Pernah tidak mengalami suatu hal atau melewati sebuah pengalaman yang sangat intens dan emosional? Misalnya liburan tujuh hari tujuh malam di sebuah tempat yang sangat indah. Dimana kita tidak akan pernah lupa dan kita pun sukarela merekomendasikan tempat itu.Â
Saya pernah. Saya juga dengan sukarela merekomendasikan-nya ke orang lain. Free, tanpa biaya endorse.
"Eh, tunggu deh, kenapa bisa begitu?" Kenapa saya bisa begitu bahagia-nya dan tidak pernah lupa, ternyata ada alasan science dibalik itu semua.
Perasaan kita selama momen yang paling intens secara emosional akan sangat mempengaruhi cara kita menilai keseluruhan pengalaman. Untuk menentukan apakah kita bersedia melakukannya lagi atau merekomendasikan-nya kepada orang lain.Â
Tunggu Dulu Ferguso...., Cuma Sesimpel Itu Alasannya? Â
Iya, sesimpel itu. Kita mengingat pengalaman hidup kita sebagai rangkaian potret yang representatif dan bukan sebagai rangkaian waktu peristiwa yang komprehensif. Â
Economist terkenal, Daniel Kahneman menyatakan bahwa otak kita tidak dapat mengingat semuanya, jadi otak menggunakan jalan pintas yang disebut dengan heuristik untuk memilih apa yang penting.
Nah inilah yang menjadi dasar apa yang disebut dengan Peak-End Rule. Dasar kenapa kita hanya mengingat momen puncak dan momen terakhir dari sebuah peristiwa. Terlepas itu momen bahagia atau sedih. Â
Lantas Bagaimana Peak-End Rule ini bekerja?
Perhatikan gambar di bawah ini:
![Dok. Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/05/14/peak-end-609e6e1dd541df3d0c63ac03.png?t=o&v=770)
Ini menjelaskan kenapa banyak orang (atau malah semua orang, termasuk saya) selalu mengharapkan "happy ending" dan "memorable".
Ini sebabnya Tony Stark di Avengers End Game "terpaksa" harus berkorban demi umat manusia. Untuk memberikan moment finale yang tidak akan pernah dilupakan sekaligus sebagai penutup kisah 10 tahun perjalanan.Â
Latar Belakang Peak-End Rule
Untuk memahami konsep Peak-End Rule ini tentunya kita harus belajar latar belakang yang mendasari konsep ini dan hubungannya dengan bias kognitif.Â
Kita mulai dulu dengan definisi bias kognitif, yaitu kesalahan pemikiran sistematis atau rasionalitas dalam penilaian yang mempengaruhi persepsi kita tentang dunia dan kemampuan pengambilan keputusan. Pertama kali diperkenalkan oleh Amos Tversky dan Daniel Kahneman pada tahun 1972.Â
Bias kognitif sebenarnya merupakan jalan pintas untuk meningkatkan efisiensi otak dengan memungkinkan kita membuat keputusan cepat tanpa perlu menganalisis situasi secara menyeluruh.Â
Dasarnya adalah supaya kita lebih cepat dalam mengambil keputusan. Alih-alih lambat dalam mengambil keputusan, kita dapat terbantu oleh suatu respon otomatis di alam bawah sadar untuk membantu mempercepat berbagai hal.Â
Tapi pada kenyataannya sering terbalik. Bias kognitif seringkali merusak pemikiran dan persepsi kita, yang pada akhirnya mengarah pada penilaian yang tidak akurat dan keputusan yang buruk.Â
Apa Hubungannya Peak-End Rule dengan Bias Kognitif?
Peak-End Rule juga merupakan anggota keluarga besar bias kognitif. Dikenal juga sebagai bias memori, karena merusak daya ingat. Â
"Merusak daya ingat?" Yep, karena kita mengingat peristiwa yang sangat emosional lebih dari peristiwa yang kurang emosional. Nah, ini berpengaruh pada cara kita memandang suatu pengalaman: kita mengingat bukan dari apa yang kita rasakan sepanjang pengalaman tersebut.
Yang terjadi adalah: Kita hanya ingat bagaimana perasaan kita sewaktu puncak dan pada saat terakhir momen emosional tersebut.Â
Itulah sebabnya kalau akhir momen emosional tersebut negatif atau tidak happy ending, ingatan kita akan lebih kuat mencatatnya. Â
Padahal kalau kita mau jujur terhadap diri sendiri, apapun pengalamannya pasti ada sisi positif dan negatif. Kita bisa mengingat dan memanggil dua sisi tersebut kapanpun dan dimanapun.
Tetapi kebanyakan dari kita (dan mungkin juga saya) selalu hanya ingin sebuah momen berakhir happy ending. Kita hanya ingin mengingat yang manis-manis saja tanpa mau mengingat bahwa baik dan buruk merupakan dua hal yang selalu berjalan beriringan.
Kalau saya boleh analogikan, Peak-End Rule ini seperti prinsip 80/20. 20% dari sebuah pengalaman kita akan mendorong 80% dari apa yang akan kita ingat dari kejadian tersebut.
Dan semakin tak terlupakan pengalamannya, semakin kuat untuk mendorong kita melakukannya lagi atau merekomendasikan ke orang lain.Â
Dari sudut pandang pemasar dan produsen bagaimana? Jelas sekali kalau pemasar dan produsen tahu bagaimana cara menggunakan bias kognitif ini, maka konsumen akan rela untuk mengulang kembali momen puncak tersebut.Â
Konsumen akan loyal dan ujungnya adalah revenue akan naik. Terlihat mudah memang, tapi dalam pelaksanaannya butuh pemahaman yang mendalam mengenai siapa konsumen kita. Â
Bagaimana Cara agar Bias Peak-End Rule Ini Bisa Kita Kontrol?
1. Tentukan Cara Kita Mengakhiri Sebuah Momen
Sekarang setelah kita memahami mengapa dan bagaimana bias kognitif ini bekerja, kita dapat melakukan kontrol agar bias ini menguntungkan kita.
Saran saya: "Akhiri dengan sebuah Punch", untuk merasakan memori yang lebih baik, selalu pertimbangkan bagaimana kita akan mengakhiri sebuah pengalaman.
Misalnya begini, kita dapat menggunakan cara ini saat merencanakan acara khusus seperti liburan, atau ulang tahun. Selalu simpan momen terbaik dan paling menyenangkan menjelang akhir acara agar semua orang pulang dengan perasaan gembira.Â
2. Rencanakan Momen Puncak Yang Terbaik
Contoh misalnya, saya adalah tipe orang rumahan, kemungkinan saya menikmati hari libur adalah dengan rebahan dan maraton Netflix.
Masalahnya, saya mungkin tidak akan membuat banyak kenangan indah saat rebahan di sofa meskipun saya akan merasa nyaman dan terhibur.Â
Seharusnya saya pergi keluar melihat matahari terbenam yang spektakuler atau naik gunung menikmati udara segar bersama keluarga. Walaupun perjalanannya jauh, tapi ketika momen puncak itu datang maka tidak akan terlupakan.Â
Kesimpulan
Tanyakan pada diri kita sendiri hal berikut ini: Di momen apakah kita merasa yang terbaik dan yang terburuk dalam pengalaman kita?
Jika kita kesulitan mengetahuinya, saya sarankan untuk mencoba memanggil memori terbaik agar kita bisa mengetahui puncak momen terbaik dan bagaimana cara kita mengakhirinya.Â
Mengetahui tentang Peak-End Rule ini membantu kita menggunakannya untuk mencari dan menyusun pengalaman-pengalaman yang akan kita rencanakan kedepan.
Dengan demikian, kita dapat menciptakan memori yang lebih baik untuk diri kita sendiri dan orang-orang yang kita cintai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI