Kemampuan menjawab pertanyaan tersebut menjadi penting agar kita tahu sebenarnya apa hasil akhir yang kita harapkan.
Sebagai contoh, misalkan ada rekan atau kolega yang menyarankan kita untuk mengambil sekolah lagi di tingkat S2.
Mereka mungkin akan mengatakan “sekarang sarjana sudah biasa, perlu S2.” Atau “tanpa sekolah S2 karir akan terhambat.”
Pendapat itu mungkin ada benarnya juga. Namun apakah kita sudah menanyakan pada diri kita sendiri apa sebenarnya hasil akhir yang kita harapkan dengan sekolah S2 tersebut.
Hal ini pernah saya alami ketika saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang tertinggi. Pada waktu itu saya masih bingung dan cemas apakah memang ini pilihan terbaik.
Pada akhirnya saya bertanya pada diri saya sendiri apa hasil akhir yang saya harapkan dari langkah tersebut.
Di titik itulah saya berhasil menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut yang akhirnya membuat saya bisa mengatasi rasa cemas yang muncul karena adanya gap antara aspirasi dan harapan dengan kenyataan.
2. Tanyakan pada diri sendiri siapa atau apa yang membuat kita bergerak ke arah aspirasi dan harapan tersebut
Saya pikir kebanyakan dari kita saat melakukan setting aspirasi dan harapan otak pasti penuh dengan pemikiran dan cara untuk mencapai hal tersebut.
Namun saya cukup yakin hanya sedikit dari kita yang berani bertanya pada diri sendiri mengenai apa dan siapa yang membuat kita bergerak untuk meraih aspirasi dan harapan tersebut.
Apakah itu sahabat? Teman? Pasangan? Orang tua?
Kebanyakan dari kita selalu yakin bahwa apa dan siapa itu adalah diri kita sendiri. Nope! keputusan untuk bergerak menggapai aspirasi dan harapan itu pasti ada penggeraknya.