Mohon tunggu...
Nanda Nuriyana SSiTMKM
Nanda Nuriyana SSiTMKM Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Praktisi dan Akademisi

BERTUGAS DI RUMAH SAKIT dr FAUZIAH BIREUEN BAGIAN KONSELOR HIV AIDS

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aset Cerdas, Pak Tua

6 Oktober 2023   23:13 Diperbarui: 6 Oktober 2023   23:21 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak-anak dari almarhum istrinya telah merantau ke luar daerah hanya kedua anak lelaki yang menjadi tumpuan di toko material tersebut. 

Anak berjauhan kerap membikin hati di rundung sedih. Perasaan rindu tak dapat dibohongi karena jelas tergambar dari seraut wajah tua. Seperti kata Midah yang jauh dirindui, sedangkan yang dekat diabai. Midah selalu mencari-cari perhatian layaknya ibu muda.

Kerja cerdas dan bukan kerja keras, Pak Mulyono sukses mengelola usaha hingga mengantarkan anak-anaknya ke jenjang perguruan tinggi. Dia mendidik anak-anaknya supaya disiplin dan menghargai waktu.  

Kesuksesan adalah kebahagiaan yang bisa dinikmati sampai anak cucu. Kekayaan Pak Mulyono sebagian disumbangkan ke panti asuhan untuk mengimbangi perasaan berbagi dan mensyukuri nikmat-Nya.

Namun, satu penyesalan pak Mulyono, ia telah merasa bersalah memperbudak kedua anak lelakinya. Kedua anak lelakinya tidak sampai ke jenjang sarjana, karena sejak muda udah dilatih menjaga toko dan berbakti pada sang bapak.

"Kasian, Ramlan dan Kosim. Keduanya mengalah demi masa depan adik-adiknya. Apakah sebagai papa mereka, aku telah pilih kasih?!" batinnya bermonolog jauh.

"Anak perempuanku semua sarjana, tapi sayang tak satu pun ada di sampingku." gumam pak tua lirih, menatap kosong kedepan. Boro-boro berbakti pada orang tua. Mereka semua diboyong suaminya keluar daerah.

"Aku sih yang salah, membiarkan anak perempuan dibawa jauh," batin pak tua penuh sesal.

"Kalau gini, percuma hartaku berlimpah. Aku tak dapat menikmati. Aku hanya perlu kehangatan keluarga." sesal pak tua berujung kecewa.

Tapi resiko anak tertua seperti pak Mulyono, kembali di turunkan kepada anak sulungnya.

"Impaskah?" bisik hati kerasnya saling menyalahkan diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun