Mohon tunggu...
Nandeka Meisya
Nandeka Meisya Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 6

Tugas Bahasa Indonesia dan Sejarah Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Perihal Senja dan Semesta

25 Februari 2022   14:06 Diperbarui: 25 Februari 2022   14:14 409
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Aku tertawa melihat ekspresi khasnya ketika sedang marah dan itu membuat Ana semakin cemberut. "Anak kecil tidak usah tahu!" kujawab seperti itu sambil menertawakannya, aku memutuskan untuk beranjak dan masuk ke rumah, "Lihat, sekarang malah aku yang ditinggalkan." seru Ana sambil menghentakan kakinya. 

Ana, adikku satu-satunya. Sosok yang sederhana dan ia memang memiliki pribadi yang lebih berani dan berisik dibandingkan aku. Maka dari itu kami saling melengkapi. Ia bahkan terkadang lebih garang dari mama, loh! Namun, dibalik sifatnya, ia dapat memberi rasa sayang yang tulus kepada kami semua---kepada keluargaku, dengan cara apapun. Aku bersyukur memiliki Ana sebagai adikku. 

Aku disambut harumnya masakan Mama saat masuk ke rumah, "Wah harumnya~ mama masak apa?" ku tanya sambil memeluk Mama dari belakang. "Kamu ini darimana saja mama panggil tidak menyahut" "Melamun di luar, Ma!" sela Ana. 

"Menyahut saja kerjaanmu ini, Ana!" balasku. Aku terduduk di meja makan sembari memainkan ponsel dan berselancar di sosial media melihat entah apa saja yang bisa kulihat. Tidak lama setelahnya mama selesai dengan urusan dapurnya dan beliau memerintahkan Ana agar memanggil papa untuk segera makan malam. 

Sambil makan malam kita juga berbincang tentang banyak hal, salah satunya adalah tentang cita-cita dan masa depan kami---Aku dan Ana. Kami selalu terlarut dalam pembahasan yang sedang kita bahas sampai tidak ingat waktu. Suasananya teramat nyaman dan hangat sehingga aku selalu bersyukur setiap harinya karena terlahir di keluargaku ini.

Tidak ada hal yang terlalu spesial selain tetap berkumpulnya kami tanpa kekurangan satu orang pun di meja makan. Makan malam saat ini sama seperti malam-malam sebelumnya yang tidak lepas dari gurauan papa dan protesan Ana kepada papa karena melontarkan gurauan yang sama setiap harinya. Aku dan mama? kita berdua menimpali sedikit dan hanya bagian tertawa saja. 

Makan malam selesai, papa dan Ana kembali ke kamarnya masing-masing karena ada tugas yang harus mereka selesaikan dan disinilah kami---aku dan mama, di ruang tv berdua. Mama sibuk menonton sinetron favoritnya dan aku sibuk dengan ponselku. Karena merasa bosan aku mengikuti mama menonton sinetron itu, dan aku tetap merasa bosan juga tidak tertarik dengan tayangan itu lalu aku memutuskan untuk membaringkan tubuhku di paha mama. 

Suasana hening beberapa saat karena mama fokus pada tayangan kesukaannya dan aku yang mulai diserang perasaan kantuk. Damai, hening, dan sunyi. Mungkin 15 menit lamanya kami sibuk dengan dunia kami masing-masing sampai tak lama mama bertanya, "Kak, mama perhatikan akhir-akhir ini kamu sering melamun dan murung, ada apa dengan anak sulung mama ini?" sambil mengusap rambutku. Aku yang sudah setengah tidur ini kembali bangun mendengar pertanyaan mama yang setelahnya ku jawab, "Mungkin hanya perasaan mama saja, aku tidak apa apa kok, ma" kujawab demikian sambil kembali mengambil posisi tidur

"Anakku... Senjaku yang cantik, kamu hidup dan tumbuh selama ini selalu bersama mama, sayang. Hal yang kamu lakukan, perasaan yang kamu rasakan, sesuatu yang kamu suka ataupun tidak, kurang lebihnya mama tahu. Dan kalau sekarang kamu berusaha menutupi perasaanmu sekarang, kamu gagal." Mama mengalihkan perhatiannya dari televisi itu dan mulai memperhatikanku. 

Ku urungkan niatku untuk kembali tertidur, aku diam tidak mengeluarkan sepatah kata pun, aku tidak membalas perkataan mama... suasana kembali hening. Memang keluargaku ini cukup terbuka untuk satu sama lain dan ini hal yang membuatku bersyukur. 

Tidak ada kebohongan dan rahasia yang kami simpan, kami selalu berpegang dan menguatkan satu sama lain dalam hal apapun. Hal ini juga yang membuat kami tidak memiliki batasan untuk terbuka satu sama lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun