Mohon tunggu...
Nana Listiana
Nana Listiana Mohon Tunggu... Buruh - Menjadi wanita kuat

Agar menjadi generasi yang unggul dan baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengertian dan Ragam Masalah Bimbingan Konseling

13 November 2019   17:50 Diperbarui: 22 Juni 2021   18:48 3153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengenal Pengertian dan Ragam Masalah Bimbingan Konseling (unsplash/annie-spratt)

"Pelaksanaan bimbingan pada anak usia dini tidak dapat dipisahkan dalam keseluruhan proses pembelajaran."
Pendahuluan

A. Latar Belakang  

Semua anak didik memerlukan bantuan, baik yang dianggap tidak punya masalah maupun anak yang menghadapi masalah. Anak yang dianggap tidak memiliki masalah, tetapi tetap membutuhkan bimbingan karena anak perlu tetap mengembangkan kemampuan yang ada pada dirinya. 

Bantuan yang diberikan pada anak seperti ini bersifat pencegahan dan pengembangan. Sementara bimbingan untuk anak yang bermasalah lebih bersifat perbaikan.

Bimbingan merupakan salah satu kegiatan pendidikan di samping pengajaran dan latihan. Pelaksanaan bimbingan pada anak usia dini tidak dapat dipisahkan dalam keseluruhan proses pembelajaran. 

Ketika guru melaksanakan kegiatan pengajaran dan latihan, ketika itu juga guru dapat melaksanakan proses bimbingan dengan menggunakan metode pembelajaran yang sering kali dipergunakan dalam menKejelasan arah kepada siapa proses bimbingan itu dilakukan akan mewujudkan hasil yang baik dari suatu proses yang dilakukan.

Guru tidak boleh sembarangan memberikan bimbingan, bimbingan yang dilakukan guru harus dilatarbelakangi pemahaman terhadap kondisi permasalahan anak yang dibimbingnya.  

Baca juga : Konsep dan Karakteristik Kurikulum di Indonesia dan Jepang

Pemahaman terhadap kebutuhan dan perkembangan anak yang berbeda satu sama lain membuat guru/pendamping perlu melakukan bimbingan secara fleksibel. 

Guru/pendamping tidak dapat memberikan bimbingan dengan pendekatan yang sama pada setiap anak karena kebutuhan dan perkembangan anak satu sama lain berbeda.  

Dalam Permendiknas No. 23/2006 telah dirumuskan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang harus dicapai peserta didik, melalui proses pembelajaran berbagai mata pelajaran. Namun, sungguh sangat disesalkan dalam Permendiknas tersebut sama sekali tidak memuat Standar Kompetensi yang harus dicapai peserta didik melalui pelayanan Bimbingan dan Konseling.

Oleh karena itu, Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) mengambil inisiatif untuk merumuskan Standar Kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik, mulai tingkat SD sampai dengan Perguruan Tinggi, dalam bentuk naskah akademik, untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan Depdiknas dalam menentukan kebijakan Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Indonesia.

Dalam konteks pembelajaran Standar Kompetensi ini disebut Standar Kompetensi Lulusan (SKL), sementara dalam konteks Bimbingan dan Konseling Standar Kompetensi ini dikenal dengan istilah Standar Kompetensi Kemandirian (SKK), yang di dalamnya mencakup sepuluh aspek perkembangan individu (SD dan SLTP) dan sebelas aspek perkembangan individu (SLTA dan PT). Kesebelas aspek perkembangan tersebut adalah:

(1) Landasan hidup religius;
(2) Landasan perilaku etis;
(3) Kematangan emosi;
(4) Kematangan intelektual;
 (5) Kesadaran tanggung jawab sosial;
(6) Kesadaran gender;
 (7) Pengembangan diri;
(8) Perilaku kewirausahaan (kemandirian perilaku ekonomis);
 (9) Wawasan dan kesiapan karier;
(10) Kematangan hubungan dengan teman sebaya; dan
 (11) Kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga (hanya untuk SLTA dan PT)

Masing-masing aspek perkembangan memiliki tiga dimensi tujuan, yaitu:
(1) pengenalan/penyadaran (memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang aspek dan tugas perkembangan [standar kompetensi] yang harus dikuasai);
(2) akomodasi (memperoleh pemaknaan dan internalisasi atas aspek dan tugas perkembangan [standar kompetensi] yang harus dikuasai)
(3) tindakan (perilaku nyata dalam kehidupan sehari-hari dari aspek dan tugas perkembangan [standar kompetensi] yang harus dikuasai).

Baca juga : Karakteristik Anak Usia Dini Memperngaruhi Karakteristik Pembelajarannya

Pengembangan program layanan Bimbingan dan Konseling merentang mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak (TK) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). 

Pada jenjang TK dan SD/MI layanan bimbingan dan konseling dapat dilakukan oleh Konselor Kunjung (Roving Counselor) untuk membantu guru menyusun Program BK yang terpadu dengan proses pembelajaran dan mengatasi perilaku yang mengganggu, melalui direct behavioral consultation.

Pembahasan

A. Pengertian Bimbingan Konseling

Bimbingan dan Konseling memiliki dua makna yang berbeda namun saling berkaitan satu dengan lainnya. 

Menurut Sertzer dan Stone (1981), mengatakan bahwa The process of helping individuals to understand themselves and their world (bimbingan diartikan sebagai proses membantu orang-perorangan untuk memahami dirinya sendiri dan lingkungan hidupnya). 

Proses, menunjuk pada gejala bahwa sesuatu akan berubah secara berangsur-angsur selama kurun waktu tertentu.

Bimbingan dan konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok agar mandiri dan bisa berkembang secara optimal, dalam bimbingan pribadi, sosial, belajar maupun karier melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung berdaarkan norma-norma yang berlaku Priyatno (2004).

Bimbingan dan konseling bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks  adegan mengajar yang layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan layanan ahli dalam konteks memandirikan peserta didik. (ABKIN, 2007).

Pengertian penyuluhan menurut Bimo Walgito adalah : bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah kehidupannya dengan wawancara, dengan cara yang sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya. (Mapiere, 1997:04)

Menurut saya Pendidikan bimbingan konseling sangat lah penting di terpkan kepada anak sekolah dasar di kerenakan bekal untuk dia masuk ke sekolah jenjang yang lebih tinggi. 

Semakin anak dewasa harus memiliki etika dan sopan santun agar mampu bergaul di mana saja dengan baik dan sopan. Karena untuk persiapan mengikui era di zaman sekarag yang sangat cepat sekali perkembangan nya dalam hal apapun.

Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). 

Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.  

Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi as-pek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).

Baca juga : Fungsi Pendidikan: Memahami, Membimbing dan Mengarahkan Anak Sesuai Karakteristiknya

B. Tujuan Bimbingan Konseling

Dalam hubungan ini pelayanan bimbingan dan konseling diberikan kepada siswa "dalam rangka upaya agar siswa dapat menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan masa depan". (Prayitno. 1998).

Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan ditujukan agar peserta didik mampu mempertimbangkan dan mengabil keputusan tentang masa depan dirinya, baik yang menyangkkut bidang pendidikan, bidnag karir, maupun bidnag budaya, keluarga dan masyarakat (Prayito, 1998).

Menurut saya  Melalui perencanaan masa depan ini individu diharapkan mampu mawujudkan dirinya sendiri dengan bakat, minat, intelegensi dan kemungkinan-kemungkinan yang dimilikinya. 

Dan perlu pula diingat bahwa diri haruslah sejalan dengan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Apabila kemampuan mewujudkan diri ini benar-benar telah ada pada diri seseorang, maka akan mampu berdiri sendiri sebagai pribadi yang mandiri, bebas dan mantap.

Tujuan bimbingan dan konseling menurut Hallen adalah:

a. Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi, dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri.  
b. Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan dimaksudkan agar peserta mengenal lingkungannya secara obyektif, baik sosial maupun ekonomi.
c. Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar peserta didik mampu mempertimbangkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya, baik pendidikan, karier maupun bidang budaya, keluarga dan masyarakat.

Tujuan Konseling :

1.  Menolong individu mendapatkan pengertian yang terus menerus dari pada mekanisme penyesuaian diri mereka sendiri  

2 Membentuk kembali struktur kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal-hal yang tak disadari menjadi sadar kembali, dengan menitikberatkan pada pemahaman dan pengenalan pengalaman-pengalaman masa anak-anak, terutama usia 2-5 tahun, untuk ditata, disikusikan, dianalisis dan ditafsirkan sehingga kepribadian klien bisa direkonstruksi lagi.  

3. Mengahapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien. Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik :
  (1) diinginkan oleh klien;  
  (2) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut;
  (3) klien dapat mencapai tujuan tersebut;
  (4) dirumuskan secara spesifik Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.

Menurut saya ada 2 tujuan yaitu tujuan khusus dan umum . yaitu Memandirikan peserta didik dan mengembangkan potensi mereka secara optimal dan  Mengarahkan pada keefektifan hidup sehari-hari dengan memperhatikan potensi peserta didik. 

Sedangakn tujuan khusus nya adalah Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupan-nya di masa yang akan dating dan Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin.

C. Ragam Masalah Bk

Dalam masalah  ini, Sofyan S. Willis (2004) mengemukakan tingkatan masalah berserta mekanisme dan petugas yang menanganinya, sebagaimana dalam bagan berikut :

1. Masalah (kasus) ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar tidak mau menegerjakan tugas. Menjadi siswa yang pasif di kelas.
pada bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar,  tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan. Kasus ringan dibimbing oleh wali kelas dan guru dengan berkonsultasi kepada kepala sekolah (konselor/guru pembimbing) dan mengadakan kunjungan rumah.

2. Masalah (kasus) sedang, seperti: gangguan emosional, berpacaran, dengan perbuatan menyimpang, berkelahi antar sekolah, kesulitan belajar, karena gangguan di keluarga, minum minuman keras tahap pertengahan, mencuri kelas sedang, melakukan gangguan sosial dan asusila. Kasus sedang dibimbing oleh guru BK (konselor), dengan berkonsultasi dengan kepala sekolah, ahli/profesional, polisi, guru dan sebagainya. Dapat pula mengadakan konferensi kasus.

3. Masalah (kasus) berat, seperti: gangguan emosional berat, kecanduan alkohol dan narkotika, pelaku kriminalitas, siswa hamil, percobaan bunuh diri, perkelahian dengan senjata tajam atau senjata api. Kasus berat dilakukan referal (alihtangan kasus) kepada ahli psikologi dan psikiater, dokter, polisi, ahli hukum yang sebelumnya terlebih dahulu dilakukan kegiatan konferensi kasus.  

Dapat saya simpulkan dengan melihat penjelasan di atas, tampak jelas bahwa penanganan siswa bermasalah melalui pendekatan Bimbingan dan Konseling tidak semata-mata menjadi tanggung jawab guru BK/konselor di sekolah tetapi dapat melibatkan pula berbagai pihak lain untuk bersama-sama membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dan perkembangan pribadi secara optimal.  

Contoh Asumsi tingkah laku

(1).Contoh Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan.  
(2). Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau lingkungan yang salah.  
(3). Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat.  
(4). Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar  
Dalam perspektif pendekatan konseling rasional emotif tingkah laku bermasalah adalah merupakan tingkah laku yang didasarkan pada cara berpikir yang irrasional.

Ciri-ciri berpikir irasional :
 (1) tidak dapat dibuktikan;
             (2) menimbulkan perasaan tidak enak (kecemasan, kekhawatiran, prasangka) yang sebenarnya tidak perlu;
            (3) menghalangi individu untuk berkembang dalam kehidupan sehari-hari yang efektif  Sebab-sebab individu tidak mampu berpikir secara rasional :

Yang di maksudkan tidak dapat berfikir rasional adalah :
 (1) individu tidak berpikir jelas tentangg saat ini dan yang akan dating, antara kenyatan dan imajinasi;
 (2) individu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain;
 (3) orang tua atau masyarakat memiliki kecenderungan berpikir irasional yang diajarkan kepada individu melalui berbagai media. Indikator keyakinan irasional :

Indikator keyakinan Irasioanl :
  (1) manusia hidup dalam masyarakat adalah untuk diterima dan dicintai oleh orang lain dari segala sesuatu yang dikerjakan;
  (2) banyak orang dalam kehidupan masyarakat yang tidak baik, merusak, jahat, dan kejam sehingga mereka patut dicurigai, disalahkan, dan dihukum;
 (3) kehidupan manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai malapetaka, bencana yang dahsyat, mengerikan, menakutkan yang mau tidak mau harus dihadapi oleh manusia dalam hidupnya;
 (4) lebih mudah untuk menjauhi kesulitan-kesulitan hidup tertentu dari pada berusaha untuk mengahadapi dan menanganinya;
 (5) penderitaan emosional dari seseorang muncul dari tekanan eksternal dan bahwa individu hanya mempunyai kemampuan sedikit sekali untuk menghilangkan penderitaan emosional tersebut;  
(6) pengalaman masa lalu memberikan pengaruh sangat kuat terhadap kehidupan individu dan menentuan perasaan dan tingkah laku individu pada saat sekarang;
 (7) untuk mencapai derajat yang tinggi dalam hidupnya dan untuk merasakan sesuatu yang menyenangkan memerlukan kekuatan supranatural; dan  
(8) nilai diri sebagai manusia dan penerimaan orang lain terhadap diri tergantung dari kebaikan penampilan individu dan tingkat penerimaan oleh orang lain terhadap individu.

D. Faktor Penyebab masalah Bimbingan konseling di Sekolah Dasar

W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor -- faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu :
 (a) faktor internal; faktor yang besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan
(b) faktor eksternal, seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.
1. faktor kelurga misal nya kedua orang tua nya berceri sehingga membuat anak tidak punya semangat belajar
2. faktor lingkungan misalnya teman -- temannya yang mengejek nya karena sikap atau penampilanya yang kurang baik
3. faktor dari guru nya yang kurang sabar mendidik nya dan memahami masing -- masin karakter siswa.
Konsep bimbingan jabatan lahir bersamaan dengan konsep bimbingan di Amerika Serikat pada awal abad keduapuluh, yang dilatari oleh berbagai kondisi obyektif pada waktu itu, diantaranya :  
a. Keadaan ekonomi;
            b. Keadaan sosial, seperti urbanisasi;
            c. Kondisi ideologis, seperti adanya kegelisahan untuk membentuk kembali dan menyebarkan pemikiran tentang kemampuan seseorang dalam rangka meningkatkan kemampuan diri dan statusnya;
d. Perkembangan ilmu (scientific), khususnya dalam bidang ilmu psiko-fisik dan psikologi eksperimantal yang dipelopori oleh Freechner, Helmotz dan Wundt, psikometrik yang dikembangkan oleh Cattel, Binnet dan yang lainnya Atas desakan kondisi tersebut, maka muncullah gerakan bimbingan jabatan (vocational guidance) yang tersebar ke seluruh negara (Crites, 1981 dalam Bahrul Falah, 1987).

Daftar Pustaka

Prayitno, 1999 . Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan konseling di sekolah atas (SMU), Jakarta : Mandiri Abadi
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdiknas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun