Menjaga kesehatan di jaman sekarang itu amat sulit. Di satu sisi, banyak orang semakin peka terhadap kesehatan. Tapi di sisi lain, makanan-makanan sehat justru semakin langka dan sulit dicari. Bahan-bahan organik menjadi keistimewaan yang semakin bernilai. Faktanya, kini makanan-makanan bergula dan berenergi tinggi lebih murah dibandingkan makanan berkualitas. Alhasil, hanya segelintir masyarakat yang memiliki akses terhadap bahan pangan sehat itu. Tetapi, ada satu hal kesamaan diantara kita. Dalam upaya menjaga kesehatan, kita bisa menjaga makan dan pola gizi; tapi, tidak ada yang bisa berhenti bernafas, bukan?
Sekarang-sekarang ini, sangat sering para netizen  berkoar-koar membahas gaya hidup sehat dari aspek dari diet, olahraga rutin, dan lain-lain. Tentunya ini hal-hal yang memang berkaitan dan penting untuk dibiasakan dalam hidu psehari-hari. Akan tetapi, banyak orang melupakan bahwa interaksi kita dengan lingkungan tidak hanya dari apa yang masuk melalui mulut, baik yang dimakan atau diminium. Seseorang mungkin hanya makan berat sebanyak 3 kali sehari. Tetapi, jarang kita memikirkan bahwa dalam satu hari, kita menarik napas hingga 30.000 kali. Padahal, kesehatan kita ditentukan oleh kualitas udara sehari-hari.
Apa Masalah Udara Kotor?
Kualitas udara Jakarta, diukur menggunakan Air Quality Index (AQI), menempati posisi top 4 kota dengan kualitas udara terburuk di seluruh dunia. Sekretariat Kabinet RI sempat mengutip sebuah laporan Kualitas Udara dunia IQAir 2021 yang dikeluarkan Maret 2022 lalu, Indonesia juga menempati peringkat ke-17 sebagai negara dengan tingkat polusi udara tertinggi di dunia, dengan konsentrasi PM 2,5 mencapai 34,3 g per meter kubik.Â
Ini bukan sekedar angka-angka menurut lembaga besar; ini pengamatan yang sangat penting. Berbeda dengan debu atau pasir-pasir yang bisa dilihat agar tak kemakan, partikel-partikel semacam ini tak bisa dilihat kasat mata. Asal usulnya macam-macam dari asap kendaraan, pembakaran sampah, pembangkit listrik...semua hal yang menunjang kehidupan...memang mau tidak mau menghasilkan polusi ini.
Lantas, bagaimana mungkin bukan masalah. Sudah setiap kali bernapas ada ancaman masuk debu-debu, ada pula bahan-bahan seperti mikroplastik yang kalau dihirup bisa saja tersimpan dalam tubuh sampai akhir hayat. Kenapa ini semua terjadi?Â
Karena cara dan kebiasaan warga Indonesia sendirilah yang membuatnya begitu. Ini memang isu berat yang...sampai sekarang belum benar-benar berhasil. Lagipula, selama masyarakat Indonesia masih hidup dan beraktivitas, maka pergerakan kendaraan berbahan bakar tak akan lenyap dalam satu hari.
Mengapa Polusi Udara Masalah yang Sangat Mendesak?
Transportasi pribadi jelas menjadi salah satu penyumbang polusi yang dominan di perkotaan. Dengan meningkatnya kendaraan pribadi di jalan, ditambah kemacetan yang memperlambat aliran lalu lintas, kendaraan mengeluarkan emisi lebih lama dan dalam jumlah lebih besar. Ini termasuk gas beracun seperti nitrogen dioksida (NO) dan sulfur dioksida (SO), yang bisa merusak jaringan paru-paru. Ditambah lagi dengan PM2.5, partikel kecil yang sangat berbahaya karena bisa masuk jauh ke dalam sistem pernapasan dan bahkan menembus aliran darah.Â
Udara itu berdampak pada kesehatan satu negara, maka jelas ini mendesak. Tapi perlu jauh-jauh memikirkan tindakan preventif pandemi selanjutnya. Tak disadari aja bahwa udara yang memburuk membunuhmu perlahan-lahan.
Kebiasaan yang Mempersulit Keadaan
Tepat 3 hari lalu saya berkunjung ke Bogor untuk sebuah acara. Pada pagi hari, waktu menunjukkan 5.30 WIB, semua terkesan biasa saja. Perjalanan berjalan begitu baik. Berkegiatan satu harian, hari yang sedikit sejuk dan pasca terjadi hujan kini menunjukkan pukul 5 sore. Jarang-jarang saya menggunakan kereta. Sempat saya terpikir mendapatkan tempat duduk yang nyaman.Â
Pandangan pertama yang menyambut saya saat kereta melewat amat traumatis:Â orang-orang memenuhi kereta sampai muka dan tubuh mendesak pada pintu. Tempat transportasi yang sedemikian terbatas diisi oleh begitu banyak orang. Sudah tau begini, tidak bisa disalahkan saya rasa, orang-orang yang memiliki uang lebih untuk mengendarai mobil pribadi.Â
Belum lagi polusi berasal dari sumber-sumber tidak jelas dan tak berguna lain. Jumlah perokok di Indonesia adalah masalah besar yang sudah mengakar dari kecanduan. Anak-anak kecil terpapar rokok dan terus memakainya sampai tua. Gaya hidup masyarakat yang suka sekali merokok atau menggunakan vape, bahkan mayoritas memakai dua duanya, tidak sama sekali membantu situasi ini.Â
Disampaikan oleh Eoleaf bahwa dalam satu tahun, rokok melepaskan 2,6 miliar kilogram karbon dioksida dan 5,2 miliar kilogram metana per tahun dalam skala global. Begitu dirugikannya orang-orang yang tak merokok...menyumbang tidak tapi tersakiti iya.
Dampak Jangka Panjang dari Paparan Polusi Udara
Studi selalu menyampaikan bahwa paparan jangka panjang polusi udara itu berkaitan erat dengan masalah kesehatan kronis yang berkembang di usia apapun: asma, bronkitis, kanker paru-paru, dan macam-macam lain yang bisa terjadi. Bukan itu saja pula. Polusi udara yang berbahaya mempengaruhi perkembangan otak anak-anak, menurunkan kapasitas kognitif, dan menjadikan "Indonesia Emas 2045" hanya impian. Kondisi tak bisa kita biarkan berlanjut seperti ini. Ini adalah ancaman yang mengintai seluruh lapisan masyarakat, tanpa pandang bulu.
Sebagai seorang pelajaran di Ibu kota, di Menteng lebih tepatnya, asap polusi bukan lagi hal yang mengejutkan. Kadangkala di pagi hari, kabut-kabut tampak terlihat di sekitar. Asap hitam dari motor dan mobil yang memenuhi Menteng Raya berhamburan kepada lingkungan sekitar. Hal ini tampak terutama di pagi hari dan sore hari, ketika jalan raya dipenuhi begitu banyak kendaraan.
Apa yang Bisa Dilakukan?
Masalah apapun pasti ada solusi. Meski rumit dan membingungkan, tetapi selalu ada penyelesaiannya melalui langkah-langkah kecil :
Mengurangi Penggunaan Kendaraan Pribadi. Kita lihat dari sudut pandang objektif bahwa fasilitas transportasi Indonesia belum ada baik-baiknya. Tetapi akan selalu ada alternatif.
Mendorong penggunaan transportasi umum atau beralih ke kendaraan listrik dapat mengurangi emisi karbon secara signifikan. Indonesia harus fokus pada perkembangan dunia batere. Dengan SDA, tak ada yang tak mungkin untuk merancang sistem-sstem yang berhasil. Sebagai individu, mengurangi perjalanan yang tidak perlu atau menggunakan sepeda untuk jarak pendek juga bisa menjadi kontribusi.
Meningkatkan Ruang Hijau. Perlu disadari bahwa polusi udara bukanlah ketiadaan gas dan komponen berbahaya, melainkan kehadiran dalam jumlah terlalu banyak. Sesungguhnya, polusi selalu ada. Pohon dan tumbuhan hijau justru membutuhkan gas yang kita anggap polutan itu (CO2) dan menyediakan udara bersih. Mulailah dengan menanam satu tanaman saja, tak perlu banyak-banyak. Area hijau di perkotaan adalah kunci dari udara yang bersih.
Edukasi dan Kesadaran Masyarakat. Pada akhirnya, semua ini hanya omong kosong apabila orang-orang tidak bersedia berubah. Masalah polusi udara bukan hal sepele. Mengubah pola pikir masyarakat dan meningkatkan wawasan terkait topik itu akan semakin menyadarkan banyak orang. Kesadaran untuk memakai masker, mencegah menghirup udara kendaraan, ini hal-hal sederhana yang bisa dilakukan untuk melindungi diri.
Lestarikanlah udara, karena selagi kita hidup, kita akan terus bernapas. Tak ada bentuk interaksi dengan lingkungan yang lebih memaksa dibandingkan kebutuhan kita akan oksigen, maka hendaklah kita berupaya dan memastikan bahwa apa yang masuk dalam hidung, memang benar layak untuk diterima dalam tubuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H