Pernahkan Anda menginginkan Jakarta bebas dari banjir?
Pernahkan Anda menginginkan Jakarta untuk bebas dari pemandangan sampah yang berserakan?
Kali-kali di Jakarta, serta pantai Ancol misalnya, benar-benar bersih dari sampah
Bahkan baru-baru ini sedang ramai postingan, bioskop penuh dengan popcorn yang berserakan, disertai sampah minuman, dan sebagainya. Sebenarnya bukan baru-baru ini saja terjadi. Hal seperti ini sudah kerap sekali terjadi ketika saya selesai menonton bioskop. Kalau ditanya, "kenapa ga buang nanti aja diluar?", pasti akan dijawab, "buat apa mereka disini, kalo kita juga yang mesti buang sampahnya." Jawaban seperti ini akan ditemui tidak satu dua orang saja, tapi bisa jadi lebih. Karena memang kita, masyarakat, belum dibudayakan untuk membuang sampah pada tempatnya, dan sadar bahwa menjaga kebersihan lingkungan bukan hanya tugas orang yang telah digaji, tapi semua orang yang tinggal di bumi ini.Â
Saya menulis ini bukan ingin menasihati Anda  yang masih sering membuang sampah tidak pada tempatnya, tapi mengajak Anda juga turut serta mempedulikan lingkungan sekitar kita.Â
Sebenarnya budaya kita yang masih suka buang sampah sembarangan tidak bisa disalahkan sepenuhnya ke diri kita. Pemerintah daerah sendiri sepertinya juga kurang mementingkan penempatan tong sampah. Kalau saya perhatikan, jarak dari tong sampah satu ke tong sampah lainnya di jalan yang banyak pedagang kaki lima misalnya, itu sangatlah jauh. Maka secara otomatis, orang yang sedang memegang sampah makanan, akan membuang sampah tersebut ke tempat yang sedang lowong saja, tidak peduli itu bukanlah tong sampah.Â
Sosialisasi untuk mempedulikan lingkungan hidup juga seperti di support setengah-setengah, bahkan punishment untuk membuang sampah pada tempatnya, masih kurang dijalankan.Â
Polisi lebih senang menilang pengendara-pengendara yang mungkin tidak pakai pentil di ban motor, misalnya. Sebenarnya kalau sosialisasi dan punishment dalam hal membuang sampah benar-benar didukung dan digalakkan, maka masyarakat juga akan ikut sadar bahwa kewajiban membuang sampah pada tempatnya adalah kita semua.Â
Jadi ada baiknya, masyarakat dan pemerintah daerah bisa saling mendukung.Â
Saya bisa katakan ini semua, karena saya mengalami pengalaman yang cukup berharga ketika dua tahun tinggal di luar negeri. Mungkin bagi Anda yang sudah study abroad ataupun tinggal di luar cukup lama di negeri orang atau yang sering travelling ke luar negeri, Â juga akan mendapatkan pengalaman yang sama seperti saya.Â
Taiwan, adalah tempat saya belajar selama dua tahun. Kalau dibilang Taiwan super bersih, saya bisa dengan tegas mengatakan "TIDAK", daerah pinggiran mereka masih banyak yang sampahnya berserakan, dan warga di daerah pinggiran tersebut masih hobi meludah di sembarang tempat, juga membuang sampah sembarangan.Â
Kelebihan masyarakat kita adalah warga negara Indonesia (tidak semua) masih mencari tempat yang baik  untuk meludah, seperti dirumput yang tidak ada pemiliknya ataupun tempat yang tidak akan diinjak oleh orang. Bahkan juga ada yang meludah di tempat  yang aman karena takut di ganggu setan. Sebenarnya boleh juga adanya takhayul seperti itu, jadinya cara meludah kita lebih sopan daripada orang Taiwan yang tinggal di daerah pinggiran.Â
Tapi untuk pembuangan sampah yang berserakan, warga di Taiwan lebih unggul, karena mereka memilih satu spot dimana sampah bisa dibuang secara berserakan. Jadi, sampah tersebut tidak beraur di sepanjang jalan.Â
Kalau kita? Anda bisa menilai sendiri.Â
Ketika awal saya datang ke Taiwan, saya masih terbiasa dengan kebiasaan saya yang lama, buang sampah sembarangan. Dan hal tersebut terjadi di kota Taipei, ibukota Taiwan, ketika ketahuan saya dimarahi oleh petugas penjaga disana. Saya tidak terlalu paham dia bicara apa, tapi kurang lebih saya paham dia menegur saya. Teman saya mengatakan, biasanya kalau ketahuan buang sampah sembarangan, pasti didenda.Â
Kemudian, tidak kejadian itu saja, saya masih suka pura-pura menjatuhkan sampah, karena malas sekali bawa-bawa sampah dan harus menunggu sampai ketemu tempat sampah. Sebenarnya tidak jauh sih, jarak tempat sampah satu ke tempat sampah berikutnya, tapi saya pikir "ah nanti juga ada yang bersiin", see? saya sangat melestarikan kebiasaan kampung halaman saya, kan.Â
Saya berhenti membuang sampah sembarangan ketika ada tuduhan dari beberapa warga sekitar tempat saya sekolah, bahwa  ada sekelompok orang Indonesia membuang sampah sembarangan di depan rumahnya, dan bersenda gurau dengan suara sangat keras pada malam hari.
Saya perjelas sebentar situasi tempat saya sekolah
Di sekolah saya, yang menjadi murid disitu ada orang Malaysia, Â Myanmar, Filipina, Macau, Hongkong, Thailand dan Indonesia. Orang Malaysia dan Myanmar disana lebih senang memakai bahasa mandarin, sedangkan orang Macau dan Hongkong selalu berbicara dalam bahasa Konghu dan nada bicara tidak pernah bisa pelan, kalau pelan, menurut mereka, menganggu telinga. Orang Filipina dan Indonesia biasanya memakai bahasa ibu masing-masing, dan ada beberapa kata yang hampir mirip.Â
Wajah orang Hongkong, Malaysia, Filipina dan Indonesia itu hampir sama, warna kulit mereka ada yang putih, juga ada yang kecoklatan. Secara sikap, maaf sekali, orang Indonesia, menurut saya lebih teratur ketika di negara orang, berbeda sekali dengan Myanmar yang cukup bar bar.Â
Kami, orang Indonesia, sekurang ajarnya kami disana, masih paham sopan santun, tidak mungkin malam hari bercanda dengan suara lantang. Dan kami, orang Indonesia yang sekolah disitu, juga sudah diperingatkan oleh senior, pantang bagi kami untuk membuang sampah sembarangan depan rumah warga, karena nanti akan dihukum.Â
Hal tersebut dipatuhi oleh kami, karena sesama orang Indonesia pasti saling melindungi, tidak mungkin orang dari negara lain mau membantu kalau sudah terjadi kesusahan. Apalagi disana, maaf, orang Indonesia dianggap suka buang sampah sembarangan, tidak teratur dan sebagainya. Mungkin itu sebenarnya kelalaian segelintir orang, tapi kemudian di generalisasikan oleh masyarakat di Taiwan bahwa sikap orang Indonesia tidak begitu baik.Â
Kami, saat itu disuruh berkumpul oleh para senior, dan dimarahi habis-habisan karena dianggap memalukan Indonesia, walaupun hanya sekedar membuang sampah dan berbicara dengan lantang.Â
Buat kita disini, ini masalah sepele. Tapi diluar, karena kami merasa membawa nama negara, hal ini sangatlah memalukan. Ketika ditanya, tidak ada satupun yang melakukan kesalahan tersebut.Â
Berarti ada kemungkinan murid dari negara lain yang bisa jadi warna kulitnya hampir sama dengan kami, ataupun karena bicaranya sepertinya asing, maka yang dituduh adalah orang Indonesia.Â
Wanita Macau dan Hongkong sendiri, tempat saya bersekolah, maaf sekali lagi, sangat jorok. Mereka bisa meninggalkan pembalut yang masih ada "palang merah"- nya di toilet tanpa dicuci ataupun dibungkus terlebih dahulu, terkadang mereka bisa menempelkan pembalut berikut "palang merah"-nya itu ditembok. Iyuuhhh...
Tapi tetap yang dituduh jelek adalah orang Indonesia.Â
Hanya saja, kami, entah dari negara mana pun, selalu diberikan petuah dan diwajibkan untuk membersihkan sampah yang berserakan di lorong asrama, sebelum tidur malam.
Dari situ, dalam diri saya sendiri, saya sangat marah sekali. Terlalu rendah mereka menilai orang Indonesia.Â
Sejak dari situ, saya jauh lebih teratur, dan sangat ketat dalam membuang sampah. HARUS PADA TEMPATNYA. Supaya, jangan karena kesalahan diri satu orang yang lalai membuang sampah, Indonesia dianggap buruk.Â
Akhirnya itu menjadi kebiasaan dalam diri saya. Dan saya jadi mengamati, mengapa negara mereka bebas dari banjir, walaupun sering gempa dan banyak angin topan, karena mereka dipaksa, diharuskan dan dibiasakan  untuk selalu membuang sampah pada tempatnya. Sampah, walaupun kecil, tapi sangat berpengaruh dalam hal banjir. Kalau selokan mampet karena sampah kan bisa menimbulkan banjir.Â
Nah, kembali ke Jakarta...Â
Ketika saya kembali ke Indonesia, saya baru menyadari fasilitas tempat sampah di beberapa daerah pulau Jawa (saya kurang tahu diluar Pulau Jawa), masih sangat sedikit, bahkan bisa dibilang tidak ada. Hal ini bisa menjadi salah satu faktor, warga tidak terlalu hobi membuang sampah pada tempatnya.Â
Jakarta, yang memiliki ciri khas senang banjir kalau sedang musim hujan.
Kita sudah tahu itu, dan selalu terjadi dari tahun ke tahun. Gubernur pun sudah ganti berapa orang belum sepenuhnya ada yang bisa mewujudkan Jakarta bebas dari banjir. Kenapa?
Karena kita sebagai warga tidak terlalu membantu pemerintah untuk mewujudkan tuntutan kita agar Jakarta bebas dari banjir. Setidaknya tidak berwujud kolam lah, masih becek-becek sedikit, oke, namanya juga ini sudah terjadi bertahun-tahun. Pasti perlu proses. Toh, yang tinggal di Jakarta bukan hanya orang-orang yang menjabat di pemerintahan, tapi kita juga tinggal dengan nyaman.Â
Kalau mau dihitung untung ruginya dalam hal membuang sampah, itu tidak akan ada habisnya dibahas, misalnya warga berpikir, "untuk apa ada pemda, kalau masih kita juga yang mesti buang sampah, kita juga uda bayar biaya maintenance dan bayar pajak", Â di sisi lain, bisa jadi pemda berpikir, "duh, cape-cape bersihin, eh sampahnya ada terus, kapan selesainya, kerjaan kita kan ga cuman urusin sampah, ga cukup gaji segini meh"
Jadi, menurut saya, pemerintah daerah ada baiknya memperbanyak fasilitas tempat sampah, dan kita, sebagai warga yang tinggal, makan, tidur bahkan kerja dan sekolah di Jakarta, ada baiknya membiasakan diri kita menggunakan tempat sampah tersebut untuk membuang sampah, bukan untuk digotong ataupun dirusak, dijadikan hal lain.Â
Sekarang sudah banyak orang yang sadar pentingnya kita, manusia, peduli lingkungan hidup. Kalau Anda belum tertarik, setidaknya bantulah tempat Anda tinggal, dengan tidak membuang sampah sembarangan. Dengan kebiasaan kecil seperti ini, tapi sangat berdampak besar bagi kita semua.Â
Belajarlah untuk turut serta bekerja dalam hal yang kita tuntut, seperti Jakarta bersih dan Jakarta bebas banjir. Jangan hanya menuntut pemerintah, karena Indonesia bukan milik pemerintah saja, tapi milik kita semua yang (sekali lagi) tinggal, makan, tidur, sekolah dan kerja di negara ini.Â
Hal kecil, tapi sangat berdampak besar. Salam Persatuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H