Mohon tunggu...
Nanda Putri Adhiningtyas
Nanda Putri Adhiningtyas Mohon Tunggu... Psikolog - Clinical Psychologist

Saya merupakan Psikolog Klinis dengan perminatan kasus kecemasan, stres, depresi, dan parenting.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Ketika Overthinking Melanda

24 Juli 2023   18:08 Diperbarui: 25 Juli 2023   22:39 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata overthinking menjadi kata yang sering kita dengar akhir-akhir ini. Apakah overthinking ini hanya sekedar berpikir berlebihan? Apakah overthinking ini selalu buruk? Yuk kita simak bersama-sama...

Pengertian Overthinking

Dapat dikatakan overthinking ketika kita menggunakan terlalu banyak waktu untuk memikirkan dan menganalisis sesuatu dengan cara yang merugikan daripada cara yang membantu (Culpepper, 2000). 

Overthinking ini berisi pikiran-pikiran negatif yang pada akhirnya menyebabkan ketidakberdayaan dan akan menghambat penyelesaian masalah (Smith, 2020). Hal ini dapat menjelaskan bahwa overthinking berbeda dengan berpikir kritis, yaitu ketika kita berpikir secara dalam dengan tujuan untuk menganalisis dan mencari penyelesaian suatu masalah. 

Perlu diketahui pula bahwa overthinking merupakan suatu istilah populer, bukan merupakan sebuah gangguan ataupun diagnosis kesehatan mental.

Overthinking dapat dilihat dari dua bentuk (Smith, 2020) :

Ruminasi

Ruminasi merupakan kecenderungan untuk terus menerus memikirkan sesuatu yang buruk tentang peristiwa negatif di masa lalu. Hal ini akan menyebabkan muncul rasa sedih, marah, malu, bersalah, dan menyesal. Beberapa kalimat yang sering muncul ketika terjadi ruminasi, misalnya: "Seharusnya aku ngga begini yaaa..." atau "Seandaikan waktu itu..."

Pada dasarnya, ketika ruminasi ini berada pada takaran yang pas, dapat digunakan sebagai sumber evaluasi atau pembelajaran untuk masa mendatang.

Khawatir

Khawatir terjadi ketika kita terlalu memikirkan prediksi atau skenario negatif atau hal buruk tentang masa depan. Pada akhirnya kita menjadi takut, cemas, dan stres berlebihan. Beberapa kalimat yang sering muncul ketika kita khawatir, misalnya: "Bagaimana kalau nanti..." atau "Jangan-jangan..."

Sama halnya dengan ruminasi, pada takaran yang pas khawatir ini memiliki manfaat, yaitu dapat digunakan sebagai upaya untuk mengantisipasi atau mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan negatif di masa datang.

Dampak Overthinking

Meskipun overthinking merupakan hal yang seringkali terjadi pada banyak orang, kita juga perlu memahami dampak yang terjadi ketika kita sering mengalami overthinking, diantaranya "

1. Meningkatkan resiko permasalahan mental.

Ruminasi, sebagai bentuk dari overthinking merupakan faktor resiko munculnya gejala pada depresi mayor dan gangguan kecemasan (Michl dkk, 2013). Ketika kita melakukan ruminasi, suasana hati kita menjadi semakin negatif setelah mengalami peristiwa penuh stres karena ketidakmampuan kita untuk melepaskan perhatian pada emosi negatif tersebut dan pada akhirnya kita kesulitan menemukan solusi yang baik dari permasalahan kita.

2. Kesulitan dalam mengambil keputusan.

Ketika kita melakukan ruminasi, kita tidak melakukan usaha pemecahan masalah secara aktif dengan mengubah keadaan, namun kita akan terpaku pada masalah dan perasaan kita tanpa usaha mengambil tindakan (Nolen-Heoksema, 2008). 

Pada akhirnya kita menjadi sulit mengambil keputusan karena selalu berpikir negatif terhadap semua rencana yang akan kita buat.

3. Menurunkan keberfungsian individu dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Overthinking tentunya sangat menyita waktu kita. Waktu kita banyak dihabiskan untuk memikirkan suatu permasalahan tanpa menemukan solusinya. Hal ini menyebabkan beberapa aktivitas lain pun menjadi terganggu, seperti urusan pekerjaan, rumah tangga, hingga aktivitas sehari-hari.

4. Memiliki masalah dalam pola makan, pola tidur, sistem pencernaan dan pernafaasan.

Tidak sedikit yang melaporkan bahwa mereka yang overthinking menjadi terganggu jam tidurnya (sulit tidur atau sering terbangun), dan pola makan yang berantakan (kehilangan nafsu makan) ketika overthinking datang. Hal ini tentu saja dapat berdampak pada kesehatan fisik kita sendiri, diantara masalah dalam pencernaan dan pernafasan.

Mengelola Overthinking

Penelitian yang dilakukan di Fakultas Kedokteran di San Francisco menyebutkan bahwa lebih dari 80% pikiran manusia bersifat negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pikiran negatif seringkali dimiliki oleh sebagian besar manusia. Meskipun demikian, kita bisa melatih diri kita untuk belajar mengelola pikiran tersebut, diantaranya adalah :

1. Relaksasi Nafas.

Secara umum relaksasi nafas bertujuan untuk mengontrol pertukaran gas menjadi lebih efisien. Dengan demikian oksigen yang masuk ke tubuh (termasuk otak) menjadi lebih maksimal. Relaksasi nafas dikenal juga dapat mengurangi stres dan kecemasan serta meningkatkan emosi positif. 

Salah satu teknik relaksasi nafas yang dapat dilakukan adalah teknik 4-7-8, yaitu menarik nafas selama 4 detik, menahan nafas selama 7 detik, lalu menghembuskan nafas selama 8 detik. Lakukan secara berulang hingga dirasa lebih nyaman.

2. Mindfulness.

Mindfulness dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketika kita sadar penuh dan hadir utuh disini dan saat ini tanpa memberikan penilaian apakah baik atau buruk. 

Ketika kita overthinking pikiran kita loncat kesana kemari memikirkan suatu masalah, sehingga dengan mindfulness kita mengajak pikiran kita untuk "duduk" sejenak.

3. Melakukan aktivitas distraktif.

Melakukan aktivitas distraktif dapat menjadi strategi jangka pendek. Jika suasana hati sudah membaik, carilah alternatif solusi pemecahan masalah. Aktivitas yang dapat dilakukan seperti berolahraga, bertemu orang, membersihkan rumah, dsb.

4. Mengubah pola pikir.

Kita perlu membedakan mana hal-hal yang ada di dalam lingkar kendali kita, mana yang tidak. Apapun yang terjadi di masa lalu dan masa depan adalah sebagian hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan, sebaliknya kendali kita ada pada respon kita menghadapi masa lalu (apakah sebagai bentuk penyesalan ataupun pembelajaran) dan masa yang akan datang (apakah sebagai ketakutan ataukah kehati-hatian) itu sendiri.

Cara-cara di atas dapat kita lakukan sendiri. Mulailah dengan hal yang dirasa paling mudah. Jika overthinking yang dirasakan sangat menganggu, disarankan untuk menghubungi profesional seperti psikolog dan psikiater yaa..

Referensi :

  • Culpepper, J. C. (2000). MerriamWebster Online: The Language Center. Electronic Resources Review.
  • Michl, L. C., McLaughlin, K. A., Shepherd, K., & Nolen-Hoeksema, S. (2013). Rumination as a mechanism linking stressful life events to symptoms of depression and anxiety: longitudinal evidence in early adolescents and adults. Journal of abnormal psychology, 122(2), 339.
  • Nolen-Hoeksema, S., Wisco, B. E., & Lyubomirsky, S. (2008). Rethinking rumination. Perspectives on psychological science, 3(5), 400-424.
  • Smith, G. (2020). The book of overthinking: How to Stop the Cycle of Worry. NZL: Allen & Unwin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun