Mohon tunggu...
M Ali Fernandez
M Ali Fernandez Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat Konsultan Hukum

S1 Hukum Pidana UIN Jakarta (Skripsi Terkait Tindak Pidana Korupsi) S2 Hukum Pidana Program Pasca UMJ (Tesis Terkait Tindak Pidana Pencucian Uang) Konsultan Hukum/Lawyer (081383724254) Motto : Yakusa

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Belajar Kebenaran Dari Pipit Haryanti

1 Februari 2023   17:34 Diperbarui: 1 Februari 2023   20:16 2235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sidang Pipit Haryanti 

 

Oleh : Muhammad Ali Fernandez

PIPIT HARYANTI, Ya, Pipit Haryanti. Yang kerap dipanggil Bunda oleh warga masyarakatnya. Pipit Haryanti mencalonkan diri sebagai Kepala Desa Lambangsari, Desa tempat kelahirannya. Menurut informasi, dengan bekal modal seadanya berhasil memenangkan pemilihan Kepala Desa Lambangsari. Singkat cerita, kepemimpinan beliau dianggap berhasil dan sukses.

Dengan modal pengelolaan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDES) yang baik, transparan, dengan melibatkan peran serta dari masyarakat mulai dari perencanaan anggaran dan pelaksanaan anggaran serta mengumumkannya melalui spanduk banner, melalui media sosial dan melalui pelaporan setiap kegiatan, akhirnya Desa Lambangsari berhasil meraih beberapa penghargaan yaitu antara lain :

1. Membawa Desa Lambangsari sebagai desa yang berpredikat maju dan mendapatkan pencapaian status tertinggi yaitu menjadi Desa Mandiri.

2. Penghargaan Piagam Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, sebagai Peran Desa Dalam Pembangunan yang Responsif Gender Tahun 2019. (Tahun 2019

3. Penghargaan sebagai Desa Juara se-Jawa Barat, Desa Lambangsari mendapatkan penghargaan sebuah mobil Maskara dan uang tunai sebesar Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah). (Tahun 2019)

4. Penghargaan Piagam Kerjasama Dukungan dan Dedikasi pada Program Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Wilayah Kecamatan Tambun Selatan. (Tahun 2019

5. Penghargaan Sertfikat Aksi Nasional Pencegahan Korupsi KPK, sebagai Apresiasi atas Praktik Baik Pencegahan Korupsi tanggal 26 Agustus 2020, yang ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri. (Tahun 2020

6. Penghargaan Piagam Aditya Karya Mahatva Yodha Bupati Bekasi, sebagai Pembina Umum Karang Taruna Desa/Kelurahan Teladan Tingkat Kabupaten Bekasi. (Tahun 2021

7. Piagam Penghargaan Bapenda Kabupaten Bekasi Rangking 3 Desa Lambangsari atas peran aktifnya dalam pemungutan dan pengelolaan PBB-P2 tahun 2021. (Tahun 2021)

8. Piagam Penghargaan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia, sebagai Lencana Desa Mandiri atas Komitmen dan Kerja dalam Mewujudkan Desa Mandiri. (Tahun 2021)

9. Penghargaan Desa Digital se Jawa Barat, Desa Lambangsari mendapatkan fasilitas Tower Internet ditambah Suplay Internet. (Tahun 2021)

Pipit Haryanti, adalah Kepala Desa yang cukup berprestasi. Pipit Haryanti  rela mengabdikan diri, pulang kampung ke daerahnya. Berjuang membangung daerahnya. 

Sayang di bulan Agustus 2022, kabar tidak menyenangkan datang. Beliau yang dikenal lurus dan cukup bersih, terpeleset dugaan korupsi. Kejaksaan Negeri Bekasi memeriksa, lalu kemudian menetapkan Pipit Haryanti sebagai Tersangka dugaan tindak pidana korupsi. Sangkaannya tidak main-main, melakukan pungutan liar (pungli) Dana PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap) total sebesar Rp. 466.000.000,-. Alhasil, Pipit Haryanti, ditahan Kejaksaan sejak tahun 2 Agustus 2022.

Saya yang dihubungi keluarga cukup kaget. Bersama Kanda Andi Syafrani, SH., MCCL., Pengacara Senior yang pernah menjadi Pengacara Pasangan Calon Presiden/Wakil Presiden Joko Widodo/Kyai H. Ma'ruf Amin di Mahkamah Konstitusi, kita menyelenggarakan meeting, melakukan investigasi dan penelitian singkat mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Di temani Pak Bambang, Pengacara Senior di Wilayah Bekasi, kami semakin menemukan situasi yang sebenarnya. Persoalan semakin jelas tergambarkan. Kami berkeyakinan, ada kekeliruan dalam penegakkan hukum kali ini. Kami memutuskan bersepakat, bersama-sama membela Kak Pipit Haryanti, dipersidangan tindak pidana korupsi Bandung, secara probono. Ya, secara probono, secara cuma-cuma.

PROGRAM PTSL

Pipit Haryanti, diduga melakukan pungutan liar terhadap dana PTSL. Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap diatur oleh Presiden Jokowi untuk mempercepat program sertifikasi tanah masal bagi masyarakat. Untuk pembiayaannya diatur melalui Surat Keputusan Bersama 3 (Tiga) Menteri yaitu dalam hal tidak ditanggung oleh negara, untuk wilayah Jawa dan Bali dapat dikenakan biaya sebesar Rp.150.000,-/Pemohon sampai maksimal diwilayah Indonesia Timur sebesar Rp.450.000,-.

Dalam kasus Pipit Haryanti, iuran yang diambil sebesar Rp.400.000,-/Pemohon. Kami telah pelajari, bahwa biaya Rp.400.000,- BUKANLAH diputuskan oleh Kepala Desa Pipit Haryanti, SEI., melainkan melalui mekanisme musyawarah mufakat antara Koordinator PTSL, RT, RW, Dusun, LKD, BPD, dalam suatu rapat sosialisasi, tanggal 19 Agustus 2021, di Desa Lambangsari. BPN Kabupaten Bekasi yang waktu itu hadir juga tidak melarang hal tersebut.

Pada awal rapat, Kepala Desa Pipit Haryanti, menegaskan bahwa biaya PTSL sebesar Rp. 150.000,-. Tidak boleh lebih dari Rp.150.000,-. Namun, RT, RW, Dusun dan seluruh pihak yang hadir yang nota bene akan dilibatkan dalam program PTSL merasa keberatan dengan biaya sebesar itu. Menurut mereka, biaya Rp.150.000,- tidak akan menutupi kebutuhan operasional dilapangan. Sebagian besar membandingkan bahwa biaya untuk sertifikasi tanah masal tahun 2017-2018, berupa program PRONA atau LARASITA membutuhkan biaya sebesar Rp.2.500.000 s.d Rp.3.000.000,- per Pemohon. Jika dahulu membutuhkan biaya jutaan, bagaimana mungkin sekarang cukup hanya dengan Rp.150.000,-? Ada yang menyatakan agar biaya yang ditetapkan sebesar 1 juta rupiah, 1,5 juta rupiah. Kurang lebih begitulah perdebatan berlangsung.

Akhirnya, Koordinator PTSL menawarkan biaya Rp.400.000,- berpatokan pada biaya PTSL didaerah Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Pemerintah Daerah Kabupaten Pati menetapkan biaya PTSL Rp.400.000,- untuk setiap Pemohon melalui Peraturan Bupati Pati Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Di Kabupaten Pati Jo. Peraturan Bupati Pati Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Pati Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap Di Kabupaten Pati. Akhirnya seluruh peserta yang hadir SETUJU dengan biaya tersebut. Selanjutnya mereka melakukan sosialisasi ke masyarakat dan menginformasikan mengenai persyarakat PTSL dan biayanya. Alhasil, ada sekitar 1100-an peserta (menurut Jaksa 1176, sementara berdasarkah keterangan saksi 1106).

Pertanyaan yang muncul dari uraian diatas adalah :  

PERTAMA, kenapa RT, RW, Dusun, BPD, LKD dilibatkan dalam proses PTSL? Bukankah bisa langsung masyarakat datang ke BPN dengan membawa berkas? Atau langsung datang ke loket Desa setempat?

Berdasarkan fakta dipersidangan diketahui untuk program PTSL membutuhkan bantuan RT, RW, Dusun karena program yang luas, pemberkasan yang rumit dan target waktu yang mepet. Sehingga membutuhkan Tim yang banyak. Untuk melengkapi syarat formulir dan dokumen keterangan tanah (sporadik), penginputan data, pendampingan pengukuran, penyerahan dokumen, bahkan untuk serah terima sertifikat masih melibatkan Desa Lambangsari. Program PTSL itu melibatkan orang yang banyak, waktu yang sempit namun target yang tinggi. Dalam persidangan diketahui setidaknya ada beberapa proses sebelum sertifikat itu jadi.

1. Pendaftaran di RT atau RW setempat dengan membawa berkas dan kelengkapan formulir.

2. RT, RW membawa berkas tersebut ke basecampe Desa untuk diteliti oleh petugas inputer dan petugas honorer BPN Kabupaten Bekasi yang in charge (tanggung jawab) di Desa Lambangsari.

3. Setelah dianggap lengkap, RW/RW kembali ke wilayah masing untuk melengkapi formulir yang dibutuhkan. RT, RW berkomunikasi dengan masing-masing Pemohon untuk melengkapi berkas.

4. Setelah itu Desa menyiapkan serangkaian dokumen yaitu surat permohonan tidak sengketa, surat keterangan riwayat tanah, surat keterangan alas hak (surat keterangan jual beli, surat keterangan hibah, surat keterangan ahli waris) untuk menegaskan cara perolehan tanah. Surat ini dibuat oleh Kepala Desa.

5. Inputer dan Honorer mengecek berkas kembali kemudian memasukkan dalam data.

6. Setelah itu menyetorkan data ke basecamp BPN Kabupaten Bekasi di Delta Mas.

7. BPN Kabupaten Bekasi melakukan input ke data base dan dilakukan penelitian kembali.

8. Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap tanah masing-masing. Petugas pengukuran BPN didampingi oleh RT, RW, Dusun melakukan pengukuran di wilayah masing-masing.

9. Berkas dibawa lagi ke BPN untuk diproses menjadi sertifikat tanah. Jika ada dokumen yang belum lengkap atau kurang, maka RT dan/atau RW atau Koordinator PTSL ke BPN Kabupaten Desa untuk berkoordinasi. Ini dilakukan berulang-ulang.

Khusus surat keterangan tidak sengketa dan keterangan riwayat tanah, Desa diberikan tanggungjawab untuk melengkapi dokumen tersebut sebagaimana standar PPAT/Notaris membuat Akta Jual Beli, Akta Hibah, Akta Waris. Itu merupakan pekerjaan lumayan rumit karena setidaknya harus melakukan pengecekan terhadap fisik tanah dan dokumen awal. Tidak bisa seseorang yang tidak menguasai fisik tanah dan/atau tidak memiliki dokumen apapun bisa mengajukan program PTSL. 

Berdasarkan uraian diatas, jelas bahwa RT, RW, Dusun harus dan wajib dilibatkan dalam program besar ini karena merekalah yang mengetahui riwayat kepemilikan tanah warganya, merekalah yang mengetahui struktur ahli waris warganya, mereka yang tahu sejarah tanah diwilayahnya. Singkat cerita mereka mengetahui kepemilikan asal usul tanah yang dimaksud. Sehingga wajar jika RT, RW, Dusun merasa keberatan dengan biaya Rp.150.000,- yang ditetapkan oleh Pemerintah karena memang mereka yang menjadi ujung tombang dari pelaksanaan PTSL ini.

KEDUA, biaya Rp.400.000,-, sesungguhnya diperuntukkan untuk apa saja?

Dipersidangan diketahui perwakilan BPN Kabupaten Bekasi, menyatakan mereka membutuhkan basecamp sendiri untuk pelaksanaan PTSL Desa Lambangsari selain basecamp mereka yang berada di Delta Mas. Meskipun telah ditawari dekat kantor namun BPN Kabupaten Bekasi meminta dicarikan basecamp yang agak tenang. Alhasil, Desa menyewa sebuah rumah untuk tinggal dan kerja 3 orang inputer dan untuk kerja 5 orang petugas honorer BPN. Basecamp tersebut disewa lebih dari 6 bulan atau setidak-tidaknya sejak Agustus 2021 s.d Januari 2022. Seluruh biaya ditanggung oleh Desa Lambangsari. Harga sewa sebesar Rp.2.000.000,/bulan, bayar listrik, bayar wifi, membeli ATK, membeli Printer, membayar inputer, biaya makan/minum inputer (dan juga honorer), pemberkasan syarat-syarat (formulir, surat keterangan tidak sengketa, surat keterangan riwayat tanah dll) sampai fotocopy berkas.

Pertanyaannya, darimana biaya itu diambil? Apakah dari dana desa atau dari dana APBD? Bukan, dana itu berasal dari iuran Pemohon PTSL sebesar Rp.400.000,-/Pemohon. Dana itu berasal dari warga masyarakat Desa Lambangsari yang ikut program PTSL. Dana itu berasal dari 1100 an Pemohon PTSL yang rela iuran dan memberikan biaya operasional untuk Desanya. Jika dihitung secara kasar biaya untuk basecamp sekitar Rp.10.000.000,- perbulan, maka untuk 6 bulan mencapai Rp.60.000.000,-. Belum lagi dihitung biaya lainnya.

Selain itu, iuran Pemohon PTSL sebesar Rp.400.000,- diperuntukkan untuk operasional belasan RT, 5 RW, dan 3 Kepala Dusun, untuk melengkapi 1100 berkas persyaratan Pemohon, sejak Agustus 2021 s.d Januari 2022, se-Desa Lambangsari. Operasional RT, RW, Dusun diperuntukkan untuk membeli bensin motor/mobil jika ke basecamp Desa Lambangsari atau ke basecamp BPN Kabupaten Bekasi di Delta Mas atau ke kantor BPN Kabupaten Bekasi, membeli makan/minum sehari-hari, menjamu Tim pengukur dari BPN Kabupaten Bekasi, dst.  Intinya biaya operasional RT, RW dan Dusun diperuntukkan kembali untuk kepentingan PTSL Desa Lambangsari. Bayangkan 1100 an Pemohon, melibatkan belasan RT, 5 RW, 3 Dusun, sejak Agustus 2021 s.d Januari 2022. Berapa biaya yang kira-kira harus dipersiapkan?

Hasilnya cukup baik, seluruh sertifikat masyarakat keluar tepat waktunya. Tidak ada yang tertahan. Untuk program yang sama, di Desa lain mulai sejak Januari 2021, sementara Desa Lambangsari mulai sejak Agustus 2021. Bukan karena pelaksanaan telat, melainkan karena keputusan BPN Kabupaten Bekasi menunjuk Desa Lambangsari sebagai Desa yang menerima program PTSL terjadi dibulan Agustus 2021. Namun, kabar baiknya menurut informasi, warga Desa Lambangsari menerima sertifikat bersamaan dengan Desa lain, bahkan beberapa sertifikat lebih cepat dari Desa lain.    

KETIGA, apakah masyarakat keberatan dengan biaya tersebut? Kemudian berapa biaya PTSL yang wajar dan patut dikenakan kepada masyarakat umum untuk mendapatkan satu bidang sertifikat?  

Program ini bukan sekedar seperti pembuatan KTP, Kartu Keluarga atau Surat Keterangan Biasa, melainkan program pembuatan sertifikat tanah, yang membutuhkan kelengkapan dokumen yang rumit, pengukuran fisik tanah serta pengecekan syarat dokumen yang ketat.  Dahulu program yang sama, bernama PRONA dan LARASITA, membutuhkan biaya Rp.2.500.000, s.d Rp.3.000.000,- Pada waktu itu banyak masyarakat yang ingin ikut program namun tidak bisa karena terkendala biaya. Namun, hari ini hampir semua masyarakat yang ingin mensertifikatkan tanahnya bisa ikut serta.

Tidak ada masyarakat yang keberatan, seluruhnya rela dan ikhlas memberikan iuran biaya operasional sebesar Rp.400.000,-. Dilapangan ternyata Desa juga memberikan keringanan bagi warga yang benar-benar tidak mampu untuk dapat mengikuti program ini secara gratis. Kurang lebih ada sekitar 20 an warga masyarakat yang gratis. Baik yang bayar maupun yang gratis, seluruh sertifikatnya keluar sebagaimana mestinya. Kepentingan masyarakat seluruhnya terlayani dengan baik.

Jika kita bertanya berapa biaya program PTSL yang wajar atau berapa biaya PTSL yang wajar dan patut dikenakan kepada masyarakat umum untuk mendapatkan satu bidang sertifikat? Sebagaimana disebutkan diatas, program PRONA dan LARASITA ditahun 2017-2018 di Desa Lambangsari sebesar Rp.2.500.000,- s.d Rp.3.000.000,-. Di persidangan, Ahli Hukum Agraria menyebutkan biaya yang dibutuhkan Rp.15.000.000,-. Untuk operasional administrasi dan biaya dilapangan saja, kadang bisa mencapai Rp.4.000.000,-.

Jika mengacu pada benchmark PTSL, di Karanganyar ditetapkan biaya resmi oleh Pemerintah Kabupaten Karanganyar sebesar Rp. 600.000,-/Pemohon. Di Kabupaten Pati, Pemerintah Kabupaten Pati menetapkan biaya resmi sebesar Rp.400.000,-/Pemohon. Desa Lambangsari sebesar Rp.400.000,-/Pemohon. Tidak ada yang keliru dan salah dari nilai besaran biaya tersebut. Tidak ada yang berbeda dari nilai tersebut, kecuali Peraturan Bupati. Ya, Peraturan Bupati. Di Kabupaten Pati dan Karanganyar ada Peraturan Bupati sementara Desa Lambangsari tidak ada peraturan Bupati. Lantas, Apakah karena tidak ada peraturan Bupati, kemudian perbuatan Desa Lambangsari menjadi keliru dimata hukum? Apakah karena 1,2,3 lembar kertas yang bernama "Peraturan Bupati" Kepala Desa Lambangsari harus terjerat hukum? Apakah karena 1,2,3 lembar kertas yang bernama "Peraturan Bupati" seluruh kerja RT, RW, Dusun, BPD, LKD, Petugas Inputer Desa, menjadi tidak bernilai dimata negara?

Sekali lagi, tidak ada perbedaan kecuali Kabupaten Pati dan Karanganyar memiliki Peraturan Bupati namun Desa Lambangsari tidak ada Peraturan Bupati. Pertanyaan hukumnya, kewenangan siapa menerbitkan aturan Bupati? Apakah kewenangan Kepala Desa atau Kewenangan Bupati Bekasi? Apakah mungkin Kepala Desa menetapkan Peraturan Bupati?

Memang negara berusaha untuk menjamin agar tidak ada biaya dikenakan kepada masyarakat namun dalam SKB 3 Menteri mengenai biaya PTSL, menyebutkan dalam hal diperlukan pembiayaan dari masyarakat, maka Mendagri melalui Pemerintah Daerah harus menetapkan biaya yang dapat dipungut oleh masyarakat melalui Peraturan Daerah. Lantas, Apakah karena tidak ada peraturan Bupati program PTSL tidak dapat berjalan? Apakah kemudian karena ketiadaan peraturan Bupati program untuk kebaikan masyarakat tidak dapat dijalankan? Apakah karena tidak ada aturan Bupati maka pengambilan biaya PTSL menjadi perbuatan kriminal? Hanya hati nurani yang bersih yang dapat menjawabnya.

Pembelaan Pipit Haryanti
Pembelaan Pipit Haryanti

Jika ingin jawabannya, silahkan datang ke Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA, pada 06 Februari 2023. Kelak anda akan menemukan 2-3 bis besar berjejer. Mereka bukan pendukung Bupati, mereka bukan pendukung Gubernur, bukan pula pendukung Presiden. Mereka juga bukan simpatisan ormas tertentu. Mereka adalah warga masyarakat Desa Lambangsari. Warga masyarakat yang sedih Kepala Desanya periksa dan ditahan. Mereka yang prihatin Kepala Desanya di tuduh sebagai pelaku tindak pidana korupsi. Mereka, warga masyarakat yang cinta Kepala Desanya. Mereka, warga masyarakat yang menginginkan tegaknya keadilan dan kebenaran sesungguh-sungguhnya. Pada merekalah kita semua menemukan jawaban atas pertanyaan diatas. Merekalah ukuran kebenaran.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun