Lalu ditambah kalau sebelumnya kamu sudah mengatakan harus segera pergi karena ada janji dengan lelaki itu.
Apa ini?! Pasar malam nyeri? Kenapa banyak sekali nyeri terjadi dalam satu hari?!
*****
Hari ini aku melihatmu di kafe kecil itu dari balik jendela jauh. Kamu sendirian melamun. Aku ingin menghampirimu tapi kejadian beberapa hari lalu menghentikanku. Ya. Mungkin kamu akan menyiksaku dengan cerita-ceritamu lagi, lalu dilanjut dengan kamu meninggalkanku sendiri hanya karena sudah berjanji dengan laki-laki itu, kemudian berjalan pergi memunggungiku. Sudah. Berhenti melakukan itu.
Aku sudah nyaris berjalan pergi ketika itu. Meninggalkanmu. Biar nanti kamu bercerita dengan orang lain saja, asal bukan aku.
Lalu seolah dunia berhenti. Tepat ketika aku akan mengalihkan pandanganku, aku melihat dengan jelas sekali di sana. Tidak ada yang terlalu jauh untuk sebuah air mata. Ya. Aku melihatnya. Sesuatu menetes, mengalir ke pipimu. Berkilauan terkena cahaya lampu.
Mendadak aku merasa nyeri. Lebih nyeri daripada ketika kamu selalu bercerita tentang lelakimu.
Aku pun mendekatimu, duduk di depanmu sambil memesan kopi. Sepertinya kamu sudah menghapus air matamu. Tapi, terlambat. Aku sudah melihatnya tadi. Sejelas aku melihat garis telapak tanganku sendiri.
“Hei! Sedang apa kamu di sini?” katamu dengan senyum lebar dan mata berbinar.
Selalu seperti itu. Apa pun yang terjadi, kamu tidak memperlihatkannya kepada orang lain. Tapi kamu lupa satu hal, ini aku. Bukan orang lain. Jadi kamu tidak perlu menutupinya dariku.
Kita kemudian berbasa-basi sebentar tentang interior ruangan atau menu apa saja yang enak di kafe itu, tetapi tetap tidak bisa mengalihkan pikiranku kepada air matamu tadi. Mengganggu sekali.
“Ada yang mau kamu ceritakan?” tembakku.
Kamu hanya menatapku sambil mengangkat kedua alis. “Cerita apa?”