Salah satu fitrah manusia adalah mendapatkan pasangan hidup demi melestarikan jenisnya dan berketurunan.
Berpasangan adalah hak biologis setiap orang. Namun tidak serta merta karena alasan hak, mendapatkan pasangan dapat dilakukan semaunya dan seenaknya saja.
Melainkan sebagai penganut agama yang baik, urusan merajut cinta sejati telah diatur dalam agama secara rapi dan berdasar. Mentaatinya pun akan berbuah keberuntungan.
Berangkat dari hukum berpacaran dalam Islam. Sudah jelas, dan tanpa dijelaskan disini, sudah diketahui bahwa Islam tidak melegalkan berpacaran. Namun, Islam tidak melarang insan untuk saling mencintai.
Sehingga, adanya hukum tidak melegalkan berpacaran tersebut disertai dengan adanya solusi bagaimana menyikapi rasa ketertarikan kepada lawan jenis dan persoalan cinta yang tidak bisa dipaksakan dan sewaktu-waktu bisa saja datang.
Tidak bisa dipungkiri, cinta yang menggelora, dapat memantikkan godaan setan supaya pelakunya terjerumus menjadi korban keberingasan nafsu syahwat. Oleh karena itu, disyari'atkan adanya pernikahan.
Apalagi Hubungan Tanpa Status yang selama ini terjadi, yaitu hubungan diam-diam. Di mana dia menyembunyikan hubungannya dari orang terdekatnya dan tidak mau mengenalkan pasangan kepada orang tuanya. Mereka berprinsip 'jalani aja dulu' atau hanya main-main saja.
Dari sini, dapat diambil garis besar bahwa tidak ada istilah hubungan tanpa status dalam Islam. Sebab adanya istilah Hubungan Tanpa Status akan identik dengan adanya aktivitas berpacaran atau hubungan kedekatan lawan jenis yang berunsur syahwat yang tidak dibenarkan.
Jujur aja loh bro kalo suka, minta restu orang tua, dan halalin...
Lalu kapan status seseorang bisa berubah?
Ketika seorang laki-laki telah meminang seorang wanita.
Dalam islam disebut "Khithbah". Otomatis, laki-laki yang mengkhitbah berubah status menjadi Khatib, dan perempuan yang dipinang berubah status menjadi Makhthubah.
Setelah itu berubah status menjadi suami dan istri setelah saksi berkata sah setelah ijab kabul berlangsung.
Makanya, dalam ijab pernikahan Bahasa Arab disebutkan:
Ankahtuka wa zawwajtuka makhthubataka binti .......... 'alal mahri ......... Haalan
saya nikahkan, dan saya kawinkan engkau dengan pinanganmu, putriku dengan mas kawin ........ Tunai.
Kemudian dijawab dengan lafad kabul oleh mempelai pria atau Sang Kathib. Nah, dengan ini keduanya resmi berubah status, menjadi suami istri.
Menurut Syaikh Muhammad 'Aly ash Shabuni, hikmah disyari'atkannya pernikahan oleh Allah SWT. bahwasannya pernikahan memiliki tujuan yang mulia, jalan yang paling baik untuk berketurunan, dan guna meramaikan bumi dengan generasi yang baik.
Allah SWT. sebagai pencipta manusia tidak menghendaki manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya yang paling indah disamakan dengan makhluk-makhlukNya yang lain.
Tidak menghendaki adanya laki-laki dan perempuan berhubungan sembarangan tanpa ada batasan bagi mereka, seperti hanya perilaku binatang. Sehingga Allah SWT.
Meletakkan aturan yang pantas untuk menjaga martabat dan kemuliaan manusia.
Pada Akhirnya, menjadikan hubungan antara laki-laki dan perempuan hubungan yang bersih, suci, dan ditegakkan berlandaskan asas saling rela dan saling memahami. Supaya nanti terhindar dari tersia-sianya keturunan dan menjaga wanita supaya tidak dijadikan sebagai bahan permainan.
Agama memang memiliki kebijaksanaan. Sesuatu yang tidak dilegalkan secara agama, pastinya menyimpan sesuatu yang membahayakan. Begitupula, dalam urusan cinta sebagai fitrah manusia.
Mengutip dari wejangan K.H. Ahmad Idris Marzuki, pengasuh pondok pesantren Lirboyo Jawa Timur kurang lebih demikian, jika memang sudah cinta dengan seorang wanita, bolehlah langsung menanyakan kepada orang tuanya tanpa harus istikharah.
Saran yang bagus bukan? Asalkan seorang wanita memang sudah dicintai dan sholihah, maka segera menghalalkannya lebih maslahat.
Akhir kata,
Wallahu A'lamu bish Shawaab.
Referensi:
Syaikh Muhammad 'Aly ash Shabuni. Tafsir Ahkaam al Qur'an fii Maa Yata'allaqu bi Umuuri an Nisaa' min Rawai'il Bayaan.
Syaikh Zainuddin bin 'Abdul 'Aziz al Malibari. Kitab Fathal Mu'in bi Syarhi Qurratul 'Ain bi Muhimmati ad Diin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H