Percayalah, kita benar-benar terlihat segar, berseri-seri, tampan, dan cantik setelah melaksanakan wudhu'. Itulah mengapa sebelum beribadah, khususnya salat harus berwudhu dahulu. Supaya di hadapan-Nya kita dalam keadaan suci dan bersih, secara zhahir dan Syariat.
Konon, mengapa rukun anggota wudhu' terdiri dari muka, tangan sampai siku, sebagian kepala, dan kaki sampai mata kaki?
Ustazah penulis pernah bercerita begini.
Bermula dari Nabi Adam a.s. dan Ibu Hawa saat dulu di surga. Bukankah Allah SWT. telah melarang mereka berdua mendekati pohon buah khuldi, pohon terlarang bagi mereka berdua?
Syaithan lah yang melancarkan godaan kepada Nabi Adam dan Ibu Hawa. Mendekatlah mereka berdua pada pohon buah khuldi.
Disinilah titik itu berada. Muka yang menatap buah larangan, tangan yang menyentuhnya, gesekan antara daun pohon atau buah pada sebagian kepala, dan kaki yang mengantarkannya.
Bahwa memang, dosa hamba bisa meluruh dari anggota yang dibasuh dan diusap saat berwudhu. Begitulah salah satu keutamaan berwudhu. Wudhu bisa merontokkan dosa kecil.
Cerita diatas yang memang masih diperdebatkan kebenarannya, dan banyak versi yang menceritakannya.
Terlepas dari cerita tersebut, yang jelas Allah SWT. telah berfirman yang termaktub dalam surah al Maidah ayat 6 mengenai anggota-anggota wudhu. Sehingga ada tidaknya cerita israiliyyat diatas, tidak bisa menjadi landasan. Hanya sebuah cerita saja. Yang patut dan sah untuk menjadi pegangan adalah Firman Allah SWT. dan Hadits Nabi Muhammad SAW.
Lalu, pertanyaan terlontar.
Pak Ustaz di kelas dulu juga pernah bercerita saat beliau mendapat jatah berceramah di sebuah masjid dengan lingkungan masyarakat yang berwarna-warni, ada abangan dan sebagainya. Waktu itu pak ustaz masih belum tamat sekolah, tapi sudah di tugaskan belajar berceramah di depan umum.
Dengan percaya diri beliau melangkah menuju mimbar. Di tatapnya audience dan beliau mendapati di tempat duduk belakang ada hadirin dengan penampilan ala preman dan bertato.
Sedikit gugup tapi harus tetap berceramah.
Benar saja, sebelum ceramah diakhiri, seorang yang hadir berpenampilan preman bertato mengajukan satu pertanyaan. Pak ustaz pun mempersilahkan. Alangkah paniknya pak ustaz karena pertanyaannya begitu memusingkan.
"Pak Ustaz, saya mau bertanya. Tapi di luar yang pak ustaz ceramahkan tadi. Pak, mengapa yang keluar gas anus, tapi yang di basuh mukannya?"
Sementara, pak ustaz mendengarkan, hatinya begitu panik tak bisa memberi jawaban yang memahamkan. Pada Akhirnya, pak ustaz mengirim hadiah fatihah pada Kyai nya yang sudah wafat berharap Allah menurunkan keberkahan dan mendapat wangsit untuk jawaban pertanyaan itu.
Zeppp. Alhamdulillah, sedikit terbersit dalam benak akan sebuah analogi. Dengan bergaya mantab, pak ustaz menjawab,
"Terimakasih, pak. Pertanyaannya bagus sekali. Jadi begini, apakah jika anda sakit diare yang disuntik anus atau perutnya? Apakah jika anda sakit mata yang di suntik matanya? Pasti yang disuntik adalah lengan atau antara pinggang dan pantat bukan?"
Si Penanya mengangguk-angguk dengan jawaban pak ustaz. Mungkin hatinya bergumam menjawab 'tidak' pertanyaan jawaban analogi dari pak ustaz.
"Nah begitulah kiranya, pak" lanjut pak ustaz.
Pak ustaz pun lega dan kembali 100% percaya diri. Beliaupun bersyukur.
***
Memang jika sudah ada dalil al Quran, maka itulah yang menjadi landasan. Kemudian pada praktiknya diperjelas lagi dengan Hadits Nabi Muhammad, ijma' dan qiyas para ulama salafussalih.
Tidak semua syariat atau prosedur ibadah bisa dirasio. Wudhu tetaplah wudhu sesuai prosedur. Salah satu jalan menjawab pertanyaan seperti yang ada pada cerita adalah memakai analogi.
Mengenai hukum wudhu,
Sebuah kaidah fikih mengatakan
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
Maa la yatimmu al waajib illa bihi fahuwa waajib
Sesuatu yang wajib tidak akan menjadi sempurna kecuali dengan melakukan suatu hal, maka suatu hal itu hukumnya menjadi wajib.
Hukum asal wudhu' adalah sunnah. Namun, jika akan melakukan salat wajib atau fardhu, hukum wudhu menjadi wajib karena mengikuti hukum salatnya.
So, berwudhu bukan semata untuk bersuci. Tapi juga untuk menjalankan ketaatan kepada Allah SWT. dengan kehambaan diri yang totalitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H