Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kemiskinan Menyedihkan, Mental Miskin Lebih Menyedihkan

25 Oktober 2019   15:30 Diperbarui: 25 Oktober 2019   21:11 1950
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Alphase.co

Saya pun akhirnya belajar dengan begitu giat, apalagi waktu itu sempat uang jajan tidak dikirimkan oleh kakek, karena tahu nilai saya buruk semua. Hiks. Uang jajan akan kembali dikirimkan kalau nilai saya bagus. Saya sebenarnya bisa saja hidup tanpa uang tersebut, karena di sekolah itu saya mendapatkan beasiswa, hanya saja ya tidak bisa membeli kebutuhan lain.

Mau tidak mau saya belajar, belajar dan belajar sampai kepala saya sering panas. Hehe.. Lemah kali, kalau kata orang Medan. 

Akhir semester, saya mendapatkan nilai yang bagus. Pak Ou, si guru killer, memuji saya depan kelas. Begitupula dengan Ibu Lin, guru yang menganggap saya sebagai cucunya, dan herannya, teman-teman saya malah yang lebih senang daripada saya, ketika tahu nilai saya bagus.

Tapi dari sana saya berpikir, yang membuat kita seringkali gagal bukanlah keadaan, tapi mental yang miskin membuat hidup kita sangat menyedihkan.

Mudah mengeluh, lebih mengutamakan kesenangan sesaat, mudah mengasihani diri sendiri, tidak mau susah, selalu berprasangka negatif pada orang lain, tapi tidak intropeksi diri apakah diri sendiri sudah benar atau belum. 

Dengan bermental seperti yang saya sebutkan diatas, tidak akan memberikan kemajuan apapun, kita akan terus merenungi kesuksesan orang lain dan menyalahkan keadaan, tanpa mencoba berusaha. Walau kita merasa sudah usaha, kita tidak tahu orang yang kita lihat sukses itu berjuangnya sudah berapa lama dan seberapa berat, atau sudah berapa banyak ditipu orang lain. 

Dan ini tentu akan berhubungan bagi karier kita, ketika kita bekerja sesuai passion, tapi mental kita tetap saja tidak mau berusaha, berjuang sedikit langsung mengeluh, atasan menegur sedikit langsung menganggap atasan jahat, kemudian iri melihat orang yang lebih sukses dari kita, tapi usaha kita untuk mencapai kesuksesan yang orang tersebut dapatkan sama sekali tidak ada. 

Kesuksesan dan rezeki yang banyak tidak akan kelihatan, bahkan bayang-bayang pun rasanya tidak ada, kecuali kalau kita sedang sangat beruntung.

Jadi sepertinya bagi yang merasa masih bermental miskin, harus mengubah pola pikir dengan cara menonton YouTube yang kontennya tidak sekedar prank, atau hanya minum bubble yang banyak, dandan di salon terburuk, dan sebagainya.

Kemudian banyak membaca tentang kesuksesan tokoh-tokoh yang memulai usahanya dari nol hingga berhasil, dan banyak cara lainnya. Agar mental miskin seperti yang pernah saya alami, tidak membawa kita ke kehidupan yang menyedihkan. 

Dengan begitu kalimat, "Enak ya jadi orang kaya". "Orang kaya meh enak keluar duitnya", atau tiba-tiba meminta pada orang lain, "Bu, minta uang dong buat jajan dan beli mainan", itu akan terhapus, digantikan dengan usaha dan kerja keras layaknya orang-orang yang sudah kaya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun