Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Final Euro 2024: Duel Maut Dua Filosofi Baru

12 Juli 2024   10:23 Diperbarui: 14 Juli 2024   19:00 569
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Final EURO 2024 Spanyol vs Inggris (Sumber: Instagram/@euro2024

Sepak bola selalu menjadi olahraga yang berkembang seiring berjalannya waktu, mengadopsi taktik, strategi, dan filosofi baru. Final Euro 2024 akan menampilkan duel maut antara dua tim yang memiliki gaya bermain berbeda dan inovatif.

Final Euro 2024 menandai momen penting dalam evolusi filosofi sepak bola, karena kedua tim, Spanyol dan Inggris memperkenalkan “pendekatan” baru yang mencerminkan perubahan lanskap filosofi sepak bola.

Spanyol saat ini, selepas gagal total di Piala Dunia 2022, mengadopsi gaya penguasaan bola yang terinspirasi oleh tim Barcelona di awal tahun 2010-an dan tipis-tipis dikombinasikan dengan bertahan gaya Atletico Madrid era Simeone, sementara Inggris menerapkan sistem pressure tinggi yang mengingatkan kita pada kesuksesan tim Liverpool di bawah asuhan Jurgen Klopp.

Filosofi Baru Inggris

Salah satu aspek kunci dari gaya Southgate adalah fleksibilitas taktis yang ia tanamkan dalam tim.

Ia dikenal karena mengadopsi formasi berbeda berdasarkan lawan, apakah itu tiga bek, empat bek, atau bahkan bereksperimen dengan lima bek.

Southgate juga cerdas dalam penyesuaian taktis yang dilakukan selama pertandingan, seperti pergantian pemain, perubahan formasi, dan instruksi dalam pertandingan, yang sepanjang Euro 2024 ini berdampak besar pada hasil akhir.

Southgate juga menekankan pentingnya mempertahankan penguasaan bola dan membangun permainan dari belakang. Tim  Inggris kerap fokus sabar mengedarkan bola, menunggu momen tepat menembus pertahanan lawan.

Pendekatan berbasis penguasaan bola ini telah membantu Inggris mengendalikan permainan dan mendikte tempo. Dalam konteks ini, terlihat seperti AC Milan era Ancelotti dengan Bellingham yang berperan agak mirip dengan Kaka.

Di bawah Southgate, Inggris menunjukkan kemauan untuk menekan tinggi di lapangan, bertujuan untuk memenangkan bola kembali dengan cepat dan melancarkan serangan balik yang cepat.

Gaya permainan ini efektif membuat lawan lengah dan menciptakan peluang mencetak gol. Gol Ollie Watkins di semifinal melawan Belanda telah membuktikan hal ini.

Inggris di bawah asuhan Southgate telah menunjukkan kapasitas untuk beradaptasi dengan berbagai skenario secara efektif.

Inggris asuhan Southgate unggul dalam situasi bola mati, baik dalam bertahan maupun menyerang.

Kemahiran tim dalam mencetak gol dari bola mati telah menjadi ciri khas era Southgate, dengan rutinitas kreatif dan eksekusi yang tepat membuat mereka selalu menjadi ancaman dari situasi bola mati.

Hal ini seperti mengembalikan ingatan ke era kehebatan tim Manchester United di bawah asuhan Sir Alex Ferguson.

Pemain seperti David Beckham, Ryan Giggs, dan Cristiano Ronaldo dikenal karena eksekusi bola mati yang luar biasa, yang menghasilkan banyak gol yang dicetak dari tendangan sudut, tendangan bebas, dan penalti.

Aspek penting lainnya dari gaya Southgate adalah kemampuan beradaptasi dan ketahanan tim dalam situasi tekanan tinggi.

Baik bangkit dari ketertinggalan untuk mengamankan kemenangan atau menyesuaikan taktik di tengah pertandingan, Inggris di bawah asuhan Southgate telah menunjukkan kapasitas untuk beradaptasi dengan berbagai skenario secara efektif.

Era Baru Luis de La Fuente

Di era Luis de la Fuente, tim Spanyol telah menunjukkan konsistensi yang luar biasa dalam gaya dan pendekatan bermainnya.

Melihat Tim Spanyol di bawah asuhan Luis de la Fuente saat ini,  mereka sepertinya telah kembali melanjutkan tradisi sepak bola berbasis penguasaan bola yang telah menjadi ciri khas sepak bola Spanyol selama bertahun-tahun dan terlihat menjadi versi remake dari era Spanyol menjadi juara dunia.

Mereka mengutamakan retensi bola, passing cepat, dan pergerakan tanpa bola untuk mendominasi permainan.

Tim seringkali berusaha mengontrol tempo pertandingan dengan mengalirkan bola dengan sabar, menunggu celah di pertahanan lawan.

Gaya permainan ini tidak hanya membantu dalam mendikte laju permainan tetapi juga membuat lawan lelah karena membuat mereka mengejar bola.

Mirip sekali dengan Manchester City era Pep Guardiola.

Tim asuhan Guardiola dikenal dengan sepak bola berbasis penguasaan bola, di mana mereka fokus menjaga bola, dengan sabar mengalirkan di antara para pemain hingga muncul peluang untuk menyerang.

Gaya ini tidak hanya memungkinkan mereka mendikte kecepatan permainan tetapi juga melelahkan lawannya dengan memaksa mereka terus mengejar bola.

Karakteristik lain dari tim Spanyol di bawah asuhan Luis de la Fuente adalah penekanan mereka pada pressure tinggi dan pertahanan yang intens.

Mereka bertujuan untuk memenangkan bola kembali dengan cepat setelah kehilangan penguasaan bola, sering kali di wilayah pertahanan lawan.

Memiliki kemiripan dengan taktik "gegenpressing" terkenal yang digunakan oleh Liverpool eranya Jurgen Klopp.

Tim Liverpool era asuhan Klopp terkenal dengan permainan menekan mereka yang energik dan agresif, di mana mereka berusaha memenangkan bola kembali di lini depan dan memanfaatkan turnover untuk melancarkan serangan cepat.

Pendekatan ini tidak hanya mengenai pertahanan individu namun melibatkan upaya kolektif dari seluruh pemain untuk mencekik lawan dan memaksakan kesalahan.

Terlebih lagi, penekanan pada transisi cepat dan mengganggu ritme lawan dengan menekan secara agresif sejalan dengan prinsip tim seperti Manchester City di bawah asuhan Pep Guardiola atau RB Leipzig di bawah asuhan Julian Nagelsmann.

Upaya pertahanan tim tidak hanya terbatas pada lini belakang; ini melibatkan semua pemain yang bekerja secara kohesif untuk menekan lawan, mendapatkan kembali penguasaan bola, dan melancarkan serangan balik cepat.

Pendekatan defensif proaktif ini menciptakan turnover di area berbahaya dan mengganggu ritme lawan.

Di era Luis de la Fuente, tim Spanyol menampilkan gaya menyerang yang mengalir dengan ciri kombinasi passing yang rumit, pergerakan di sepertiga akhir, dan kreativitas dalam fase ofensif.

Pemain seperti Dani Olmo, Pedri, dan Rodri berperan penting dalam membuka pertahanan dengan visi, keterampilan, dan kemampuan mereka untuk menciptakan peluang mencetak gol.

Tim sering kali berupaya membongkar pertahanan kompak melalui pertukaran cepat dan permainan posisi yang cerdas.

Meski memiliki gaya bermain yang konsisten, tim Spanyol asuhan Luis de la Fuente juga menunjukkan kemampuan beradaptasi dan keserbagunaan taktis berdasarkan lawan dan situasi pertandingan.

Baik itu menyesuaikan intensitas tekanan, mengganti formasi selama pertandingan, atau mengubah pendekatan berdasarkan kekuatan dan kelemahan lawan, tim menunjukkan ketajaman taktis yang memungkinkan mereka efektif melawan gaya permainan yang berbeda.

Pendekatan Southgate yang pragmatis dan terorganisir mungkin efektif melawan tim yang kuat dalam bertahan, sementara gaya berbasis penguasaan bola De la Fuente bisa lebih berhasil melawan lawan yang rentan terhadap tekanan tinggi dan transisi cepat.

Prediksi saya: duel ketat 120 menit dan kembalinya Era emas La Furia Roja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun