Mungkin ada yang bertanya-tanya apa hubungannya mengatasi empathy gap ini dengan banyak membaca. Banyak membaca di sini bukan hanya terbatas pada bahan bacaan berupa buku, tapi bisa dalam bentuk artikel di Kompasiana.
Dengan banyak membaca dari buku-buku berkualitas dan banyak penulis yang berkumpul di Kompasiana, kita menjadi belajar untuk memahami sudut pandang mereka ketika melihat suatu fenomena sosial.
Dengan banyak membaca kita juga bisa secara persisten menjaga proses koheren otak kita untuk menganalisa suatu fenomena berdasarkan apa yang kita baca.Â
Membaca juga dapat memperluas jendela gagasan dan kemampuan dialektika kita untuk membaca argumentasi dengan perspektif yang berbeda.
Setiap hari kita membuat keputusan dan semua keputusan tersebut pada akhirnya membentuk perilaku sosial kita. Di era saat ini dimana sudah ada predictive analysis, kita harus benar-benar memikirkan setiap konsekuensi dari perilaku sosial kita.
Salah satu faktor utama yang dapat membuat bias keputusan kita adalah emosi. Paradoksnya adalah emosi pula yang membuat kita sanggup memahami perspektif lain dari sebuah perilaku sosial.
Ketika kita dalam kondisi bahagia pasti sulit memahami perasaan orang yang sedang bersedih. Jika kita sedang berada di atas angin pasti tidak mudah melihat yang sedang di bawah roda kehidupan.
Memang sulit memahami perspektif orang lain sampai kita benar-benar berada di posisi orang tersebut. Namun tidak ada kata terlambat untuk mulai belajar memahami sudut pandang yang mungkin akan lebih meluaskan horizon dan relung pemikiran kita.
Salam Hangat
Referensi tambahan: