Inu, kalau tidak ingin hatinya berkeping-keping. Tapi pengakuan Inu barusan? Merasa kesepian tanpa ada telepon dari dirinya? Olalaaa...