Menurut Grant, coaching didefinisikan sebagai proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis dimana coach memfasilitasi peningkatan atas peforma kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (1999).Â
Coaching lebih fokus membantu seseorang untuk belajar daripada mengajarinya. Pengalaman barangkali menjadi satu modal besar sebagai bahan pengetahuan. Coaching memegang prinsip; kemitraan, konstruktif, terencana, refletif, dan objektif. Posisi guru sebagai coach dalam proses pembelajaran menjadi hal yang urgent untuk saat ini. Belajar tidak melulu disuguhi solusi atas masalah yang ada, adakalanya menyelesaikan sendiri atas masalah yang dihadapinya.
Coaching mengajak coachee menemukan solusi atas masalah yang dihadapinya. Proses coaching juga menjadi satu langkah dalam menguatkan perkembangan siswa secara holistik, mereka tidak sekadar pitar secara teori pelajaran, tetapi juga pintar dalam menyikapi masalah yang sedang dihadapinya. Bahkan tidak itu saja, proses coaching juga menjadi media dalam menggali pengalaman siswa yang kemudiann guru bisa mensinkronkan dengan model/ gaya belajar yang sesuai.
/2/
Kedua, Keterkaitan coaching dengan pembelajaran sosial dan emosiaonal serta pembelajaran berdiferensiasi. Ketiganya saling merajut, menguatkan satu sama lain.Â
Coaching membuka komunikasi yang lebih dalam antara coach dengan coachee. Ketika guru menjadi coach atas muridnya, maka komunikasi antara keduanya menjadi bekal berharga dalam proses menumbuhkan/ menciptakan pembelajaran berdiferensiasi, yang beragam sesuai dengan kebutuhan murid. Kebutuhan tersebut dapat berupa pengetahuan yang ada, gaya belajar, minat, dan pemahaman terhadap mata pelajaran. Sehingga siswa akan merasa nyaman dengan proses belajarnya. Keberagaman ini maksunya.
Tidak itu saja proses coaching dengan segala prosesnya secra langsung juga mengaplikasikan pembelajaran sosial dan emosional. Di dalam prosesnya coachee (murid) diajak untuk jujur atas dirinya dan masalah yang dihadapinya, tujuan yang ingin dicapai, serta harapan terbesar dari masalahan yang tengah dirasakannya. Proses ini menguatkan sisi emosional dengan mengelola kesadaran diri, manajemen diri, kesadara diri, ketrampilan berelasi dan pengambilan Keputusan yang bertanggung jawab.
Di akhir, Â guru bukan sosok supermen tetapi superteam, perlu jarring kolaborasi yang kuat dari berbagai elemen guan menguatkan proses pembelajaran, khususnya dalam menciptakan merdeka belajar guru tidak bisa mewujudkan sendirian, perlu uluran tangan yang kuat dari berbagai pihak untuk selaras mendukung proses pendidikan agar lebih baik. Bagaimanapun perubahan dan tantangan yang dihadapkan pada guru, perlu disadari bahwa itu sebuah keharusan, sebab mengajar adalah belajar dua kali dan mengajar adalah cara belajar yang tidak mengenal batas untuk berhenti.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI