Mohon tunggu...
NaBe
NaBe Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Sedang doyan berfikir aneh

Berkhayal indah memang enak dan jadi pemenang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak Jokowi Marah, Curhat, atau Tepo?

3 Juli 2020   16:15 Diperbarui: 3 Juli 2020   16:15 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
fotografer yunandri agus

Jokowi jengkel, itulah yang terkesan saat pidato politiknya di depan para menteri-menteri yang di pilihnya.

Para menteri tersebut terpilih menjadi pembantu Presiden karena di anggap mempunyai kehebatan yang mampu menyelesaikan masalah bangsa ini.

Pidato Presiden yang terjadi pada tanggal delapan belas juni dua ribu dua puluh itu akhirnya di sebarkan melalui internet ketika tanggal dua puluh delapan juni dua ribu dua puluh.

Kehebohan pun terjadi di dunia nyata. Masyarakat pemerhati situasi politik Indonesia mempunyai komentar yang beragam. Ada yang punya komentar bahwa Presiden Jokowi marah karena pekerjaan menterinya belum sempurna. Ada yang punya komentar bahwa Presiden Jokowi marah karena sedang akting.

Para menteri di pilih dan di ganti oleh presiden tanpa harus ada persetujuan dari lembaga lain seperti dewan perwakilan rakyat. Ini di sebabkan oleh peraturan yang ada dan campur tangan diam-diam dari kader partai politik.

Para petinggi partai politik ingin kadernya terlibat dalam kabinet yang di pimpin oleh Presiden Jokowi agar ada kontribusi untuk negara dan bangsa. Percaya deh.

Ketika kader politik ikut sebagai pembantu presiden maka kader tersebut akan berusaha keras untuk menjadi yang terbaik. Namun dalam kenyataannya ada beberapa kader partai politik yang justru menjadi bibit masalah bagi kabinet Presiden Jokowi.

Bisa dilihat di media berita tentang beberapa kader politik yang terbukti melakukan tindak korupsi hingga merugikan negara sampai jumlah sangat besar.

Dan ada pula yang membuat kecewa presiden yaitu kinerja beberapa menteri yang terkesan lambat sehingga membuat masalah negara tidak berkurang tapi semakin rumit.

Padahal para menteri di berikan gaji dan fasilitas yang wah-wah. Banyak rakyat biasa yang geleng-geleng takjub saat mengetahui balas jasa yang di berikan untuk menteri itu.

Tapi balas jasa yang besar belum tentu menjadi alasan yang mampu menciptakan etos kerja yang bagus. Buktinya para menteri itu mendengar suara hati Presiden Jokowi yang terdengar tidak merdu.

Bahasa mulut dan bahasa tubuh dari Presiden Jokowi yang menginginkan terjadi perubahan cara kerja sampai akan terjadi pergantian menteri menggambarkan bahwa orang nomor satu di Indonesia itu sangat kecewa dengan rekan kerjanya.

Kalau di bayangkan secara sederhana adalah seorang asisten rumah tangga tidak mampu memuaskan sang majikan karena di anggap lalai dalam melaksanakan perintah juragan.

Dengan gaji yang di anggap wajar oleh si pemilik rumah kemudian diterima oleh asisten rumah tangga sesuai kesepakataan bersama. Maka terjadilah perjanjian kerjasama untuk menyelesaikan masalah di rumah tersebut di bidang kebersihan.

Kemudian pada suatu hari timbulah masalah karena cara kerja asisten itu tidak sesuai dengan perjanjian di awal kerja. Pertama sang majikan melihat hasil pekerjaan pembantunya tidak maksimal, entah si asisten yang salah menerjemahkan perintah dari atas atau  kedua ada alasan lain yaitu cerita bekerja di tempat lain lebih enak karena bisa kerja santai dan bergaji besar.

Kedua cerita di atas memang sama-sama menyebalkan namun yang paling sakit hati untuk para majikan ada alasan nomor dua karena sang majikan sudah memberikan balas jasa yang sesuai perjanjian awal kerja.

Kalau  begini kejadiannya maka mau tak mau sang majikan perlu melakukan pergantian asisten dengan kualitas sesuai pemilik rumah. Pergantian harus segera terjadi agar tidak menjadi masalah besar di masa depan.

Bisa saja kisah di atas terjadi pula di kabinet Presiden Jokowi.  Ada menteri yang salah mengartikan maksud atasnya atau ada menteri yang merasa tidak nyaman untuk bekerjasama dengan Presiden Jokowi.

Walau balas jasa yang di terima terlihat sangat wah-wah tapi di sana ada sesak di hati para menteri karena perintah Presiden Jokowi sangat berat di kerjakan.

Wajar pak Jokowi menawarkan suatu usulan untuk bisa melahirkan aturan baru yang mampu meringankan beban kerja para menteri. Tapi mungkin ada masalah yang hanya di ketahui oleh menteri itu sendiri. Misalkan menteri tersebut mempunyai hutang jasa kepada partai politik.

Bagi Presiden Jokowi yang paling penting adalah hasil pekerjaan yang sempurna sesuai dengan perjanjian di awal kerja, supaya rakyat merasa hidup bahagia.

Dan ada rahasia di setiap individu bahwa hasil kerja yang sempurna akan melahirkan persepsi yang positif. Semua insan akan berusaha sekuat tenaga untuk menghasilkan prestasi sehingga hasil karyanya bisa di nilai dengan angka bagus.

Bagi pemimpin negara manapun memang berhak untuk mengeluarkan unek-unek agar mencambuk rekan kerjanya untuk mampu berbuat yang terbaik bagi negara dan pimpinannya.

Siapapun presidennya perlu untuk  curhat (curahan hati) dan tepo (tebar pesona) agar situasi politik negaranya bisa terkendali. Saya juga akan melakukan sikap yang sama jika jadi presiden. Awas nih hehe.

Tindakan curhat dan tepo pasti di lakukan oleh setiap manusia apalagi saat jatuh cinta. Tapi bagi politisi prilaku curhat dan tepo di lakukan juga untuk cinta.

Cinta kepada negara. Cinta kepada keluarga. Cinta kepada teman. Cinta kepada kelompok. Cinta kepada tahta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun