Mohon tunggu...
Nanda Nuriyana SSiTMKM
Nanda Nuriyana SSiTMKM Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Praktisi dan Akademisi

BERTUGAS DI RUMAH SAKIT dr FAUZIAH BIREUEN BAGIAN KONSELOR HIV AIDS

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Sakitnya Kehilanganmu (Part 1)

10 Oktober 2023   23:34 Diperbarui: 10 Oktober 2023   23:36 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagas menuntun Gabriel berdoa dan melafadzkan nama sang Rabb pemilik seluruh alam. Kepada-Nya kita akan kembali di suatu saat nanti. Bagas menitikkan air mata yang mulai mengering.

Gabriel dilarikan ke rumah sakit terdekat oleh karena jantungnya kambuh. Bagas menyetir mobil dengan kencangnya berharap sesuatu tidak terlambat.

Sesampai di depan ruang UGD, tim para medis dengan sigap menyambut pasien, lantas membawa ke tempat tidur untuk  dianamnese, diberikan tindakan urgen dan menunggu hasil laboratorium. Keadaan tubuh Gabriel masih lunglai dan terlihat pucat. Setelah oksigen terpasang dengan kebutuhan maksimal, lalu perlahan mulai ada perubahan.

Bagas berusaha mengusap lengan serta mengelus bagian yang terasa sakit. Butiran keringat bercucuran dan area perifer membiru pertanda pasien mengalami hipoxia.

"Mas ... Maass!" panggil gabriel dengan nada lemah.

"Jangan diusap, jaangaann ...!" pintanya lagi.

"Saakiit ... Saakiitt." Gabriel menoleh ke arah Bagas seraya menunjuk dadanya.

Sementara di sisi lain, terlihat para dokter UGD bertindak emergency atas diri Gabriel. Usaha cekatan tim medis berhasil menyelamatkannya.

Gabriel juga ditemani oleh temannya yang bernama Audrey, wanita cantik yang masih  betah menjomblo sampai sekarang, tampak raut wajah kelelahan karena seharian menunggui Gabriel.

Tiba-tiba dokter yang memakai jas putih itu memanggil Bagas dan Audrey ke ruang dokter untuk menyampaikan hasil pemeriksaan pasien. Dokter juga memberikan beberapa nasehat terkait kesehatan Gabriel.

"Duduklah, pak dan buk. dokter akan berusaha semaksimal mungkin. Kita mengharapkan doa terbaik dari keluarga pasien," jelasnya runut.

"Bersabarlah, pak dan bu. Kami tim dokter sedang berupaya atas kesembuhan istri bapak," imbuhnya lagi.

Tak lama kemudian di depan UGD, ibu gabriel yang baru datang dari kampung langsung mendekati Bagas sampai mencecar kata-kata kotor. Tubuh gabriel seketika berubah sianosis kembali, hingga tak sadarkan diri Audrey yang melihat hal itu refleks memanggil dokter yang bertugas.

Kamu apakan anakku sampai seperti ini, Bagas?!" teriak ibu dengan mata memerah bak anak saga.

"Diam kalian!" seru ibu tidak habis pikir penyakit gabriel setahu ibu tidak ada sama sekali. Kalian telah membinasakan Gabriel anakku.

Bu, istighfar. Eling bu, ini mungkin terjadi karena kecapean." beber audrey sembari menenangkan ibunya gabriel.

"Itu kesalahan ibu, merestui pernikahan Gabriel dengan bagas dan keluarga si pencabut nyawa," gumamnya membatin. Namun, rona wajah menyiratkan kurang senang.

Ibu masih sesenggukan menyesali keadaan Gabriel di posisi sekarang. Sementara Bagas tak merasa bersalah, karena ia pun tak pernah berlaku zalim terhadap Gabriel.

Sejak dirawat di ICCU jantung, Gabriel udah mendingan. Pengobatan Gabriel berjalan dengan baik, tak ada resiko fatal yang ditakutkan terjadi, hanya perlu dipantau tanda tanda vitalnya. Dokter berpesan untuk mengontrol ulang agar tidak terjadi serangan kedua.

Bagas menghela nafas panjang, dan berharap semua akan baik-baik saja. Sebagai suami, ia sudah berlaku baik kepada sang istri, mungkinkah ada faktor stres yang disembunyikan.

"Bagas, tau gak! Apakah Gabriel belakangan ini banyak pikiran?" tanya Audrey pelan.

"Sudahlah! Jangan dibahas lagi. Tidak enak sama mertua Bagas!" bisiknya dengan mengedipkan mata.

"Tidak ada kejadian tanpa sebab akibat, seperti pernikahan kalian,"sambung Audrey.

"Nanti kita bicarakan, lagi! Sstt ... Sstt! lanjut Bagas memberi aba-aba diam.

Suasana rumah sakit yang kelihatan hiruk pikuk, para petugas mondar mandir menuju koridor yang.menghubungkan antar ruangan. Waktu di arloji menunjukkan angka sebelas. waktunya bezuk sebentar lagi tiba.

Suara bisikan di dekat telinga Gabriel dan hembusan napas menerpa seraut wajahnya hingga reflek terkejut. Pandangan mata Gabriel tertuju pada ibu yang sudah berada di sampingnya. Ibu melongok kearah Gabriel yang berangsur membaik, dadanya tenang dan pernafasan teratur.

"Gabriel mau makan? Yuks, makan dulu, nak?!" ajak ibu menawarkan makanan yang ia bawa dari kampung. Opor ayam dan semur tempe kesukaan Gabriel semasa kecil dulu.

"Maaf, bu. Menu makanan pasien udah disediakan dari rumah sakit. Baiknya kita berikan makanan anjuran dokter, saja," jelas Audrey dengan nada sungkan.

Audrey bangkit mengambil semangkok nasi lunak ditambah sop anti kolesterol telah tersedia di meja kamar pasien  Suguhan menu itu telah masuk sesuap demi sesuap ke mulut gabriel. Ibu terlihat diam mematung di samping Audrey yang sedang menyuapi anaknya.

"Bagaas ... Bagaas ...! Gabriel, kapan boleh pulang?" tanya ibu dengan wajah bingung.

"Iya, bu. nanti mas Bagas tanyakan pada dokternya," sahutnya menenangkan kegusaran ibu.

Akhirnya sikap ibu melunak, melihat wajah anaknya kembali ceria. Tanpa sengaja ibu menguping pembicaraan anak dan menantu yang sedang bermanja.

Percakapan Bagas dan Gabriel di ruangan terdengar oleh ibu hingga merasa tenang. Bagas memilih ruang rawatan di kelas utama, di mana satu kamar ditempati oleh satu orang saja demi privacy.

"Bagas ... Bagaas! Gabriel meminta maaf atas ketidaknyamanan ini. Gabriel tidak bermaksud menyusahkanmu apalagi janji kita tempo hari akan merawat anak-anak dengan baik," urainya singkat.

"Oo. Mas Bagas sayang. Kamu lelah ya? Maafkan Gabriel yang udah merepotkan kalian semua."

Semburat merah terlihat di kedua pipi bagas menghangat. 

"Hey! Ada apa dengan diriku? Kenapa mendadak canggung di depan Gabriel?" batinnya menggumam lirih 

"Mas Bagas sayang ...!? Dirimu sangat ganteng. Malam itu, Gabriel sangat berhasrat mencumbuimu," ucapnya menceracau setengah sadar.

Pasti tanpa sepengetahuan Bagas seorang Gabriel telah meminum obat-obatan over dosis. Ia sangat membenci lelaki gaib yang terus bercokol dalam benaknya.

Hhmm ... hhmm ....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun