Yang terjadi adalah: Kita hanya ingat bagaimana perasaan kita sewaktu puncak dan pada saat terakhir momen emosional tersebut.Â
Itulah sebabnya kalau akhir momen emosional tersebut negatif atau tidak happy ending, ingatan kita akan lebih kuat mencatatnya. Â
Padahal kalau kita mau jujur terhadap diri sendiri, apapun pengalamannya pasti ada sisi positif dan negatif. Kita bisa mengingat dan memanggil dua sisi tersebut kapanpun dan dimanapun.
Tetapi kebanyakan dari kita (dan mungkin juga saya) selalu hanya ingin sebuah momen berakhir happy ending. Kita hanya ingin mengingat yang manis-manis saja tanpa mau mengingat bahwa baik dan buruk merupakan dua hal yang selalu berjalan beriringan.
Kalau saya boleh analogikan, Peak-End Rule ini seperti prinsip 80/20. 20% dari sebuah pengalaman kita akan mendorong 80% dari apa yang akan kita ingat dari kejadian tersebut.
Dan semakin tak terlupakan pengalamannya, semakin kuat untuk mendorong kita melakukannya lagi atau merekomendasikan ke orang lain.Â
Dari sudut pandang pemasar dan produsen bagaimana? Jelas sekali kalau pemasar dan produsen tahu bagaimana cara menggunakan bias kognitif ini, maka konsumen akan rela untuk mengulang kembali momen puncak tersebut.Â
Konsumen akan loyal dan ujungnya adalah revenue akan naik. Terlihat mudah memang, tapi dalam pelaksanaannya butuh pemahaman yang mendalam mengenai siapa konsumen kita. Â
Bagaimana Cara agar Bias Peak-End Rule Ini Bisa Kita Kontrol?
1. Tentukan Cara Kita Mengakhiri Sebuah Momen
Sekarang setelah kita memahami mengapa dan bagaimana bias kognitif ini bekerja, kita dapat melakukan kontrol agar bias ini menguntungkan kita.