Mohon tunggu...
NaBe
NaBe Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Sedang doyan berfikir aneh

Berkhayal indah memang enak dan jadi pemenang

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Pengungsi Hijrah

3 Mei 2020   07:30 Diperbarui: 3 Mei 2020   07:40 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
fotografer yunandri agus

          Biasanya di saat bulan ramadhan yang di sebut juga bulan puasa, para penduduk kota kembali pulang ke kampung.

          Tujuan pulang kampung atau yang di kenal dengan sebutan mudik, para warga kota bertujuan untuk melepas kerinduan kepada saudara dan orang tua di kampung.

          Mudik yang terjadi saat bulan puasa atau terjadi beberapa jam sebelum hari raya Idul fitri di lakukan karena pada saat itu para murid sekolah mengalami libur besar sekitar tiga puluh hari.

          Dan bagi orang tua murid mudik di lakukan setelah ada keputusan cuti hari raya lebaran dari pihak perusahaan.

          Sampai di kampung para pemudik bersilahturahmi dengan kenangan jaman lampau.

          Makanya para pemudik bisa keliling kampung bertegur sapa dengan kerabat dan tetangga lama sambil melihat pemandangan alam yang indah.

          Ada hal yang tidak terlihat ketika proses mudik terjadi yaitu adanya perpindahan jumlah uang yang lumayan besar dari kota ke desa.

          Para pemudik membawa uang ke kampung untuk di bagi-bagikan ke orang tersayang dan menjadi alat pembayaran ketika di udik.

          Para pemudik secara sadar atau tersembunyi mencoba membuktikan kepada lingkungan di sana bahwa mereka menjadi manusia sukses.

          Melalui cara membagikan hadiah seperti baju dan memberikan uang para pemudik memberitakan bahwa mereka punya uang banyak sehingga tidak akan menjadi bahan ejekan di kampung.

          Jika ada ejekan di kampung maka secara halus para pemudik bisa tersingkir dari pergaulan.

          Warga kampung tidak perlu tahu seratus persen tentang bagaimana hidup keras di kota besar seperti jakarta.

          Para pemudik cukup berbicara sedikit dengan humor agar warga kampung tidak berfikir kritis tentang proses pengumpulan kekayaan saat di perantauan.

          Warga desa atau penduduk yang berasal dari kota kecil merantau ke kota besar seperti Jakarta punya tujuan utama yaitu mengumpul uang sebanyak banyaknya.

          Mereka pindah ke kota besar akibat tekanan ekonomi di desa dan mimpi indah untuk merubah nasib menjadi lebih baik.

          Keterampilan yang di bawa dari desa ke kota berbentuk apa adanya. Seperti mencangkul dan pekerjaan rumah tangga. Makanya banyak perantauan bekerja di sektor non formal seperti kuli bangunan dan pembantu rumah tangga.

          Namun ada juga yang sukses berwirausaha sebagai pemilik warung makan seperti orang Sumatera barat dan orang Tegal.

          Mereka mempunyai keahlian di bidang kuliner dan mendapatan sokongan dana dari pihak keluarga dengan cara menjual sawah di kampung.

          Untuk bisa sukses di kota besar ternyata harus pula mempunyai hubungan dekat seperti saudara atau tetangga yang sudah lebih dulu mapan di sana.

          Para kerabat ini berfungsi sebagai penuntun yang memberi ilmu agar perantau menjadi orang sukses.

          Tapi tidak semua mimpi menjadi kenyataan.

          Ada juga mereka yang gagal bekerja bagus di perantauan akhirnya dengan terpaksa bekerja apa pun yang penting bisa hidup.

          Menjadi pemulung atau pengemis mereka lakukan dan dari cerita yang saya dengar ada yang tetap miskin namun ada pula yang menjadi kaya di kampung asal.

          Ada juga para perantauan yang sangat terpaksa bekerja dengan label penyakit masyarakat.

          Hal ini di lakukan karena mereka gagal mendapatkan pekerjaan yang lebih baik akibat pendidikan yang rendah dan kepastian perjalanan hidup yang telah di tulis saat di rahim.

          Ada yang berbeda pada saat musim mudik di Ramadan 2020 yaitu dengan cara halus pemerintah pusat dan di ikuti pemerintah provinsi memberikan usulan agar jangan mudik dulu akibat wabah covid19.

          Tujuannya adalah agar jumlah korban corona atau manusia positif covid19 tidak bertambah.

          Para perantau yang mudik juga punya alasan tentang pulang kampung karena pabrik dan toko tempat mereka bekerja harus tutup agar penyebaran wabah korona tidak meluas.

          Karena terkena imbas wabah ini para pengusaha menghentikan  kegiatan ekonomi secara mandiri atau secara paksa dari pemerintah daerah.

          Menjadi pengangguran memang tidak enak karena tidak punya uang dan kosong kegiatan yang bisa membuat tekanan mental.

          Cerita ini juga terjadi pada perantauan luar negeri yang terpaksa mudik ke negara Indonesia akibat PHK.

          Jalan terakhir yang di pikirkan para perantauan adalah pulang kampung dengan harapan bisa menghilang rasa gelisah berubah menjadi rasa bahagia.

          Di kampung, para perantau merasa ongkos hidup di desa lebih murah di bandingkan tinggal di kota besar.

          Di perantauan sikap manusia keras sedangkan di desa masih ada tata krama lama yang terpelihara.

          Menurut saya, saat ini sebenarnya tidak terjadi arus pulang kampung atau mudik, melainkan sedang terjadi proses pengungsian warga dari daerah berwabah mematikan dengan situasi ekonomi yang terpuruk menuju wilayah yang aman.

          Sebutan yang cocok untuk mereka adalah pengungsi hijrah.

          Mengungsi adalah hak asasi manusia namun jika tindakannya hanya memindahkan masalah ke tempat baru, sikap seperti ini memang harus di tentang.

          Karena sikap hijrah seperti itu tidak menghentikan masalah tapi menambah beban untuk masyarakat.

          Jalan keluar dari masalah seperti ini di mulai dari edukasi dan tindakan tegas kepada masyarakat tentang hijrah yang mereka lakukan.

          Paling penting juga adalah semangat pemerintah pusat di bawah pimpinan Bapak Jokowi yang jangan melemah.

          Dengan semangat yang kuat saya yakin bangsa Indonesia mampu menjadi pemenang dari wabah dan krisis ekonomi yang sedang hinggap di Nusantara.

          Tetap waras dan jangan panik juga terus belajar bersama untuk mencari jalan keluar yang benar adalah sikap terpuji.

          Jayalah Indonesia kita!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun