Menjadi pemulung atau pengemis mereka lakukan dan dari cerita yang saya dengar ada yang tetap miskin namun ada pula yang menjadi kaya di kampung asal.
     Ada juga para perantauan yang sangat terpaksa bekerja dengan label penyakit masyarakat.
     Hal ini di lakukan karena mereka gagal mendapatkan pekerjaan yang lebih baik akibat pendidikan yang rendah dan kepastian perjalanan hidup yang telah di tulis saat di rahim.
     Ada yang berbeda pada saat musim mudik di Ramadan 2020 yaitu dengan cara halus pemerintah pusat dan di ikuti pemerintah provinsi memberikan usulan agar jangan mudik dulu akibat wabah covid19.
     Tujuannya adalah agar jumlah korban corona atau manusia positif covid19 tidak bertambah.
     Para perantau yang mudik juga punya alasan tentang pulang kampung karena pabrik dan toko tempat mereka bekerja harus tutup agar penyebaran wabah korona tidak meluas.
     Karena terkena imbas wabah ini para pengusaha menghentikan  kegiatan ekonomi secara mandiri atau secara paksa dari pemerintah daerah.
     Menjadi pengangguran memang tidak enak karena tidak punya uang dan kosong kegiatan yang bisa membuat tekanan mental.
     Cerita ini juga terjadi pada perantauan luar negeri yang terpaksa mudik ke negara Indonesia akibat PHK.
     Jalan terakhir yang di pikirkan para perantauan adalah pulang kampung dengan harapan bisa menghilang rasa gelisah berubah menjadi rasa bahagia.
     Di kampung, para perantau merasa ongkos hidup di desa lebih murah di bandingkan tinggal di kota besar.