"Sudahlah! Jangan dibahas lagi. Tidak enak sama mertua Bagas!" bisiknya dengan mengedipkan mata.
"Tidak ada kejadian tanpa sebab akibat, seperti pernikahan kalian,"sambung Audrey.
"Nanti kita bicarakan, lagi! Sstt ... Sstt! lanjut Bagas memberi aba-aba diam.
Suasana rumah sakit yang kelihatan hiruk pikuk, para petugas mondar mandir menuju koridor yang.menghubungkan antar ruangan. Waktu di arloji menunjukkan angka sebelas. waktunya bezuk sebentar lagi tiba.
Suara bisikan di dekat telinga Gabriel dan hembusan napas menerpa seraut wajahnya hingga reflek terkejut. Pandangan mata Gabriel tertuju pada ibu yang sudah berada di sampingnya. Ibu melongok kearah Gabriel yang berangsur membaik, dadanya tenang dan pernafasan teratur.
"Gabriel mau makan? Yuks, makan dulu, nak?!" ajak ibu menawarkan makanan yang ia bawa dari kampung. Opor ayam dan semur tempe kesukaan Gabriel semasa kecil dulu.
"Maaf, bu. Menu makanan pasien udah disediakan dari rumah sakit. Baiknya kita berikan makanan anjuran dokter, saja," jelas Audrey dengan nada sungkan.
Audrey bangkit mengambil semangkok nasi lunak ditambah sop anti kolesterol telah tersedia di meja kamar pasien  Suguhan menu itu telah masuk sesuap demi sesuap ke mulut gabriel. Ibu terlihat diam mematung di samping Audrey yang sedang menyuapi anaknya.
"Bagaas ... Bagaas ...! Gabriel, kapan boleh pulang?" tanya ibu dengan wajah bingung.
"Iya, bu. nanti mas Bagas tanyakan pada dokternya," sahutnya menenangkan kegusaran ibu.
Akhirnya sikap ibu melunak, melihat wajah anaknya kembali ceria. Tanpa sengaja ibu menguping pembicaraan anak dan menantu yang sedang bermanja.