Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Membentuk Pola Pendidikan Anak sejak Dini

14 Desember 2019   14:06 Diperbarui: 14 Desember 2019   23:04 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mendidik anak sejak dini | Foto : Hellosehat.com

"Ya ampun! Masih bayi, ngapain disekolahin?!"

"Kebanyakan duit ya, sampai harus hamburin duit, namanya juga bayi, kaga ngerti apa-apa kali!"

"Udah lah, ajarin sendiri aja juga sudah bisa"- kalau tidak sabar dengan anak, langsung anak diomeli

***

Pemikiran seperti ini sering saya temui, dan saya sendiri pernah punya pemikiran yang sama. Ngapain coba bayi, balita, di sekolahin, ya elah, ajarin sendiri juga bisa keleus.

Pola pikir ini langsung berubah 180 derajat, ketika saya sudah terjun dalam dunia pendidikan untuk anak usia 1-2 tahun (toddler) dan usia 3-4 tahun (kindergarten). Karena awalnya saya tidak mendapatkan pelatihan, saya merasa "duh, orangtua zaman now nih, benar-benar kebanyakan uang", apalagi banyak kan orang dulu yang berhasil dan tetap berpendidikan baik tanpa mesti sekolah dari bayi. Bayi lho bayi!!

Ketika saya mendapatkan training dari kepala sekolah yang baru secara langsung, kemudian hasil training tersebut langsung dipraktikkan dan langsung diarahkan oleh kepala sekolah ketika ada kesalahan, dari sana, saya baru amat sangat menyadari betapa pentingnya pola pendidikan diterapkan sejak dini. 

Saya pun akhirnya banyak membaca tentang pola asuh anak, dan sering berdiskusi dengan teman-teman seprofesi, serta kepala sekolah, dan yap, sangat penting bagi anak kalau dididik sejak bayi (kalau bisa). 

Berdasarkan penuturan Dra Psi Tisna Chandra, usia 2 bulan, bayi sudah bisa meniru sebenarnya, namun karena momen tersebut sangat kecil, banyak orangtua yang tidak menyadarinya.

Apalagi ketika bayi sudah memulai aktif berbicara, walaupun tidak jelas apa yang sedang disampaikannya, tapi di momen itulah bayi sebenarnya baru belajar dan mengenal dunia. 

Jangan remehkan kemampuan bayi dalam menangkap apa yang dilihat dan didengarnya, walaupun bayi tidak bisa bicara, dan terlihat tidak berdaya, kemampuan dalam menangkap sesuatu lebih cepat dan sangat tertanam pada alam bawah sadarnya.

Perubahan tren dunia mengharuskan orangtua untuk selalu mempelajari hal baru dalam mengedukasi anak-anaknya. Tentu sangat disayangkan sekali, ketika orangtua merasa bisa mengedukasi anak-anaknya dengan cara-cara yang diketahuinya saja, mungkin bisa jadi benar, akan tetapi belum tentu efektif untuk si anak. 

Akan ada baiknya bila orangtua menyertakan anaknya pada kelas bayi, bila terkendala dengan mertua ataupun orangtua, mungkin mertua dan orangtua bisa dijelaskan manfaat besarnya mengikuti kelas bayi, atau bisa juga mereka bisa ikut serta melihat apa saja yang dilakukan di kelas dan melihat perkembangan si bayi dalam satu tahun ke depan bagaimana.

Manfaat pertama, bayi yang akan bertumbuh menjadi seorang anak akan memiliki kemampuan bersosialisasi dengan baik, kemudian di sana bayi akan mulai belajar dengan cara bermain. 

Permainan untuk si kecil, tidak hanya sekadar membuatnya tersenyum senang saja sebenarnya, akan tetapi hal tersebut sekaligus menstimulasi saraf otak dan motorik si kecil. 

Ketika motorik bayi dilatih, dengan cara mengambil benda, belajar menggenggam benda dengan erat, kemudian melihat warna dan bentuk benda yang berbeda-beda, hal tersebut sebenarnya memberikan manfaat yang besar, antara lain kemampuan koordinasi saraf otak dan otot tubuhnya bisa berkembang sempurna, fungsi panca inderanya semakin terasa, mengasah kemampuan si kecil berpikir kritis, melatih si kecil untuk fokus dan konsentrasi, dan meningkatkan imajinasi, kreativitas, serta daya ingat si kecil.

Lihat kan, hanya dari sebuah permainan, ada manfaat besar yang ditimbulkan untuk sang bayi. Jadi, pandangan tentang menyekolahkan anak sedari bayi adalah menghamburkan uang saja, tidaklah benar, memang materinya lebih banyak seperti permainan, akan tetapi dari permainan tersebut, saraf otak, panca indera, imajinasi, kreativitas, daya ingat, konsentrasi, kemandirian, bersosialisasi, dan masih banyak lagi, sedang dilatih dalam kelas tersebut. 

Dari sana, ada baiknya orangtua menyempatkan waktu mengikuti kelas, dengan begitu oran tua juga bisa melatih bayinya di rumah. Ketika si bayi sudah bertumbuh menjadi besar, dan sudah lincah, kira-kira umur setahun, orangtua kurang lebih sudah mendapatkan gambaran, pola didik seperti apa yang harus diterapkan untuk anaknya. Jadi orangtua tidak lagi kelimpungan mengedukasi anaknya, dan kemudian mengatakan anak kita "bandel". Padahal belum tentu anak kita benar "bandel", bisa jadi sebenarnya anak kita sedang bereksplor.

Andaikata, kita tidak memiliki banyak dana untuk menyekolahkan sang bayi, hal tersebut tidak terlalu masalah, kita bisa banyak membaca buku atau menonton YouTube tentang permainan mendidik untuk sang anak. 

Saya menyarankan agar orangtua belajar tentang Montessori, karena dalam sistem pendidikan tersebut, anak kita akan berkembang secara baik sesuai dengan bakatnya, belum lagi, secara karakter, mereka juga dilatih untuk lebih mandiri, dan disiplin yang bagus.

Sebagai orangtua, dari pengalaman yang saya lihat, akan sangat menunjang kepintaran anak, apabila orangtua selalu mengupgrade wawasannya untuk mendidik anak. 

Dengan pengetahuan yang luas, kita bisa mengerti cara-cara mengajar anak tanpa harus tarik urat dulu dengan sang anak. Kita juga bisa mengajarkan anak-anak kita supaya disiplin, tanpa harus perang dulu dengan anak, yang akhirnya malah membuat kita was-was sendiri.

Ketika anak usia 1-5 tahun, masa golden age, bila kita menyekolahkan anak kita, ada baiknya kita sering bertanya pada sang guru, anak kita belajar apa saja, dari segi pengetahuan dan karakternya. Selain kita bisa mengontrol bagaimana guru mengajar, kita juga bisa mempraktikkan apa yang guru ajari di rumah. 

Stimulasi otak dan karakter anak, tidak bisa kita serahkan kepada guru begitu saja, karena durasi guru untuk mendidik anak hanya maksimal 2 jam saja. Selebihnya anak bersama kita, orangtua.

Bila kita lepas tangan begitu saja, bisa jadi tumbuh kembang anak akan menjadi lambat dibandingkan anak lainnya. Dari sana bukan berarti anak belajar 24 jam, tapi dari sang guru dan wawasan yang kita dapatkan dari buku ataupun tontonan, kita bisa mengedukasi anak melalui permainan, menjawab pertanyaan si kecil dan masih banyak lagi.

Kerja sama orangtua dan guru, benar-benar berperan besar dalam mendidik anak menjadi berkualitas. Dan sangat penting bila anak diberikan pendidikan sedari kecil, karena dimasa-masa inilah goresan pola pikir dan karakter anak mulai terbentuk.

Nah, dari hal sederhana ini lah, pendidikan ala Finlandia seperti yang ingin Mas Menteri terapkan bisa terjadi, bila kita, orangtua dan guru saling bekerja sama, dengan terus meng-upgrade pengetahuan dan wawasan demi anak kita. Sesibuk-sibuknya kita bekerja, itulah kewajiban orangtua untuk mendidik anaknya agar menjadi orang yang berguna di masa depannya. 

Di Finlandia sendiri, sedari kecil, anak sudah dimasukkan ke day care, dan orangtua tentu ikut menemani anak-anaknya. Sedari mengandung, orangtua juga sudah diberikan buku panduan yang disebut sebagai Maternity Package. Dengan begitu, mau tidak mau orangtua pun belajar mengasuh dan mendidik anaknya sejak dalam kandungan.

Guru-gurunya pun sebelum mengajar mendapatkan training terlebih dahulu, dan tentu ada standar kelulusan yang cukup ketat. Karena pendidikan sangat berpengaruh bagi masa depan anak dan negara nantinya.

Dari sini bisa dilihat, guru dan orangtua berperan sangat besar dalam mendidik anak, mereka tidak berdiri sendiri-sendiri, mengandalkan guru saja ataupun kurikulum saja. Dengan begitu tidak adanya UN, dan pekerjaan rumah tentu bisa tercapai, karena anak-anak sudah ditanamkan kualitas pendidikan yang baik dari kecil oleh lingkungan sekitarnya.

Selain itu, kualitas pendidikan bisa jadi tidak jomplang, seperti yang dikhawatirkan mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, bila pemerintah turut serta memberikan pelatihan kepada guru dan orangtua (terutama di desa) dengan standar yang sudah ditentukan, agar guru dan orangtua bisa terus meng-upgrade pengetahuan dan wawasan, sehingga anak tidak lagi dituntut dan ditekan berlebihan, tapi arahan agar anaknya berprestasi malah sangat kurang.

Pasti susah sih, apalagi ini perubahan sistem yang terlalu besar, menurut saya. Tapi apa salahnya dicoba, asalkan guru dan orangtua, serta saudara-saudara juga ikut mendukung. Suatu sistem sebaik apapun kan tidak mungkin bisa jalan, kalau tidak ada dukungan dari pihak-pihak yang terkait. 

Referensi

Hasuki, Irfan. 16 Mei 2008. Dengan Meniru Bayi Lebih Cepat Pintar. Diakses dari Kompas.com tanggal 14 Desember 2019.

Babyologist. 8 Agustus 2019. Yuk, Kenali Manfaat Permainan Melatih Motorik. Diakses dari Kumparan.com tanggal 14 Desember 2019.

Wikipedia. Education in Finland. Diakses dari Wikipedia tanggal 14 Desember 2019

Hannukainen, Karin. Why is Finnish teacher education excellent? Teacher training schools provide one explanation. Diakses dari Helsinki.fi tanggal 14 Desember 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun