Mohon tunggu...
Nanda Inb
Nanda Inb Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Menyukai dunia kepenulisan fiksi dan nonfiksi. Lulus dari jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bulan Berkhayal

11 Januari 2024   11:48 Diperbarui: 11 Januari 2024   11:58 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan terkejut sesaat setelah dirinya membuka mata. Dia melihat kamarnya sudah terhiasi banyak bunga-bunga khas pernikahan. Dirinya mencoba bangkit dari tempat tidurnya dan melihat ada seorang perempuan yang terlihat seumuran dengannya. Lantas perempuan itu pun langsung membantunya untuk duduk. Entah mengapa kepalanya terasa pusing dan pandangannya berkunang-kunang. "Pasti anemiaku kambuh lagi," Ucapnya dalam hati.

"Hati-hati, Mbak Bulan. Sini saya bantu," ujar perempuan itu. Bulan pun langsung menerima uluran tangannya. Namun, dirinya masih bingung dan bertanya-tanya siapa perempuan ini dan mengapa dia ada di kamarnya?

"Kamu siapa? Dan kenapa kamu ada di kamarku?" tanya Bulan dengan masih memegangi kepalanya.

"Lho, Mbak Bulan lupa? Saya Nawang, Mbak. Minggu lalu Mbak Bulan menghubungi saya untuk merias buat acara pernikahannya, Mbak," Ucapan perempuan itu pun langsung membuat Intan sangat terkejut sekaligus makin bingung dengan apa yang sedang terjadi. Bulan pun langsung buru-buru menuju ke depan meja riasnya dan membelalakkan matanya kala melihat penampakan dirinya yang sudah mengenakan gaun pernikahan dan make up minimalis yang menambah kecantikannya.

"Ada apa ini sebenarnya? Pernikahan? Aku menikah? Bahkan seingatku aku tidak punya kekasih. Lantas siapa yang akan menikah denganku?" Gumamnya masih dengan ekpresi terkejut dan bingung. Tak lama dari itu, suara ketukan pintu pun membuyarkan lamunanya. Dirinya pun langsung membuka pintu, dan terlihatlah seorang laki-laki yang tak asing baginya. Dia adalah Langit, kakak tingkat yang sudah lama Bulan kagumi semenjak masa ospek berlangsung.

"Kak Langit? Kakak, kok ada di sini?" Pertanyaan itu pun membuat Langit mengerutkan kedua alisnya tanda heran dan bingung dengan pertanyaan itu.

"Apa maksud kamu? Hari ini kan hari pernikahan kita, Sayang. Pasti kamu kelelahan menyipakan pernikahan kita sampai lupa dengan calon suamimu ini," Jawaban Langit itu pun seketika membuat Bulan hampir terjatuh karena saking kagetnya. Untungnya Langit langsung sigap menahan tubuh Bulan.

Bulan yang tidak mengerti dengan apa yang terjadi itu pun berusaha mengingat-ingat hari-hari sebelumnya. Namun, dirinya benar-benar tidak ingat tentang pernikahan ini. Bahkan mendengar Langit memanggil dirinya sayang saja baru kali ini.

Akhirnya dia pun memilih untuk masa bodoh dengan ingatan-ingatannya dan hanya ingin mengingat hari bahagianya sekarang. Bulan seketika merasa sangat bahagia, karena hari di mana dirinya akan menikah dengan orang yang selama ini ia kagumi akhirnya datang. Rasanya seperti dongeng yang menjadi kenyataan. Kebahagiaannya itu membuatnya lupa pada penyakit anemianya yang sempat kambuh.

Kini dirinya duduk di depan meja penghulu dengan senyuman yang tak henti-hentinya merekah, walau sekarang hatinya tengah berdebar sangat kencang. Momen ini adalah saat-saat yang sudah lama ia khayalkan tatkala melihat Langit orasi di depan gedung rektorat menuntut hak-hak mahasiswa. Ternyata memang benar jika cinta membuat seseorang menjadi aneh, dan Bulan adalah contoh nyatanya.

"Saya terima nikah dan kawinnya Bulan Kelana Dewi binti Surya Nugraha dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Kalimat itu pun membuat Bulan ingin meleleh seketika dan terbang ke surga. Semua saksi mengatakan "sah" dan itu artinya mereka telah resmi menjadi pasangan suami istri. Namun, ketika Langit ingin mencium bibir Bulan yang baru saja resmi menjadi istrinya, Bulan merasa sangat gugup dan seketika pingsan karenanya.

"Bulan bangun, bangun Bulan..." Samar-samar dirinya mendengar suara seseorang yang membuatnya mau tak mau harus membuka kedua matanya. Dirinya mengedarkan pandangan ke sekelilingnya yang ternyata semua orang di sana tengah memandang ke arahnya. Seketika Bulan merasa kikuk karena semua mata tertuju padanya.

"Bulan, mau sampai kapan tidur terus? Saya perhatikan kamu sering tidur ketika perkuliahan saya. Saya harap projek kamu minggu lalu sudah selesai, dan sekarang silakan kamu presentasikan di depan!" Kata-kata dosen itu pun cukup membuatnya sadar bahwa apa yang baru saja dialaminya adalah dongeng khayalan yang masih ia harapkan menjadi kenyataan.

***

Sidoarjo, 23 Oktober 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun