Mohon tunggu...
Nandang Darana
Nandang Darana Mohon Tunggu... wiraswasta -

Lahir di Majalengka, Jawa Barat. Mendalami dunia tulis menulis sejak 1992, namun kehilangan gairah pada 2004-an. Awal 2009 gairah itu muncul lagi, meski dengan tertatih-tatih: terlalu banyak yang telah dilewatkan dan mesti belajar lagi dari nol!

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Surat Keno

17 September 2011   04:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:53 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


"Gimana, Cép?" Ki Rasta tak sabar.

"Gimana apanya?" Aku tersenyum.

"Ih, ya isi surat itu. Bagaimana menurut Encép soal surat itu? Terus terang, saya sangat kaget membaca tulisan itu. Terlebih si Keno tak pernah cerita soal itu. Barangkali Cep Nandar lebih tahu.  Bukankah setiap pulang kampung anak itu suka langsung ke sini?"

Iya, sih. Tapi, masa sih tak hafal si Keno punya pacar orang Ambon?" aku balik bertanya.

"Kalau urusan Si Keno punya pacar orang Amban sih hafal. Si Keno pernah cerita soal foto perempuan yang terpajang di kamarnya. Tapi tak pernah menjelaskan bahwa latar belakang keyakinan perempuan itu Kristen!"

"Barangkali takut kena marah, Ki?"

"Ah, mengapa harus marah. Terserah dia mau menikah dengan yang berbeda agama juga. Agama juga membolehkan lelaki menikahi perempuan yang berbeda agama. Paling banter saya hanya akan mengingatkan, menikahi perempuan yang berbeda agama tidak lumrah di kampung kita. Betul, kan? Nah, persoalannya, mengapa tiba-tiba si Keno jadi sering melamun?"

"He..he..," aku terkekeh, "Ki Rasta seperti yang tidak pernah muda saja. Ya wajarlah. Keno kan sekarang sudah duda sebelum nikah, ha..ha..!"

Ki Rasta hanya tersenyum. "Tapi tidak akan terjadi apa-apa, kan?"

"Saya jamin, Ki. Si Keno telah mewarisi akal nalarku. Dia tidak mungkin berlaku konyol," jawabku meyakinkan KI Rasta.

"Syukurlah. Mudah-mudahan saja tidak berlarut-larut," Ki Rasta menarik napas lega, "Kalau begitu saya pamit dulu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun