3,37
Keterangan: Skala 1 sampai dengan 5, di mana 1 sebagai pembiayaan yang paling tidak berisiko dan 5 sebagai pembiayaan yang paling berisiko
Dalam praktiknya, bank syariah lebih banyak menggunakan skim murabahah dalam penyaluran pembiayaan. Karakteristik murabahah yang pasti dalam besaran angsuran dan margin juga melahirkan persepsi bahwa penggunaan akad murababah dapat mengurangi tingkat risiko pembiayaan. Di Indonesia, sampai pada Juni 2015, dominasi pembiayaan murabahah pada bank syariah dibanding pembiayaan dengan akad lainnya mencapai 57%.
Ilustrasi porsi pembiayaan bank syariah di Indonesia berdasarkan akadnya dapat dilihat di tabel berikut ini.
AkadJuni 2015PersentaseAkad Mudharabah14,9067.31%Akad Musyarakah54,03326.50%Akad Murabahah117,77757.76%Akad Salam00.00%Akad Istishna6780.33%Akad Ijarah11,5615.67%Akad Qardh4,9382.42%Total 203,894100%
Sumber: SPS Juni 2015, diolah
Jika merujuk kepada profil risiko pembiayaan Khan dan Ahmed pada pembahasan sebelumnya, dapat kita lihat bahwa bank syariah di Indonesia cenderung lebih menyukai pembiayaan-pembiayaan dengan nilai risiko relative rendah. Hal ini dilihat dari komposisi pembiayaan di atas bahwa dominasi pembiayaan tersalur adalah menggunakan akad murabahah, kemudian disusul dengan musyarakah dan mudharabah. Dominasi pembiayaan murabahah dibandingkan pembiayaan-pembiayaan dengan akad lain juga membuktikan asumsi-asumsi pada penelitian sebelumnya bahwa secara rasional, untuk mempertahankan profitabilitas dan efisiensi serta pengelolaan risiko pembiayaan bank syariah akan cenderung memaksimalkan pembiayaan dengan akad murabahah dibandingkan akad-akad lain.
Dari data di atas, pembiayaan dengan skim murabahah merupakan pembiayaan dengan porsi paling besar dalam komposisi pembiayaan yang disalurkan bank syariah di Indonesia. Jika dikaitkan dengan nilai risiko pembiayaan (Ahmed dan Khan), pembiayaan murabahah memiliki karakteristik risiko yang paling rendah di antara pembiayaan-pembiayaan lain.
Secara fiqh, memang tidak ada pengaturan portofolio produk pada lembaga keuangan syariah. Kemudian, secara kelembagaan, pilihan atas penyaluran murabahah dibandingkan pembiayaan jenis lain adalah pilihan paling menarik, menguntungkan dan mengandung risiko paling kecil sehingga pada dasarnya bank diperbolehkan mengutamakan murabahah dalam produk pembiayaannya. Namun terdapat catatan mengenai pembiayaan murabahah ini, di antaranya bahwa sistem margin pada pembiayaan murabahah, mudah disalahartikan sebagai konsep “kredit syariah” oleh masyarakat awam. Di sisi lain, secara makro, pembiayaan jenis ini membuat nuansa moneter menjadi lebih menonjol dibandingkan sektor riil, karena pembiayaan murabahah pada umumnya bersifat konsumtif, sehingga tidak sesuai dengan cita-cita ekonomi Islam yang menuntut keseimbangan antara sektor moneter dan sektor riil.
Pembiayaan bank syariah yang lebih menyentuh pada sektor riil dan menggerakkan perekonomian adalah pembiayaan mudharabah dan musyarakah, Rama mengungkapkan bahwa bank syariah terbukti efektif memainkan perannya sebagai lembaga intermediasi dan mengembangkan sektor riil melalui pembiayaan mudharabah dan musyarakah serta instrumen profit and loss sharing secara alamiah memiliki andil dalam menahan laju inflasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Meskipun demikian pembiayaan dengan prinsip kerja sama ini belum tumbuh optimal dan konsentrasi pembiayaan masih terpusat pada pembiayaan murabahah.