Banyak bahasa berita yang sebenarnya kurang saya pahami saat itu, tapi ibu saya tidak pernah segan untuk menjelaskan dan tidak menyensor apa pun yang saya tanyakan.Â
Beliau selalu menjelaskannya dengan bahasa anak-anak hingga saya bisa memahami apa yang sudah saya baca dan dengar. Hmm... sangat tidak mudah bagi orang tua untuk bisa menyederhanakan bahasa yang rumit menjadi bahasa yang bisa dipahami anak-anak saat itu.
Keinginan untuk menjadi jurnalis peperangan tentunya sangat menggebu dulu. Bidang Ilmu Komunikasi pun saya pilih sebagai jurusan kuliah, namun sayang sekali, kondisi tidak memungkinkan saya untuk merealisasikan cita-cita saya yang terpendam.Â
Walau begitu, dunia jurnalistik masihlah saya simak hingga kini. Menulis di Kompasiana dan belajar menulis merupakan salah satu cara saya merealisasikan keinginan saya menjadi seorang jurnalis yang sempat terkubur. Kualitas tulisan saya tentunya belum memenuhi kriteria jurnalistik, tapi setidaknya cita-cita saya tercapai seperempatnya.Â
Dari perjalanan cita-cita saya yang tidak tergapai, saya belajar dari Ibu saya untuk tidak menyensor apa yang mesti dibaca oleh anak-anak.Â
Sebagai orang tua, ibu saya lebih memilih mempersiapkan dirinya untuk bisa menjelaskan dengan baik supaya kami, anak-anaknya, bisa memahami apa yang kami baca dan dengar.Â
Cerita pembunuhan dalam serial komik Detektif Conan dan Agatha Christie, serta kekurang-ajaran anak dan sikap, maaf, porno dalam komik Crayon Sinchan pun tidak pernah dilarang oleh ibu saya untuk dibaca.Â
Padahal teman-teman saya saat itu dilarang untuk membacanya karena dianggap akan bertindak melenceng dari usia yang seharusnya.Â
Ibu seringkali meminta saya dan adik untuk menceritakan ulang apa yang kami baca dan apa pesan moral yang kami dapatkan. Bimbingan selalu kami dapatkan ketika membaca buku "terlarang" yang tidak sesuai dengan usia.Â
Setelah saya dewasa, ibu baru mengaku bahwa dirinya selalu lebih dulu membaca apapun yang akan kami baca.Â