Saya diam menunggu mulut monyongnya bergerak.
Si bos menatap saya dengan muka bingung.
Saya kenal sama sikap si bos. Saya sudah tiga tahun kerja sama dia. Orangnya baik walau kami punya perbedaan dari status sosial termasuk beda bentuk wajah dan lain cara beribadah.
Selama kerja sama dia, saya jarang kena omel karena kalau si bos pusing paling di bakar tembakau di ruang pribadinya.
Tapi sudah enam bulan ini si bos selalu curhat ke saya.
Katanya kalau hidup saya lebih susah dari hari ini bagaimana? Saya diam doang karena belum punya jawaban.
Pernah sih sekali kasih si bos jawaban tapi si bos balas bicara dengan nada ngejek bahwa dia juga tahu cara seperti itu.
Kerja keras dan doa tiada henti adalah syarat menjadi manusia sukses.
Si bos bosan dengar slogan seperti itu.
Bagi dia saat ini untuk menjadi manusia sukses harus punya banyak informasi menuju Roma.
Mendengar curahan hati si bos sepertinya dia takut jika esok hari hidupnya kembali ke titik nol alias kembali hidup jadi orang miskin.