Mohon tunggu...
Nandeka Meisya
Nandeka Meisya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 6

Tugas Bahasa Indonesia dan Sejarah Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perihal Senja dan Semesta

25 Februari 2022   14:06 Diperbarui: 25 Februari 2022   14:14 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Mama selalu memvalidasi segala rasa yang anak-anaknya rasakan. Beliau juga selalu memberi nasihat dengan tutur kata yang baik dan hal itu selalu benar-benar bisa membantuku. Mama juga membantu menyadarkanku akan segala hal hebat menurut mama, yang sudah aku lakukan selama ini.

"Ma, terimakasih karena selalu mengerti perasaanku." mama tersenyum dengan masih setia merengkuhku di pelukannya. "Sudah tugas mama, sayang." ku tenggelamkan lagi lebih dalam pelukanku pada mama, hangat dan nyaman. Perasaan terbaik yang pernah aku rasakan selama hidupku adalah pelukan mama. Aku tidak berbohong. 

"Setelah ini, kita coba untuk menghilangkan pikiran negatifmu tentang masa depan ya, nak?" ajak mama. "Ayo kita lihat dunia ini dari sisi lain, kita tanamkan pada pikiran kita bahwa segala sesuatu terjadi dan ada karena suatu alasan. Dunia itu indah jika kita memandangnya dengan indah juga. Coba untuk mengahadapi segala permasalahan dengan positif ya, Senjaku" mama menatapku sebentar lalu kembali membawaku dalam dekapnya. 

Mendengar nasihat mama dan bagaimana cara ia memberikan padangan tentang dunia dari sisi lain padaku, aku bertekad akan melaksanakan nasihat mama dan mencoba fokus pada cita-citaku, tidak akan mendengarkan perkataan buruk dari orang lain. 

"Anggaplah itu sebagai angin lalu dan ambil saja hikmahnya." kata mama saat itu. Dan ya, memang betul. Cita-cita dan harapan kita itu bergantung pada diri kita sendiri, bukan bergantung pada orang lain. Kita yang menjalani dan yang akan menghadapi konsekuensi yang akan kita dapat juga adalah diri kita sendiri. 

Dan, peran penting dalam hidupku salah satunya adalah keluarga---terutama mama. Mama selalu menjadi penolong dan penyembuhku di setiap masalah. Papa yang selalu siap sedia jika aku membutuhkan sesuatu, dan Ana---adikku satu-satunya yang selalu bisa menghidupkan suasana bahagia dikeluarga kami. 

Dan pada akhirnya, ku temukan jawaban tentang luka-ku ini yang bisa aku temukan solusinya jika aku bersama mama, bersama keluargaku. Aku pikir aku sudah cukup dewasa... maka dari itu aku mencoba untuk menyembunyikan masalahku dan mencoba menyelesaikannya sendiri, namun caraku salah. Aku tentu bisa untuk menyelesaikan masalahku sendiri, namun dalam hal tentang perasaan seperti ini, aku selalu butuh peran keluarga untuk menyembuhkannya.

Aku memang sempat kehilangan rumahku kemarin, aku tidak tahu kepada siapa aku akan bercerita, kepada siapa aku bisa membagi keluh kesahku, dan kepada siapa aku bisa bersandar. Dan kali ini ku temukan lagi rumahku yang memang selama ini menjadi satu-satunya tempat ku pulang, yaitu Keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun