Pengetahuan mereka tentang ilmu waris masih sangat minim dan terbatas, dan hal ini menjadi kebiasaan turun temurun di masyarakat karena kurangnya pemahaman dan pemahaman yang salah. Karena tidak adanya sosialisasi atau pemahaman yang benar tentang praktik pembagian harta sesuai dengan ajaran Islam, praktik ini terus berlanjut tanpa koreksi.
Alasan dari beberapa warga setempat yang membagi harta sebelum pewaris meninggal.  Pertama, alasan utama yang disoroti adalah untuk menghindari konflik di antara ahli waris yang dapat timbul setelah kematian pewaris. Hasil wawancara menunjukkan bahwa banyak dari mereka khawatir tentang potensi perselisihan di antara anak-anak mereka terkait pembagian warisan, seperti yang disampaikan oleh pasangan Bapak Satiran dan Ibu Suparsi. Mereka menggambarkan pengalaman dari kasus-kasus di sekitar mereka di mana konflik terjadi setelah kematian orang tua, dan mereka ingin menghindari hal serupa dengan membagikan harta mereka sebelumnya. Kedua, beberapa pewaris juga merasa bahwa mereka tidak lagi sanggup mengelola hartanya sendiri karena usia tua atau masalah kesehatan. Ini terlihat dari kutipan Ibu Kariyem, yang menjual sawahnya karena tidak lagi mampu mengurusnya sendiri dan memilih untuk memberikannya kepada anak-anaknya untuk dikelola. Ketiga, beberapa pewaris membagikan hartanya sebelum meninggal untuk membantu menunjang perekonomian ahli waris. Ini tercermin dalam pernyataan Ibu Satinah, yang merasa prihatin melihat anak-anaknya tidak maju secara ekonomi seperti tetangga mereka dan memutuskan untuk memberikan harta mereka agar bisa digunakan untuk keperluan sehari-hari dan mendukung pendidikan cucu-cucunya.Â
Di bab ini penulis juga memberikan gambaran yang jelas tentang dua cara pembagian harta sebelum pewaris meninggal, yaitu melalui musyawarah dan sesuai dengan kehendak pewaris sendiri. Pertama, cara pembagian melalui musyawarah dijelaskan dengan baik, menunjukkan bahwa beberapa pewaris memilih untuk melibatkan ahli waris dalam proses pembagian harta. Ini bertujuan untuk menghindari konflik di antara ahli waris dan memastikan bahwa pembagian dilakukan secara adil dan setuju bersama. Contohnya, kutipan dari Ibu Nur Jannah mencerminkan pentingnya musyawarah dalam proses ini untuk menghindari potensi ketidaksetujuan dan konflik di masa depan. Kedua, pembagian harta sesuai dengan kehendak pewaris sendiri juga dijelaskan dengan baik. Ini menunjukkan bahwa ada pewaris yang memilih untuk menentukan pembagian harta tanpa melibatkan musyawarah dengan ahli waris. Beberapa alasan di balik keputusan ini juga diuraikan dengan baik, seperti alasan dari Ibu Karsi yang ingin memberikan bagian yang lebih besar kepada anaknya yang paling terakhir karena telah merawatnya. Kutipan dari Ibu Darsini memberikan sudut pandang tambahan tentang bagaimana keputusan ini mempengaruhi hubungan antara ahli waris.Â
Beberapa hasil pembagiannya dari harta sebelum pewaris meninggal dalam skripsi ini ada 3 yaitu, yang pertama harta waris dibagi sama rata secara adil, kedua ahli waris yang merawat pewaris memperoleh lebih besar,dan yang terakhir sesuai keadaan ekonomi ahli waris.Â
Secara komprehensif mengevaluasi dampak pembagian harta sebelum pewaris meninggal. Dampak positif termasuk bantuan ekonomi bagi ahli waris dan pewaris yang merasa lega karena menghindari konflik. Namun, terdapat dampak negatif seperti perasaan tidak adil di antara anak-anak pewaris dan potensi konflik di antara ahli waris. Analisis ini memberikan pemahaman mendalam tentang kompleksitas keputusan pembagian harta sebelum kematian dan menekankan pentingnya komunikasi dan pengertian di dalam keluarga untuk mengelola dampak-dampak ini secara efektif.
BAB IV ANALISIS DAMPAK PEMBAGIAN HARTA SEBELUM PEWARIS MENINGGAL PERSPEKTIFÂ SOSIOLOGI HUKUM ISLAM
Analisis Dampak Pembagian Harta Sebelum Pewaris Meninggal Perspektif Sosiologi Hukum Islam. Berisi tentang analisis dampak dari pelaksanaan pembagian harta sebelum pewais meninggal di Dusun Boto Desa Legowetan Kecamatan Bringin Kabupaten Ngawi dan analisis sosiologi hukum Islam terhadap dampak pembagian harta sebelum pewaris meninggal di Dusun Boto Desa Legowetan Kecamatan Bringin Kabupaten ngawi.Â
Dari hasil wawancara peneliti dengan pewaris dan juga ahli waris pembagian harta sebelum pewaris meninggal yang dilakukan sebagian besar masyarakat Dusun Boto Desa Legowetan Kecamatan Bringin Kabupaten Ngawi adalah termasuk pembagian waris dengan cara hibah. Analisis ini menyoroti dampak pelaksanaan pembagian harta sebelum pewaris meninggal di Dusun Boto Desa Legowetan Kecamatan Bringin Kabupaten Ngawi. Secara umum, pembagian harta dilakukan dengan cara hibah, yang dapat berdampak pada situasi hukum waris Islam. Dari hasil penelitian, terdapat dua cara pembagian utama: melalui musyawarah antara pewaris dan ahli waris, atau sesuai dengan kehendak pewaris sendiri.
Pembagian dengan musyawarah cenderung memiliki dampak positif, sementara pembagian sesuai kehendak pewaris sendiri lebih berpotensi negatif. Hal ini disebabkan oleh pembagian yang tanpa kesepakatan dalam kasus kedua, menyebabkan ketidakpuasan di antara ahli waris. Namun, ketika pembagian dilakukan melalui musyawarah, hasilnya lebih memuaskan karena berdasarkan kesepakatan. Meskipun terdapat aturan hukum Islam yang mengatur tentang hibah dan pembagian warisan, implementasinya sering tidak sesuai. Banyak pewaris yang mengabaikan batasan hibah yang seharusnya tidak melebihi sepertiga harta dan tidak memperhatikan perbandingan pembagian antara laki-laki dan perempuan. Ini menunjukkan kekurangan dalam pemahaman dan praktik pelaksanaan hukum waris Islam di masyarakat.Â
Pembagian harta sebelum kematian sebagian besar dilakukan untuk menghindari konflik antara ahli waris setelah kematian pewaris. Namun, dalam beberapa kasus, pembagian tersebut justru memicu konflik dan ketidakpuasan. Untuk menghindari dampak negatif, disarankan agar pembagian dilakukan melalui musyawarah untuk memastikan keadilan dan kesepakatan di antara semua pihak terlibat. Dengan demikian, semua pihak dapat merasakan dampak positif dari pembagian harta tersebut, sehingga tercipta harmoni dan kedamaian dalam keluarga.
Analisis sosiologi hukum Islam terhadap pelaksanaan pembagian harta sebelum pewaris meninggal di Dusun Boto Desa Legowetan Kecamatan Bringin Kabupaten Ngawi menyoroti praktik yang didominasi oleh cara hibah. Meskipun hibah merupakan bagian dari hukum perdata Islam, penerapannya seringkali tidak mematuhi syarat dan rukun yang diatur oleh agama. Sebagian besar masyarakat, terutama pewaris, cenderung memutuskan pembagian tanpa mempertimbangkan aturan Islam secara menyeluruh. Syarat seperti batasan maksimal hibah sebesar sepertiga dari total harta sering diabaikan, dengan pewaris membagikan seluruh harta tanpa memperhitungkan konsekuensinya.