Dana KJP yang digunakan untuk membeli perhiasan itu umumnya dilakukan oleh orangtua atau wali murid yang masih memegang kartu milik anaknya. Biasanya terjadi pada siswa SD atau SMP.
Ketika memasuki SMA, oknumnya dipindahtangankan menjadi siswa itu sendiri karena sudah mengerti mekanisme dan penggunaannya.Â
Sama halnya dengan laporan dari Merdeka, dimana orangtua banyak yang memanfaatkan pencairan tersebut untuk keperluan lain. Melalui dalih untuk kebutuhan anak juga, para orangtua acap kali memanfaatkan celah tersebut.
Kongkalikong Antar Penjual dan Pembeli
Mengenai keterlibatan toko, siswa yang kami wawancarai memberikan kesaksian yang serupa dengan sumber kami yang lain. Sumber ini berasal dari pegawai toko di Palmerah, Jakarta Barat yang melakukan pencairan dana dari KJP
"Biasanya, sih, anak-anak sekolah dateng terus langsung ngomong aja gitu mau nyairin KJP. Saya tanya mau nyairin berapa, nanti tinggal saya kasih struk bukti pembeliannya sesuai nominal yg dia minta," imbuh pegawai toko tersebut.Â
Terkadang, ada yang meminta dibuatkan nota dengan stempel. Mau tidak mau, pegawai harus mengikuti keinginan pembeli. Di nota tersebut, penjual biasanya memberi keterangan fiktif itu berupa pembelian sepatu.
Menurutnya, toko tempatnya bekerja sudah lama melayani pembayaran melalui KJP.. Terhitung sejak pertama kali pemerintah mengeluarkan program pendidikan ini, kebanyakan siswa SMP dan SMA yang melakukan transaksi.Â
Ketika ditanya mengapa tokonya tetap melayani anak-anak sekolah yang bertransaksi secara pribadi, ia menjawab, "Ya gimana lagi, Mas. Toko perlu pemasukan, ya, pasti kita layani."Â
Menurutnya, ada sekitar belasan siswa tiap minggunya yang melakukan pencairan. Siswa tinggal datang dan mengatakan kalau mau mencairkan.Â
Raup Dana Ilegal Demi Keuntungan