Tidak pernah kami makan di mall.Â
"Enakan di warung, makan sambil keringetan, jadi antara hawa panas sama pedes berasa", jelas ayah kalau aku tanya kenapa tidak mau makan Soto Betawi di mall.
Entah itu sebenarnya alasan mau irit atau ayah ibuku memang ingin merasakan sensasi keringatannya.Â
Tapi kalau diperhatikan memang seru sih melihat ayahku kalau makan, mulutnya tidak pernah berhenti dari "huh hah" karena kepedasan, dan sibuk mengelap keringat dengan tissue.
Sedangkan ibuku lebih anggun, mulutnya sesekali terdengar desis kepedasan, keringatnya juga muncul yang sesekali dilap dengan hati-hati.Â
"Dul, pesenin ke dalem dong, soto dibungkus, satu, gak usah pake jeroan, ye!", suruh ayah saat melihatku sudah selesai makan.Â
Aku pun langsung pergi ke dapurnya, seperti yang biasa ibuku lakukan kalau memesan Soto.Â
"Oke, padahal seruan makan soto pake jeroan, dek", kata sang bapak chef.Â
"Kenapa, Pak?", tanyaku penasaran.
"Soto itu pan artinya masak jeroan, jadi makan soto ya enaknya ada jeroan", lanjut bapak chef sambil menyiapkan pesananku.Â
***