Mohon tunggu...
Andesna Nanda
Andesna Nanda Mohon Tunggu... Konsultan - You Are What You Read

Kolumnis di Kompas.com. Menyelesaikan S3 di Universitas Brawijaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengapa Kita Lebih Susah Memilih Ketika Kita Memiliki Lebih Banyak Pilihan: Belajar dari Behavioral Science

12 Mei 2021   12:42 Diperbarui: 13 Mei 2021   16:49 2428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernah tidak punya pengalaman perasaan seakan-akan otak kita penuh dengan informasi? Rasa gelisah atau anxiety. Saking terlalu penuhnya otak kita dengan informasi, kita malahan do nothing at all. 

Efek ini disebut analysis paralysis. Jarang orang yang sadar setidaknya mereka pernah mengalami efek ini. Banyak sekali contoh-contoh efek ini namun terkadang kita sulit melihat dan memahami efek ini.

Saya berikan contoh ringan: Misalnya silahkan bayangkan hari ini cuaca sangat panas dan kita memutuskan mampir ke Starbucks. Kemudian saat sudah di depan Mas atau Mbak Barista-nya kita malah stuck.

Stuck karena otak kita di bombardir banyak sekali pilihan. Jadinya kita mau beli apa? "Ice Coffe Latte?" atau "Ice Frappucino?" Kalau Frappucino agak mahal - jadi gimana? Bisa jadi ujungnya kita pilih "es teh manis gula di pisah."

Banyaknya informasi ini akan memunculkan efek lanjutan yaitu banyaknya pilihan. Kalau kita coba melihatnya dari sudut pandang pemasar atau produsen, biasanya memang lebih senang untuk menggelontorkan banyak informasi dan pilihan ke konsumen.

Nah, contoh perjalanan mampir ke kedai kopi di atas menjadi sebuah ilustrasi bahwa otak kita, asumsinya kita adalah konsumen, ketika di hadapkan begitu banyak pilihan malah bisa jadi kita mengalami analysis paralysis.

Terlalu Banyak Pilihan Akan Membuat Membebani Konsumen

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Dalam penelitian terkenal yang dilakukan di Universitas Columbia, satu tim peneliti menyiapkan sebuah ekperimen dengan sampel selai. Setiap beberapa jam mereka mengubah pilihan selai dari yang awalnya 24 jenis pilihan menjadi 6 jenis pilihan. 

Ketika pilihannya ada 24 jenis, 60% konsumen memilih untuk berhenti untuk mengambil sampel, dan 3% dari konsumen ini akan membeli satu botol.

Saat pilihannya di ubah menjadi ada enam selai, hanya 40% yang berhenti mencoba. Tapi inilah bagian yang menarik, 30% dari orang-orang ini membeli selai.

Jadi, simplicity itu penting. Semakin simpel pilihan, semakin mudah konsumen kita mengambil keputusan.

Apa itu Efek Choice Overload?

Choice overload, juga dikenal sebagai paradox of choice, menggambarkan bagaimana orang kewalahan ketika mereka dihadapkan pada sejumlah besar pilihan untuk dipilih. 

Meskipun kita cenderung berasumsi bahwa lebih banyak pilihan adalah hal yang baik, dalam banyak kasus, penelitian telah menunjukkan bahwa kita lebih sulit memilih dari pilihan yang lebih banyak.

Perhatikan gambar dibawah ini:

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Pilihan yang berlebihan dapat menyebabkan kita menunda pengambilan keputusan — bahkan termasuk urusan yang penting — karena waktu kita habis untuk mempertimbangkan banyak pilihan yang tersedia bagi kita. Banyak pilihan akan membebani sistem kognitif kita.

Banyak pilihan. Banyak Beban. Ujungnya adalah Stres atau malah menjadi bias kognitif.

"Memiliki lebih banyak pilihan juga menyebabkan peningkatan kepuasan yang menurun dan kepercayaan diri yang lebih rendah dalam pilihan kita, serta kemungkinan yang lebih tinggi bahwa kita akan menyesali keputusan kita."

Kutukan Banyaknya Pilihan

1. Kegelisahan: 

Terlalu banyak pilihan akan membuat bagi beberapa orang akan berakibat buruk bagi mental. Hal ini berlaku terutama bagi orang-orang yang mempunyai selera dan self-esteem di atas rata-rata kebanyakan orang.

Sebagian orang misalnya, saat mereka membeli sebuah produk, ketika produk tersebut sudah memenuhi kriteria mereka, mereka akan puas.

Beda dengan sebagian orang lainnya, mereka sulit terpuaskan karena mereka adalah orang-orang yang ingin membuat keputusan sebaik mungkin. Mereka tidak akan memilih sampai mereka benar-benar memikirkan secara mendalam setiap opsi yang memungkinkan.

"Lelah ya, pastinya" Memikirkan setiap opsi pilihan yang ada.

2. Kekecewaan

Nah ini, salah satu dampak yang tidak mengenakkan. Terlalu banyak pilihan akan menyebabkan kekecewaan.

Kenapa? Jawabannya jelas: Karena kita TIDAK akan pernah merasa bahwa kita sudah membuat keputusan yang tepat karena terlalu banyak pilihan yang kita pertimbangkan.

Lantas Bagaimana Kita Mengatasi Paradoks Ini?

1. Berikan Waktu Kepada Diri Sendiri Untuk Melakukan Ekplorasi Pilihan

Seperti disebutkan di atas, memiliki banyak pilihan tidak semuanya buruk — tidak ada yang mengatakan bahwa, sebagai konsumen, kita tidak boleh meluangkan waktu untuk melakukan riset dan membandingkan alternatif. 

Namun, masalah mulai muncul ketika kita secara bersamaan mencoba untuk mempelajari pilihan kita dan membuat keputusan tentang pilihan tersebut. 

Coba luangkan waktu untuk melihat-lihat dan mempelajari pilihan — dan menetapkan aturan yang tegas untuk diri kita sendiri bahwa kita tidak akan membeli apa pun selama periode kita melakukan eksplorasi dan tidak membuat keputusan akhir apa pun.

Sulit. Memang sulit untuk menahan hasrat untuk membeli sesuatu. Karena proses pembelian itu memang menyangkut proses emosi dan persepsi kita. Sangat manusiawi.

2. Ketika Sudah Memilih, Jangan Pernah Menyesali Pilihan Tersebut

Jika kita ingin bahagia, kita harus mengatakan pada diri sendiri bahwa kita tidak akan pernah menyesali keputusan yang telah dibuat. Perlu komitmen yang kuat disini.

Point no.2 ini memang mudah untuk di sarankan, tapi pengalaman saya hal ini paling susah dilaksanakan.

Kesimpulan Akhir

Pilihan yang berlebihan dapat membutakan kita terhadap semua aspek positif dari hal-hal yang telah kita pilih, malah mendorong kita untuk terobsesi dengan kekurangannya. 

Ini akan merampas kegembiraan kita karena mengalami hal-hal ini sebagaimana adanya. Berusaha aktif untuk bersyukur atas hal-hal yang kita miliki dapat menjadi cara yang ampuh untuk keluar dari kecenderungan ini.

Tabik,

Jakarta, Jakarta, 6 Jam Menjelang Gema Takbir Idul Fitri 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun