Kututup buku Tanpa Rencana, karya Dee Lestari.Â
Salah satu cerpennya yang berjudul "Temu & Power Rangers", membuatku merenung, "iya ya, betapa kerasnya hidup di Jakarta".
Demi bisa menyambung hidup, orang bekerja keras dari pagi sampai malam, Â belum lagi lelah yang amat sangat karena perjalanan yang mestinya bisa ditempuh dalam waktu hanya 15 menit, bisa menjadi 30 menit bahkan 1 jam, karena padatnya kendaraan.Â
Ditambah, dalam perjalanan harus berjibaku dengan polusi, bikin pikiran makin penuh, selain pekerjaan.Â
Pulang ke rumah, mesti harus menghadapi anak dan mama yang masing-masing memiliki keinginan dan tuntutan.Â
Mungkin bukan hanya Jakarta, namun aku yang terbiasa tinggal di Jakarta, juga turut berempati dengan karakter Bapak dalam cerpen tersebut.
Sesuatu yang ga mungkin, tapi aku mau tidak mau membayangkan Jakarta yang menawarkan kenyamanan hidup bagi warganya.
Bangun tidur, ku buka jendela rumah, kemudian mendengar suara ayam berkokok.
Udara pagi yang sejuk langsung menerpa wajahku, dan ahh... tercium daun-daun yang segar, yang membuat hidung dan kerongkonganku begitu adem.
Sinar matahari menyinari kebun rumahku, belum lagi telingaku dimanjakan dengan suara kicauan burung.