Terkuak luka lama yang hampir usai
Ketika jiwa-jiwa kotor terus merongrong
Tatapan mata penuh kebencian berapi
Menyayat hati
Lara yang kau tawarkan begitu menjerat
Tidakkah kau berpikir akan ada pengadilan di hari akhir
Kenapa kamu tidak takut dengan pengadilan Tuhanmu
Sementara kau tampakkan kemenanganmu di hadapan manusia
Memperlihatkan borok di sana
Mengulang luka lama
Menyakiti perasaan orang lemah
Kamu penindas lebih mementingkan tepuk sorai mengelukan
Aku saksi dari perjalanan hidup yang pernah ia gariskan
Luka baru kau toreh lagi semakin dalam
Menjadi babak drama kolosal
Memercikkan api kebencian menjadi siluet merah
Satu persatu mengkristal dalam bola binarmu
Kau penuhi angkara murka sesaat
Bergelimang nista dan bulir air mata
Kepuasanmu dulu berjaya
Melenyapkan jejak kebenaran menggantikan dengan hasutan
Sebenarnya siapa yang kau benci
Dia atau aku
Buat apa hidup dalam kegelisahan, terselubung dalam hina
Tidakkah kamu tahu derai air mata tertumpah habis menggantikan kenangan
Tak jua mampu meredam sakit
Mana kepedulian dan kasih sayang yang dulu diagung-agungkan hingga kau terpedaya dengan ulahnya
Otoriter yang melekat sangat menyiksa hidup melebihi belenggu tirani
Hanya mengucap sepatah kata, meneriaki
Sementara lainnya tertawa basi
Manutmu di luar batas,Â
Pengorbanan sia-sia mengekangmu separuh hidup
Ia menggenggammu erat, membuat batas tegas mempertaruhkan jiwa
Sadarlah ...
Bambu Selatan, 4 Oktober 2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI