Nah, Clubhouse berhasil melihat sisi psikologis ini dengan tepat dan setidaknya berhasil menyodok masuk ke peta persaingan media sosial yang kala itu (sampai sekarang) juga masih dikuasai oleh aplikasi-aplikasi besutan Mark Zuckerberg.
Setahun kemudian, mereka booming dan berhasil mencapai ratusan juta dolar modal ventura yang ditanamkan di aplikasi tersebut.
Dan, di sekitar pertengahan Februari 2021, Clubhouse telah mencapai salah satu tonggak terbesar dengan mencapai 10 juta pengguna, sangat mengesankan untuk aplikasi sosial yang berusia kurang dari satu tahun.
Kemudian di pertengahan 2021 ini, Clubhouse memperluas ketersediaan platform mereka ke pengguna dan sistem operasi selain Apple.
Namun, di sinilah menurut saya letak kesalahan fatal Clubhouse yang membuat sensasi eksklusifitas yang awalnya menjadi kunci utama menjadi hilang.
Alasan Eksklusifitas Itu Penting
Sewaktu saya belajar strategi bisnis, ada satu premis dasar mengenai kesuksesan suatu strategi yaitu “orang menyukai apa yang membuat mereka berbeda.”
Premis ini kemudian menjadi dasar terpenting dalam turunan strategi bisnis ke strategi pemasaran.
Perusahaan-perusahaan menjadi berusaha mati-matian untuk mengembangkan merek dan produk mereka berbeda dengan kompetitornya.
Caranya bisa melalui skema harga, promosi produk, menunjuk brand ambassador, sampai dengan seperti yang dilakukan oleh Clubhouse, hanya memilih sistem operasi atau merek tertentu.
Saya memahami mungkin banyak juga praktisi bisnis yang memiliki pandangan yang berbeda mengenai eksklusifitas ini.
Bagi saya, meskipun mungkin tampak bertentangan dengan gagasan pertumbuhan, membuat produk "eksklusif" seringkali dapat menjadi pendorong penjualan yang efektif.