Terkadang ekspektasi tidak sesuai dengan realita. Manis pahitnya kehidupan senantiasa mengikuti alur ketentuan Sang Pencipta. Selagi masih bernapas hal tersebut adalah mutlak akan kita hadapi sampai penghujung nyawa.
Beberapa fenomena ditemui dalam masyarakat terkait teknologi modern di era globalisasi ini. Kemajuan tersebut memudahkan relasi intens, demikian juga hubungan komunikasi antar personal semakin terjangkau aksesnya.Â
Situasi ini diikuti oleh perkembangan sisi negatif lainnya, daya sensor yang minim menimbulkan perilaku berisiko di antara masyarakat komunitas tertentu. Sering kali kita melihat faktor menjamurnya PSK (Pekerja Seks Komersil) online, merupakan salah satu pintu masuk penyebaran penyakit HIV.
Menyongsong bonus demografi pada tahun 2030 mendatang, kita memiliki aset golongan usia muda, Â hingga memperoleh benefit ketenagakerjaan produktif.Â
Alih-alih kelemahan kontrol, menuai pertambahan jumlah Odha (orang dengan HIV-AIDS) pada usia remaja dan dewasa awal. Ada apa sih, di balik semua itu?
Sebuah fenomena gunung es siap meruntuhkan kekuatan dan menggambarkan kejadian yang sesungguhnya. Secara masif virus HIV melumpuhkan tekad anak bangsa. Jangan pernah menyerah selagi ada peluang bangkit berjuang meninggalkan keterpurukan.Â
Beberapa istilah yang tiada asing lagi, HIV (Human immune virus), virus yang melemahkan kekebalan tubuh manusia. Aids (Acquired immune deficiency syndrom) melemahnya sistem kekebalan tubuh hingga timbulnya berbagai macam gejala penyakit infeksi opportunity pada Odha.Â
Orang yang baru terpapar virus HIV, belum terdeteksinya virus pada hasil pemeriksaan darah kecuali memakai uji tes ELISA (Enzyme-linked immunosorbent assay) dengan sensivitas tinggi.Â
Pengidap virus HIV selama tiga bulan pertama, keakurasian dengan pemeriksaan laboratorium belum cukup jelas, cenderung tanpa gejala, berpotensi menularkan pada individu lainnya. Masa ini disebut window periode. Hal yang paling dilarang pada periode jendela adalah ikut mendonorkan darah kepada pihak yang membutuhkan.
Lalu, siapa yang bisa terkena virus HIV tersebut?
Pertama, orang yang melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa memakai pengaman. Kedua karena tertusuk jarum yang terkontaminasi dengan paparan virus HIV. Ketiga adanya Penasun (pengguna narkoba suntikan), penularan virus HIV dengan cara ini sangat rawan menggunakan jarum suntik secara bergantian. Keempat pada Odha yang hamil dan menyusui bayinya tanpa penanganan tepat.Â
Kasus HIV Â sedang nge-trend menjangkiti kaum remaja dan dewasa awal. Hal ini seiring dengan maraknya narkoba, prostitusi online, kekerasan seksual dan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender) merebak bagaikan penyemaian benih-benih di musim penghujan.
Menyikapi permasalahan tersebut, banyak tokoh masyarakat sangat gelisah menyaksikan fenomena yang sedang berlangsung. Kekhawatiran para orang tua terhadap remaja penerus bangsa, menjadi titik fokus utama.
Harapan penulis, segera usai dari mimpi-mimpi buruk yang panjang. Impian generasi muda dalam memberikan sumbangsih tenaga pikiran untuk bangsa akan terwujud dengan usaha dan nilai-nilai azas kebersamaan.Â
Sulit membayangkan andai generasi masa depan mengalami kemunduran sikap dan tingkah laku. Misalnya untuk diri sendiri saja masih ketergantungan disebabkan oleh sesuatu kondisi kesehatan dan lain lain.
Oleh karena itu, keganasan virus dapat dikendalikan dengan mawas diri, pengobatan bagi ODHA yang teratur, jauhi perilaku berisiko.Â
Pencegahan positif bagi diri sendiri dan orang lain, tingkatkan kualitas hidup sebagaimana layaknya orang sehat, ODHA bukanlah sebuah penyakit yang harus disesali apalagi sudah terjadi. Namun, jemputlah kesempatan emas untuk memberdayakan diri.Â
Dukungan masyarakat, teman sebaya dan keluarga sangat dibutuhkan oleh Odha untuk bangkit. Dorongan eksistensi diri mampu mengubah kehidupan ke arah lebih energik. Berada di komunitas bersama orang-orang yang saling mendukung dan berbagi ilmunya adalah sebuah kekuatan.Â
Kepatuhan pengobatan ARV (Antiretroviral) mutlak meningkatkan kesehatan ODHA dengan menekan replikasi jumlah virus hingga tahap relatif "inaktif virus" pada uji laboratorium. Semua itu butuh tekad dan keyakinan untuk tetap hidup sehat.Â
Bagaimana dengan pencegahan di kalangan generasi muda, yang kian hari bergejolak tanpa mengenal batas? Justru di saat telah terinfeksi virus barulah tersadar tentang rutinitas perilaku berisiko selama ini, akibat minimnya informasi tentang edukasi HIV-AIDS.Â
Sebuah konsekuensi pahit harus rela ia bayar mahal sebelum terlambat, intensitas mutu melakukan kegiatan promosi dan pencegahan dalam memutus mata rantai ancaman virus HIV-AIDS.
Penulis pernah mewawancarai beberapa remaja yang terjebak dalam pergaulan bebas. Bahkan ada remaja polos sampai terpuruk ke dalam tindakan kekerasan seksual, kebaikan seseorang terkadang modus. Jangan mudah percaya pada orang baru dikenal, apalagi mengajak kamu berbuat hal-hal aneh dan berisiko.Â
Semua kembali pada kepekaan insan dalam menjalin hubungan dengan teman ataupun komunitas. Segera bertindak tegas apabila sudah menyimpang dari kenyamanan, cerdas bersikap supaya terhindar sebagai korban berikutnya.Â
Keberingasan hidup di luar sana sangat mencemaskan hati para orang tua, insan remaja harus lebih peka dan dibekali ilmu untuk melindungi diri dari berbagai ancaman. Menyeruak dari keganasan ini mengingatkan penulis tentang bayi Labi-Labi di tepi pantai. Dia berjuang melawan kekejaman pemangsa untuk mencapai perairan laut hingga selamat.Â
Demikian juga kita manusia diberikan akal kecerdasan senantiasa lebih kritis berpikir. Berjalan di titian lurus sambil berikhtiar, semoga Sang Pencipta melindungi generasi di masa mendatang. Jangan.pernah berkecil hati jika takdirmu masih jauh dari harapan, bukankah setelah kesulitan akan ada berbagai kemudahan, maka bersabarlah!Â
Demikianlah, sekilas ulasan penulis mengenai informasi edukasi tentang penularan HIV-AIDS. Semoga membuka wawasan dan antisipasi diri terhadap faktor perilaku berisiko terhadap  penularan virus tersebut. Â
Mari menyongsong tahun 2030 bebas HIV, dengan mewujudkan Triple Zero, zero kasus HIV baru, zero kematian AIDS dan zero stigma diskriminasi ODHA. Kesuksesan penanggulangan kasus ini melibatkan semua lini terutama generasi muda sehat dan berkarya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H