Mohon tunggu...
Nandika Alpianda
Nandika Alpianda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FISIP UPN Veteran Jakarta

-

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menguak Polemik Penyalahgunaan KJP Plus

26 Juni 2021   20:44 Diperbarui: 28 Juni 2021   13:32 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: Merdeka.com/Iqbal S Nugroho

Saat Presiden Jokowi masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, ia memiliki salah satu program dalam bidang pendidikan yang diberi nama Kartu Jakarta Pintar (KJP). Kartu ini ditujukan kepada siswa sekolah berumur 6-21 tahun yang kurang mampu.

Bagi pemegang kartu ini, mereka berhak mendapatkan beragam fasilitas, salah satunya dalam bentuk dana untuk dibelikan keperluan sekolah, serta penambahan dana untuk membayar SPP.

Pada periode Gubernur Anies Baswedan, KJP berubah nama menjadi KJP Plus. Meski mengalami perubahan pada nama, tujuan dari kartu itu masih sama seperti sebelumnya. Hanya saja, ada beberapa penambahan dari segi fasilitas dan fitur. Penambahannya cukup signifikan, salah satunya adalah jumlah bantuan dana yang bertambah. 

Selain itu, perubahan yang sangat berbeda terletak pada cara penggunaan kartu tersebut. Saat masih bernama KJP, kartu ini  merupakan kartu elektronik dan hanya bisa melakukan transaksi dengan non tunai. Saat berubah menjadi KJP Plus, kartu ini bisa untuk menarik tunai. 

Perubahan penggunaan inilah yang akhirnya memunculkan permasalahan di tengah masyarakat. 

Seringkali penggunaannya menyimpang dari jalur yang benar, dengan menggunakan dana pemberian tersebut untuk hal di luar kegunaan awal dari kartu ini. Baik dari pihak pemegang dan pihak pencairnya, sama-sama melakukan sesuatu yang semestinya tidak dilakukan.

Pihak Keluarga Ikut Terlibat

Kami berkesempatan berbicara dengan salah satu siswa yang pernah melakukan praktik buruk ini. Melalui aplikasi pesan instan, siswa ini bersedia menjelaskan cara-caranya, namun dengan merahasiakan namanya. 

"Saya pernah melakukan gesek tunai untuk mencairkan uang pada suatu toko," ketiknya di balon percakapan yang berbeda. 

Menurutnya, bentuk dari penyalahgunaan penggunaan tersebut bisa berupa pembelian barang yang tidak seharusnya dibeli dan juga dalam bentuk pencairan uang. "Ada juga kasus bahwa dana KJP digunakan untuk membeli emas dan perhiasan." 

Dana KJP yang digunakan untuk membeli perhiasan itu umumnya dilakukan oleh orangtua atau wali murid yang masih memegang kartu milik anaknya. Biasanya terjadi pada siswa SD atau SMP.

Ketika memasuki SMA, oknumnya dipindahtangankan menjadi siswa itu sendiri karena sudah mengerti mekanisme dan penggunaannya. 

Sama halnya dengan laporan dari Merdeka, dimana orangtua banyak yang memanfaatkan pencairan tersebut untuk keperluan lain. Melalui dalih untuk kebutuhan anak juga, para orangtua acap kali memanfaatkan celah tersebut.

Kongkalikong Antar Penjual dan Pembeli

Mengenai keterlibatan toko, siswa yang kami wawancarai memberikan kesaksian yang serupa dengan sumber kami yang lain. Sumber ini berasal dari pegawai toko di Palmerah, Jakarta Barat yang melakukan pencairan dana dari KJP

"Biasanya, sih, anak-anak sekolah dateng terus langsung ngomong aja gitu mau nyairin KJP. Saya tanya mau nyairin berapa, nanti tinggal saya kasih struk bukti pembeliannya sesuai nominal yg dia minta," imbuh pegawai toko tersebut. 

Terkadang, ada yang meminta dibuatkan nota dengan stempel. Mau tidak mau, pegawai harus mengikuti keinginan pembeli. Di nota tersebut, penjual biasanya memberi keterangan fiktif itu berupa pembelian sepatu.

Menurutnya, toko tempatnya bekerja sudah lama melayani pembayaran melalui KJP.. Terhitung sejak pertama kali pemerintah mengeluarkan program pendidikan ini, kebanyakan siswa SMP dan SMA yang melakukan transaksi. 

Ketika ditanya mengapa tokonya tetap melayani anak-anak sekolah yang bertransaksi secara pribadi, ia menjawab, "Ya gimana lagi, Mas. Toko perlu pemasukan, ya, pasti kita layani." 

Menurutnya, ada sekitar belasan siswa tiap minggunya yang melakukan pencairan. Siswa tinggal datang dan mengatakan kalau mau mencairkan. 

Raup Dana Ilegal Demi Keuntungan

Dari hasil transaksi fiktif ini, toko akan mendapatkan keuntungan yang mereka anggap sebagai "biaya administrasi" pencairan. 

Contohnya ketika melakukan pencairan saldo sebanyak Rp.100.000, maka siswa y akan mendapatkan Rp.95.000, sedangkan pihak toko mendapatkan untung Rp.5.000 dan keuntungan tersebut akan menjadi keuntungan toko. 

Ketika ditanya apakah pemilik toko mengetahui soal praktik ini, ia menjelaskan bahwa arahan ini memang datangnya dari pemilik toko. 

"Soalnya emang arahan dari pemilik toko juga buat melayani transaksi ini. Jadi, ya, keuntungannya jadi pemasukan toko juga," jelasnya. 

Awalnya toko tersebut melakukan transaksi ini secara diam-diam karena takut tertimpa masalah dari pemerintah, namun karena semakin ramai siswa yang mencairkan KJP di toko ini, para karyawan pun terbiasa juga. 

Ada yang Pernah Tertangkap Basah

Pegawai toko ini bercerita kalau pernah beberapa kali melihat siswa tertangkap oleh pihak sekolah atau kelurahan saat melakukan pencairan ini.

Apabila tertangkap, kartu KJP milik siswa akan dipatahkan di tempat meskipun tetap lebih banyak yang dilaporkan terlebih dahulu ke orangtua atau gurunya. 

Pihak toko sendiri mengaku tidak pernah kena masalah dari pihak manapun. Mereka juga menganggap kalau transaksi ini sah dan tidak menyalahi aturan apapun. 

"Kami, sih, dari pihak tokonya merasa sah-sah saja melayani transaksi ini karena emang namanya usaha pasti butuh pemasukan sih, Mas."

Pihak Sekolah Tidak Tahu Menahu

Meski menurut pengakuan sumber kami dari pihak toko menyebutkan kalau siswa yang tertangkap salah satunya dilaporkan ke pihak guru, sumber kami dari pihak sekolah mengatakan hal yang berseberangan.

Suhendra, tata usaha bagian KJP dan PIP SMPN 16 Jakarta, mengatakan bahwa tidak pernah ada kasus tentang penyalahgunaan KJP dari siswa sekolah tersebut. 

Namun, ia pernah mendengar desas-desus tentang penyalahgunaan KJP melalui media elektronik. 

"Pernah denger melalui media elektronik yang KJPnya digadaikan demi mendapatkan pinjaman. Untuk dihentikan atau tidaknya, saya gak terlalu mengikuti beritanya." 

Menurutnya, semua kegiatan dari transaksi yang dilakukan melalui KJP tersebut akan terlacak oleh pihak bank. 

"Bank yang digunakan itu Bank DKI. Kayaknya semua transaksi yang dilakukan melalui kartu tersebut terlacak," katanya sembari menutup percakapan.

***

Pada dasarnya, semua kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, pasti akan terasa menjadi sesuatu yang biasa. Begitu pula dengan praktik illegal ini.

Menurut Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2018 Pasal 33 dan Pasal 35 tentang pelanggaran dan sanksi penyalahgunaan KJP, orangtua yang terlibat dalam pencairan KJP akan mendapatkan sanksi yang sesuai dengan peraturan tersebut. 

Saat laporan investigasi kami ini tayang, praktik ilegal ini masih menjamur di tiap sudut kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun