Bukan tidak tergoda untuk mendekatinya, namun aku tahu diri, dia sudah tidak mungkin aku miliki.
Dan melihat latar belakangku, ah, sudah pasti dia tidak akan tertarik padaku.
Berada didekatnya, aku tidak pernah merasakan seperti layaknya orang yang sedang jatuh cinta, namun aku merasakan kenyamanan, dan merasa aman terlindungi.
Sikapnya yang menghargai hasil kinerja orang lain,  memperhatikan kesejahteraan staffnya dengan baik, belum lagi caranya menjadi seorang leader, membuatku semakin terpesona.
Namun aku lebih terpesona, ketika melihat caranya memperlakukan istri dan anak-anaknya. Begitu penuh kasih, dan benar-benar terlihat seperti family man.
Aku memujanya, hingga nyaris mencintainya.
Semua pekerjaan aku lakukan dengan penuh dedikasi, supaya bisa merasakan jiwanya berada didekatku.
Ya, aku tahu dia sangat mencintai perusahaannya, maka aku bekerja dengan totalitas, hingga aku mencapai posisiku yang sekarang, asisten pribadi.
Terkadang ada rasa iri yang timbul ketika pria yang kucintai ini begitu memperhatikan anak-anaknya, dan seringkali becanda mesra dengan istrinya.
Melihat kemesraan keluarga mereka, membuat kebencianku pada bapakku semakin memuncak, hingga aku rasanya ingin segera mengakhiri hidup bapak, supaya ibuku tidak sedih lagi, dan bisa mendapatkan pria yang benar-benar mencintainya.
***
"Biar gimana itu bapakmu, San. Ibu yang sudah salah didik kamu".
Terngiang dengan jelas suara Ibu yang begitu memelas, saat melihat tanganku berlumuran darah.
"Bukan, Bu... dia binatang. Kalau ga ada yang bisa mengadilinya, biar aku yang mengadilinya", ketika mengucapkannya hatiku sama sekali tidak ada penyesalan.
Aku hanya ingin aku dan ibuku bahagia. Lepas dari ancaman dan perlakuan bengisnya.
"Astaqfirullah, Sannn".
Aku langsung terbangun dari tidur. Terasa mimpi itu seperti jelas terjadi.
Keringat dingin serasa mengucur deras di kepala dan tubuhku.
Astaga, Tuhan, apa benar aku yang membunuh Bapak? Ibu? Mengapa aku sama sekali tidak ingat???
Aku merasa tidak mungkin berani membunuh Bapakku, dan tidak ada alasan yang kuat mengapa juga aku harus membunuh Ibu, walaupun aku memang sering disiksa oleh bapakku.
Ibuku.... Beliau selalu melindungiku.
***
Saat aku berusia 18 tahun, pertama kalinya aku berani melawan Bapak.
"Pakkk... Jangannnn!!! Ampunn, Pak, Ampunnn", ibuku menghadangkan tubuhnya sambil berteriak memohon ampun, memelukku ketika Bapak memukulku.
"Jangan kau bela anak sundal seperti ini. Bikin malu saja!", bentak Bapak sambil memecut tali pinggangnya pada tubuh ibuku, agar segera melepaskan diri dariku.
"Bapak yang kasih contoh!!!" Bentakku, rasanya sudah tidak tahan lagi melihat tubuh ibuku selalu penuh luka, karena membelaku.
Aku dorong Bapak sekuat tenaga, hingga pria tambun itu menyerusuk jatuh.
"Ayo, Bu, kita pergi", teriakku langsung menggandeng tangan Ibu.
"Anak sialannn!!", Bapakku bangun, dan berusaha memukulku lagi, dan kali ini dengan botol yang ada di tangannya.
"Lariiii, Sannn!! Lariii!", tubuh ibuku yang mungil langsung berhadapan dengan tubuh bapakku yang begitu besar.
Aku langsung lari sekencang-kencangnya.
Aku akan kembali, hanya untuk menjemput ibu. Hanya untuk menjemput ibu. Aku berjanji dalam hatiku.
***
"San...", suara berwibawa itu terdengar begitu empuk.
"Ya, Pak. Ada yang bisa saya bantu?".
"Formal banget kamu, San..", aku suka melihat senyum pria ini, selalu manis dan enak dipandang.
"Kamu, oke? Mukamu pucat sekali?", hatiku hangat sekali setiap dia perhatian.
Beruntung kedua cincinnya yang terpasang di jari manis di kiri dan kanan, membuatku selalu teringat, bahwa ia memiliki pasangan dan keluarga yang bahagia.
Justru aku jatuh cinta karena sikapnya yang sayang keluarga. Sepertinya akan aneh rasanya kalau aku merusaknya.
"Percaya diri banget, kamu, San. Kamu dekati pun belum tentu dia, mau", hatiku sendiri ternyata lebih logis ketimbang diriku yang dimabuk cinta.
"Saya oke, Pak. Aman", kataku sambil tersenyum, menunjukkan gigiku yang rata.
Mata bosku melihatku dengan tajam, seakan mencari kebenaran dikedua bola mataku.
"Ga enak badan, bilang ya..".
"Siap, Pak", perhatiannya membuat hatiku begitu hangat. Lucunya, disaat yang bersamaan seoonggok rasa benci itu kembali muncul.
***
Aku tidak pernah tahu mengapa Bapak begitu membenciku.
Sedari kecil, setiap dirinya pulang kerja ataupun minum-minum dengan teman-temannya, dia pasti mencariku untuk dipukulnya.
Anak sundal, begitulah selalu ia menyebutku.
Namun kalau ia di rumah saja, ia akan diam saja, seakan aku tidak ada di rumah itu.
Lebih aman, malah, kalau Bapak diam di rumah, tanpa bertemu teman-temannya.
Aku hanya ingat Bapak pernah masuk ke kamarku. Aku berpura-pura tidur, sembari menutup wajahku dengan bantal, supaya ia tidak memukulku.
"San, Bapak mau banget terima kamu apa adanya. Tapi Bapak belum sanggup."
Ucapan itu selalu tertanam dihatiku, hingga terbersit, "Apa Ibu selingkuh? Apa aku anak selingkuhan?".
***
"Sann... dia sebenarnya suami yang baik. Cuman, dia terlalu fokus kerja", perempuan didepanku begitu cantik dan elegan.
Mira, istri atasanku, yang sangat atasanku cintai.
"Aku paham, makanya aku yang nemenin kamu, sayang", kataku dengan penuh cinta, sambil menyelipkan rambutnya yang hitam di telinganya yang mungil.
"Tapi aku ga bisa kasih harapan, aku ga mungkin ninggalin suami dan anak-anakku, Sann. Cuman, aku mencintaimu", mata Mira begitu berbinar sendu, sambil memelukku, dengan gestur minta maaf.
Aku tersenyum manis dan menggeleng lembut, kemudian mencumbunya mesra.
Mira tidak pernah tahu kalau aku begitu mencintai suaminya. Apa yang suaminya sayang, akan aku sayangi semuanya.
Aku tidak mau seperti bapakku yang menerima orang lain begitu setengah-setengah. Aku ingin lebih totalitas.
Mira begitu kesepian, maka itu aku temani.
Dengan begitu pria yang kucintai bisa tetap fokus bekerja dengan tenang, dan keutuhan keluarganya terjaga.
Mira dan siapapun yang mengenalku tidak pernah tahu bahwa aku adalah wanita yang terjebak dalam tubuh pria.
Hanya bapakku yang tahu... dan mungkin ibuku??
Tapi aku selalu benar dimata ibuku...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H